Cerita Abed, Satu-satunya Korban Selamat Pembantaian Paramedis di Gaza

Cerita Abed, Satu-satunya Korban Selamat Pembantaian Paramedis di Gaza

Suci Risanti Rahmadania - detikJabar
Rabu, 09 Apr 2025 05:00 WIB
SENSITIVE MATERIAL. THIS IMAGE MAY OFFEND OR DISTURB Palestinian mourners react near the body of a child killed in an Israeli strike, amid the ongoing conflict between Israel and Palestinian Islamist group Hamas, at Al-Aqsa hospital in Deir Al-Balah in the central Gaza Strip, April 10, 2024. REUTERS/Ramadan Abed
Ilustrasi foto serangan di Gaza. Foto: REUTERS/RAMADAN ABED
Bandung -

Munther Abed, seorang relawan Bulan Sabit Merah Palestina, menjadi satu-satunya korban selamat dalam insiden tragis yang menewaskan puluhan paramedis dan petugas penyelamat di Rafah, Gaza. Dalam kesaksiannya, Abed menggambarkan momen mengerikan saat rekan-rekannya ditembak satu per satu oleh pasukan Israel, dan jasad mereka dikuburkan menggunakan buldoser.

Insiden tersebut terjadi pada 23 Maret 2025 menjelang fajar, saat Abed, 27 tahun, bertugas di bagian belakang ambulans yang menjadi kendaraan pertama tiba di lokasi serangan udara di Distrik Hashashin, Rafah. Ambulans itu menjadi sasaran tembakan dari pasukan Israel.

Dua rekan Abed yang berada di kursi depan tewas seketika. Ia selamat setelah menjatuhkan diri ke lantai kendaraan. Dalam kondisi panik dan ketakutan, Abed menyaksikan secara langsung tindakan brutal pasukan Israel terhadap tim medis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pintunya terbuka, dan di sanalah mereka pasukan khusus Israel berseragam militer, bersenjata senapan, laser hijau, dan kacamata penglihatan malam," kata Abed kepada The Guardian.

"Mereka menyeret saya keluar dari ambulans, menundukkan kepala agar tidak melihat apa yang terjadi pada rekan-rekan saya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Setelah ditarik keluar, Abed dipukuli, diikat tangannya, dan dipaksa berbaring di tanah. Dari posisi tersebut, ia dapat menyaksikan bagaimana ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang tiba di lokasi ditembaki tanpa ampun.

Dalam kejadian tersebut, total 15 orang tewas, termasuk delapan kru Bulan Sabit Merah Palestina, enam petugas pertahanan sipil, serta satu pegawai badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Jenazah mereka ditemukan akhir pekan lalu dalam sebuah lubang berpasir, tak jauh dari lokasi kejadian. Beberapa korban, menurut saksi mata, ditemukan dalam kondisi tangan atau kaki terikat.

Satu nama yang masih dinyatakan hilang adalah Assad al-Nassara, seorang petugas ambulans. Abed mengaku melihat al-Nassara masih hidup dan berada dalam tahanan pasukan Israel sesaat setelah insiden, namun sejak saat itu keberadaannya tidak diketahui lagi.

Abed sendiri pada hari itu bertugas sebagai relawan di stasiun ambulans yang berada di rumah sakit lapangan Inggris, kawasan pengungsi pesisir al-Mawasi. Sekitar pukul 04.00 pagi waktu setempat, ia dan tim menerima panggilan darurat yang melaporkan adanya serangan udara di Hashashin, sebuah wilayah berpasir di utara Rafah.

Menyusul tekanan internasional, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Kamis lalu menyatakan akan membuka penyelidikan formal atas peristiwa tersebut. Namun IDF masih membantah melakukan kesalahan, dan menyatakan bahwa mereka menargetkan kendaraan yang "bergerak mencurigakan" tanpa lampu dan sinyal darurat.

Abed membantah klaim tersebut.

"Lampu ambulans menyala terang, dan logo Bulan Sabit Merah sangat terlihat saat kami menuju ke lokasi kejadian," katanya. Ia juga menekankan bahwa wilayah Hashashin adalah "daerah sipil tempat kehidupan berjalan seperti biasa, bukan zona pertempuran seperti yang digambarkan IDF."

Abed mengaku serangan dimulai saat mereka hampir mencapai lokasi insiden, sekitar pukul 04.20 pagi.

"Sejak penembakan dimulai, saya langsung berlindung di lantai ambulans. Saya tidak mendengar apa pun dari rekan-rekan saya, kecuali suara-suara saat-saat terakhir mereka, mendengar mereka mengembuskan napas terakhir," tuturnya.

"Tiba-tiba, semuanya menjadi sunyi, ambulans berhenti, dan lampu padam. Pintu pengemudi terbuka, dan saya mendengar suara-suara berbicara dalam bahasa Ibrani. Ketakutan dan kepanikan menguasai saya, dan saya mulai melafalkan beberapa kutipan dari Al-Qur'an," tambahnya.

Jenazah rekan-rekannya-termasuk Khufaga, Shaath, Saleh Muamer, Mohammad Bahloul, Mohammed al-Heila, Ashraf Abu Labda, Raed al-Sharif, dan Rifatt Radwan-ditemukan bersama para petugas pertahanan sipil Palestina dan seorang staf UNRWA di dalam lubang yang sama tempat Abed sempat ditahan.

Baca selengkapnya di detikHealth.

(suc/sud)


Hide Ads