Massa yang mengatasnamakan mahasiswa dan masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa di depan DPRD Kota Sukabumi, Kamis (20/3/2025). Hingga pukul 19.00 WIB, mereka masih bertahan di lokasi, menuntut penolakan terhadap pengesahan UU TNI.
Aksi yang dimulai sejak pukul 15.00 WIB itu berlangsung panas. Massa sempat merangsek kawat berduri yang terpasang di depan gedung dewan. Mereka juga membakar ban dan terpantau beberapa kali terlibat dorong-dorongan dengan aparat kepolisian yang berjaga, berusaha masuk untuk menyampaikan tuntutannya secara langsung.
Baca juga: Pemudik Lintasi Jalur KBB-Cimahi Mulai Besok |
Demonstrasi ini dipicu oleh pengesahan revisi UU TNI yang dinilai dilakukan tanpa transparansi dan minim partisipasi publik. Dalam orasinya, seorang perwakilan massa menyebut revisi ini justru membuka celah kesewenang-wenangan aparat dan mengancam kebebasan sipil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alih-alih memperkuat demokrasi, revisi ini malah memperbesar kewenangan institusi keamanan tanpa mekanisme kontrol yang jelas," teriak salah satu orator.
Massa menilai, pengesahan UU TNI merupakan langkah mundur reformasi yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun.
LDi tengah banyaknya kasus pelanggaran hukum oleh aparat, malah ada upaya memperkuat otoritas mereka tanpa pengawasan. Ini seperti memberikan cek kosong agar mereka bisa bertindak sesuka hati," sambungnya.
Dalam aksi ini, massa menyampaikan beberapa tuntutan. Mereka menolak revisi yang memperbesar kekuasaan aparat tanpa kontrol tegas dan mendesak agar seluruh proses perubahan UU dilakukan secara terbuka dengan melibatkan publik. Mereka juga menuntut DPRD Kota Sukabumi ikut menyuarakan penolakan terhadap UU TNI.
Seorang akademisi Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Yana Fajar, turut hadir dalam aksi ini. Menurutnya, mahasiswa khawatir pengesahan UU TNI akan mendominasi militer yang mulai memasuki ranah sipil.
"Ini yang mereka khawatirkan, situasi seperti Orde Baru kembali terjadi," kata Yana di lokasi.
Terkait undang-undang yang sudah disahkan, Yana menegaskan bahwa aturan tersebut bukan sesuatu yang tak bisa diubah.
"Undang-undang itu bukan Al-Qur'an. DPRD ini adalah perwakilan partai yang ikut mengetuk palu di sana. Mereka harus melihat fenomena yang terjadi di daerah," tegasnya.
(mso/mso)