Puluhan warga memadati sebuah warung kecil di pinggiran Kampung Cikopeng, Kabupaten Sukabumi, Senin (10/3/2025). Sekitar dua kilometer dari warung itu, longsor menutup akses jalan.
Tidak hanya menutup akses jalan, longsor juga memutus akses listrik. Tak heran warga rela berjalan kaki demi mengisi daya di warung tersebut. Colokan listrik penuh sesak oleh berbagai jenis charger ponsel.
Beberapa unit ponsel berjejer rapi di atas bale-bale warung, sebagian lainnya masih dalam genggaman pemiliknya yang menunggu giliran mereka ramai-ramai mengisi daya ponsel yang sudah mati sejak empat hari lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi warga yang terdampak bencana, listrik bukan sekadar sumber tenaga bagi ponsel, tetapi juga satu-satunya jembatan komunikasi mereka dengan dunia luar.
"Karena kampung saya tertimpa musibah, akses ke sana tertimbun longsor, aliran listrik juga terputus terutama lampu," kata Sehun (58), warga Kampung Cibubuay, Desa Cidadap salah seorang penyintas bencana kepada detikJabar, Senin (10/3/2025).
Sehun terlihat antre di antara kerumunan. Dengan wajah lelah, ia mengeluarkan ponselnya yang sudah mati total sejak malam Jumat.
Sehun menceritakan, di Cibubuay, Ciawi Tali, dan Tarisi, aliran listrik mati total. Dua tiang listrik tumbang dan satu hanyut terbawa arus Sungai Cimandiri, satu lagi roboh akibat longsor.
![]() |
Tanpa listrik, komunikasi pun lumpuh. Tak ada kabar dari luar, tak ada informasi soal bantuan. Sehun dan warga lainnya terpaksa berjalan kaki lebih dari dua kilometer demi satu tujuan yaitu mengisi daya ponsel.
Jalanan masih dipenuhi lumpur, beberapa bagian terendam air sisa banjir. Untuk sampai ke warung ini, ia bahkan harus mengenakan sepatu bot agar ponselnya tidak terkena air.
"Kondisinya sudah empat hari dari malam Jumat sampai sekarang," ujarnya sambil menatap layar ponselnya yang masih mati.
Pemilik yang merubah warungnya menjadi 'Stasiun Isi Daya' adalah seorang pengurus RT di Kampung Cikopeng. Ia menggratiskan pengisian daya itu kepada para penyintas bencana.
Sayangnya, perempuan pemilik warung itu enggan memberikan keterangan. Ia terlihat malu-malu menghindari detikJabar. "Enggak usah ah, malu. Pokoknya saya ikhlaskan buat siapa saja yang mau mengisi gratis," tuturnya.
Warung kecil yang sepi kini berubah menjadi "stasiun isi daya" bagi warga terdampak bencana. Tak ada yang tahu kapan listrik kembali menyala, tetapi setidaknya, di tempat ini, mereka bisa mendapat sedikit harapan.
Satu per satu, ponsel yang sebelumnya mati mulai menyala. Layar yang gelap kini kembali bercahaya, deretan notifikasi masuk, panggilan tak terjawab, dan pesan dari keluarga mulai terlihat
(iqk/iqk)