Ornamen patung penyu di kawasan Alun-alun Gadobangkong sontak ramai jadi pembahasan di media sosial. Warganet menyoroti mulai dari material hingga anggaran yang dihabiskan untuk membangun hiasan tersebut.
Imran Firdaus selaku perwakilan kontraktor menegaskan bahwa biaya pembuatan patung penyu itu bukanlah miliaran rupiah melainkan hanya sekitar Rp30 juta.
"Sehubungan dengan isu bahwa ornamen penyu di Alun-Alun Gadobangkong dibangun dengan anggaran miliaran rupiah, kami tegaskan bahwa biaya pembuatannya hanya sekitar Rp 30 juta, sesuai dengan spesifikasi proyek yang telah ditetapkan," kata Imran dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (5/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa material kardus dan bambu yang ramai diperbincangkan bukan bagian dari struktur utama, melainkan hanya digunakan sebagai media cetakan dalam proses pembuatan patung. Pihaknya menggunakan bahan resin dan fiberglass, yaitu material yang umum digunakan untuk pembuatan patung.
"Terkait kardus dan bambu yang terlihat dalam video yang beredar, kami tegaskan bahwa material tersebut bukanlah bagian dari struktur utama ornamen, melainkan hanya alat bantu dalam proses cetakan awal untuk membentuk kura-kura dari bahan atau material resin dan fiberglass sebelum dikeringkan dan diperkuat," ucap dia.
"Secara logis, jika ornamen ini benar-benar terbuat dari kardus, tidak mungkin bisa bertahan lebih dari satu tahun menghadapi hujan lebat, panas terik, dan kondisi pesisir yang ekstrem," sambungnya.
Biang Kerok Patung Penyu Jebol
Kontraktor juga menyoroti bahwa patung penyu tersebut bukan dirancang untuk dinaiki atau diduduki. Namun, banyak pengunjung yang memanjat dan berswafoto di atasnya, yang menyebabkan tekanan berlebih sehingga mempercepat kerusakan.
"Kami juga mengingatkan bahwa ornamen ini bukan untuk dinaiki oleh pengunjung. Sayangnya, banyak pengunjung yang memanjat dan berswafoto di atas ornamen ini, sehingga menyebabkan tekanan berlebih yang mempercepat kerusakan," kata dia.
![]() |
Selain itu, faktor alam juga berperan dalam merusak infrastruktur di Gadobangkong. Pada Maret 2024, gelombang pasang setinggi 2,5 hingga 3 meter menghantam kawasan pesisir, termasuk alun-alun. Ombak besar terus-menerus mengikis struktur beton, yang akhirnya mempercepat proses kerusakan.
"Kami menegaskan bahwa kerusakan ini bukan karena kesalahan konstruksi, melainkan akibat faktor alam yang tidak bisa dihindari," tegasnya.
Pengembalian Temuan BPK dan Bayar Denda
Menanggapi isu anggaran, Imran menjelaskan bahwa proyek ini bernilai Rp15,6 miliar, namun setelah dipotong pajak, nilai bersihnya sekitar Rp13 miliar. Biaya tersebut mencakup pembangunan berbagai fasilitas, termasuk area parkir, pedestrian, gedung kuliner, taman, lampu, hingga kolam.
Selain itu, dalam audit BPK ditemukan beberapa kekurangan volume pekerjaan dengan total nilai lebih dari Rp500 juta. Imran mengklaim sudah mengembalikan jumlah tersebut ke negara sesuai aturan yang berlaku.
"Terkait denda keterlambatan, kami juga sudah membayar sekitar Rp13 juta per hari hingga totalnya hampir Rp1 miliar. Semua sudah kami selesaikan sesuai mekanisme yang berlaku dalam proyek jasa konstruksi," jelasnya.
Pihaknya juga menyayangkan kondisi Alun-Alun Gadobangkong yang mulai terlihat kurang terawat. Mereka berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret dalam menjaga fasilitas ini.
"Kami melihat kurangnya perawatan membuat kawasan ini terkesan kumuh. Pemerintah daerah harus membuat regulasi dan langkah nyata agar alun-alun ini tetap menjadi kebanggaan masyarakat," katanya.
Selain itu, kontraktor juga mengajak masyarakat untuk ikut menjaga fasilitas publik dengan tidak merusak atau menyalahgunakan bangunan yang ada. "Kesadaran masyarakat sangat penting agar tempat ini bisa dinikmati oleh generasi mendatang," tutupnya.
(yum/yum)