Pilu kini sedang dialami VM (20). Kamis (20/2025) lalu, mahasiswi Fakultas Hukum di salah satu kampus di Kabupaten Sukabumi itu dilaporkan menjadi korban pelecehan di tempat magangnya.
Aksi ini pun terbongkar bermula dari unggahan di media sosial Instagram. Selain menceritakan kronologi dalam unggahan, si pengunggah juga mendesak supaya kasus ini bisa segera diselesaikan.
Ironisnya, apa yang dialami korban terjadi di ruang istirahat bagi pegawai atau pengunjung yang sakit di Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi. Korban saat itu dalam kondisi setengah sadar usai pingsan, hingga dugaan pelecehan itu pun terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insiden ini pun sudah direspons polisi. Polres Sukabumi mendorong korban melaporkan langsung kasus tersebut supaya bisa ditangani. "Kita cross check di SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) belum ada laporannya. Soal video yang viral silahkan korban buat laporan polisi untuk kami tindaklanjuti," kata Kasubsi PIDM Polres Sukabumi Kota Ipda Ade Ruli Bahtiarudin.
PN Sukabumi pun telah menanggapi kasus ini. Juru Bicara PN Sukabumi Christoffel Harianja mengatakan, terduga pelakunya berinisial ES (46) yang merupakan pegawai honorer dengan durasi kerja selama 20 tahun. Saat ini, pihaknya sudah membentuk tim investigasi untuk menelusuri kasus tersebut.
"Sehubungan dengan beredarnya informasi mengenai dugaan tindakan asusila yang terjadi, maka dengan ini Pengadilan Negeri Sukabumi menyampaikan bahkan Pengadilan Negeri Sukabumi tidak menolerir segala perbuatan asusila yang terjadi di lingkungan Pengadilan Negeri Sukabumi," kata Chris.
"Ceritanya, dia (korban) pingsan di depan ruang persidangan, digotong, dibawa ke tempat laktasi atau ruang kesehatan. Digotong berdua sama petugas jaga sidang (salah satunya terduga pelaku). Temannya sempat mengantar ke ruang kesehatan lalu keluar dan terjadi kejadian (dugaan pelecehan)," tambahnya.
Tak hanya itu saja, tindakan tegas juga langsung dikeluarkan PN Sukabumi. ES, si terduga pelakunya, kini sudah dinonaktifkan dari pekerjaannya. "Baru tahu kemarin langsung dibuat SK, hari ini langsung diperiksa. Kondisi korban kejadian itu nggak pernah masuk (magang)," kata dia.
Apabila terbukti melakukan dugaan pelecehan seksual, pihaknya tak segan-segan akan mengeluarkan terduga pelaku sebagai pegawai honorer. "Kami teruskan ke Pengadilan Tinggi Bandung. Sikap dari Pengadilan Tinggi Bandung, apa perintah dari pengadilan tinggi kita laksanakan. Hukumannya jika terbukti benar pasti diberhentikan," tutupnya.
Di sisi lain, korban yang diduga dilecehkan oleh ES saat ini diduga mengalami tekanan dan ancaman dari seorang oknum hakim. Sehingga, ia sempat ragu untuk melaporkan kejadian tersebut.
AF (44) selaku orang tua korban mengatakan, VM mengalami tekanan psikologis berat setelah kejadian tersebut. Dalam sebuah rekaman video yang beredar, seorang hakim diduga mengancam korban agar tidak melaporkan insiden tersebut ke atasan atau pihak kampus.
"Anak saya dalam kondisi syok dan tekanan setelah kejadian. Dia sempat diancam untuk tidak melaporkan kasus ini. Wajar kalau butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian melapor, apalagi yang dihadapi bukan orang biasa, melainkan pejabat di pengadilan," ungkap orang tua korban saat dihubungi detikJabar, Rabu (26/2/2025).
"Kata anak saya, hakim bilang 'Jangan sampai ini dilaporkan ke atasan atau pihak kampus, kalau itu terjadi berarti kalian yang laporkan' termasuk ada yang lain di situ juga. Tapi kan cukup dengan perkataan itu anak saya jadi takut," sambungnya.
Lebih lanjut, orang tua VM menyayangkan sikap pihak pengadilan yang mempertanyakan keterlambatan laporan, padahal mereka sendiri tidak segera bertindak meski mengetahui dugaan insiden tersebut.
"Menurut saya aneh kalau mereka bertanya kenapa baru dilaporkan hari Senin atau Selasa. Saya bisa balik tanya, kenapa mereka juga tidak langsung melaporkan ke pimpinan ketika tahu ada kejadian seperti ini? Seharusnya mereka yang lebih dulu bertindak membersihkan oknum tersebut," katanya.
AF mengatakan, keluarga lantas melaporkan itu ke kampus. Pada Selasa, 25 Februari 2025, pihak kampus mengirimkan surat laporan resmi ke PN Sukabumi. Pertemuan antara pihak pengadilan, kampus, dan keluarga korban pun digelar pada hari ini sekitar pukul 11.00 WIB.
Berdasarkan penuturan AF, dalam pertemuan tersebut, Ketua PN Sukabumi, Himelda Sidabalok menerima laporan orang tua korban yang menekankan pentingnya proses hukum terhadap pelaku. "Ini bukan hanya soal memaafkan. Proses hukum harus tetap berjalan. Saya ingin ada kejelasan mengenai sanksi yang akan diberikan kepada oknum tersebut," tegasnya.
Sementara itu, pihak kampus disebutnya hanya berperan sebagai mediator. Hal ini menimbulkan kekhawatiran keluarga bahwa sanksi yang diberikan hanya sebatas skorsing atau pemecatan dari pengadilan, tanpa ada konsekuensi hukum yang lebih tegas. "Kalau sanksinya hanya skors atau dikeluarkan, kami tidak akan terima. Kami siap mengambil langkah hukum lainnya," tambah orang tua korban.
Hingga saat ini, keluarga korban masih menunggu respons serius dari PN Sukabumi dan pihak kampus. Mereka menegaskan bahwa pelecehan ini tidak hanya merugikan korban secara pribadi, tetapi juga mencoreng nama baik institusi akademik yang mengirimkan mahasiswa untuk magang.
"Ini bukan hanya masalah pribadi, tapi juga mencederai institusi kampus. Seharusnya kampus juga merasa dirugikan dan berani melaporkan kasus ini ke kepolisian. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kami akan mengambil langkah hukum sendiri," tegasnya.
(ral/iqk)