Pesan Terakhir Preman Samson ke Keluarga: Bi, Titip Anak

Kabupaten Sukabumi

Pesan Terakhir Preman Samson ke Keluarga: Bi, Titip Anak

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 22 Feb 2025 17:02 WIB
Ema Purnamasari (43), bibi dari Elan alias Samson.
Ema Purnamasari (43), bibi dari Elan alias Samson. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi - Sebelum tewas berlumuran darah pada Jumat (21/2/2025), Suherlan alias Elan alias Samson (33) sempat meninggalkan pesan terakhir kepada bibinya, Ema Purnamasari (43). Pesan itu bukan tentang dirinya, melainkan untuk anak perempuan semata wayangnya yang masih berusia 2,5 tahun.

Ema mengungkap bahwa Samson sering pulang ke rumahnya untuk makan, minum, dan menginap, terutama setelah keluar dari rumah sakit. Sehari sebelum kejadian, Samson datang ke rumah bibinya dan menitipkan anaknya dengan suara penuh harap. Hal itu terjadi pada Jumat (21/2/2025) pagi.

"Bi, nitip anak. Sampai gimanapun anak walaupun neneknya sendiri jangan dibawa, terkecuali sama bibi. Sampai kapanpun ini anak titip," kata Samson seperti ditirukan oleh Ema saat diwawancarai detikJabar di Kampung Salagedang, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Sabtu (22/2/2025).

Momen itu diingat betul oleh Ema. Setelah makan di rumahnya, Samson mengambil sarung dan hendak pergi ke masjid untuk salat. Saat itu, Ema sempat menasihatinya agar tidak membuat onar lagi karena ia baru saja keluar dari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi.

"Jangan bikin onar di sini karena bibi sayang, kamu itu pulang dari rumah sakit," ujar Ema mengingat pesan terakhirnya kepada keponakannya itu.

Beberapa jam setelahnya, suami Ema mendengar keributan di Kampung Cihurang. Namun, Ema tidak menyangka bahwa itu adalah akhir hidup Samson.

"Pulang dari situ, suami mendengar ada kejadian di Cihurang. Sampai titik itu saya enggak melihat lagi, kecuali lihat mayat. Itu juga suami yang memperihatkan (fotonya), karena saya gak kuat, saya jantungan," katanya dengan suara lirih.

Menurut Ema, di mata keluarga, Samson dikenal baik. Namun, ia mengakui bahwa keponakannya itu sering membuat ulah di luar lingkungan keluarga.

"Kalau di mata keluarga ya baik. Cuma kalau bikin ulah ya pasti bikin ulah. Sering minta-minta di pasar, saya sempat dengar bahkan melihat dengan mata kepala sendiri dia bikin onar ya kaya begitu," katanya.

Namun, Ema menegaskan bahwa di lingkungan rumahnya di Kampung Selagedang, Samson tidak pernah menimbulkan masalah. "Di sini kan tidak ada masalah sama masyarakat, tidak ada masalah sama RT, sama RW, tidak ada onar sedikit pun. Saya tidak menambah-nambahkan, ini fakta. Saya selaku bibinya karena ada anaknya dititip ke saya," jelasnya.

Samson disebut sering ke masjid dan salat. Ia juga dikenal berbagi dengan tetangga jika memiliki rokok atau makanan. "Sering ke masjid, sering salat. Kalau ada rokok, sering ngasih ke tetangga. Mau bagaimana, bikin onar ya? Di sini mah gak pernah, gak ada kejadian. Sampai kemarin gak ada kejadian di sini," katanya.

Anak Samson saat ini berusia 2,5 tahun, sementara istrinya telah bercerai sejak usia anaknya masih bayi. Menurut Ema, meskipun memiliki banyak masalah, Samson tetap berusaha memenuhi kebutuhan anaknya.

"Kalau lagi ke laut, kan suka ngebantu ngasih susu. Tapi kalau gak ada masalah, mah dia bawa minuman, bawa apa gitu buat anaknya. Walaupun segila-gilanya manusia, tapi kan ada benarnya," ujarnya.

Saat ini, setelah kepergian Samson, Ema tidak bisa menahan kesedihannya.

"Sekarang lihat kopi, lihat makan, itu kesukaan dia," katanya dengan wajah berlinang air mata. Ema mengaku tidak memiliki firasat atau mimpi tentang keponakannya sebelum kejadian.

Namun, ada satu momen yang kini terus terngiang di kepalanya. Samson tiba-tiba sujud di depannya dan meminta makanan seraya menitipkan putrinya.

"Aa mau makan ini untuk terakhir kali, Aa nitip anak," kata Ema menirukan Samson.

Tak hanya itu, sehari sebelum kematiannya, Samson sempat mengeluh. "Bi, pusing. Elan gak tenang," ucapnya seperti ditirukan oleh Ema.

"Ini obatnya masih ada yang dari RS Marzoeki Mahdi, masih lengkap. Kadang dia bawa-bawa, ini sisanya ada di rumah saya," sambung Ema.

Kini, bagi Ema, ucapan itu seperti sebuah tanda yang belum sempat ia pahami sepenuhnya. Ucapan terakhir dari seorang pria yang selama ini dikenal sebagai preman, namun di dalam dirinya tetap tersisa naluri sebagai seorang ayah yang ingin memastikan anaknya berada di tangan yang tepat. (sud/sud)



Hide Ads