Persoalan ini bermula tidak terlepas dari ditetapkan dua petinggi yayasan, Raden Bisma Bratakoesoema (RBB) dan Sri (S) sebagai tersangka. Keduanya sudah ditahan karena dinyatakan tersangkut kasus penguasaan lahan Bandung Zoo seluas 13,9 hektare dan 285 meter persegi yang merupakan barang milik daerah (BMD) dalam kartu inventaris barang (KIB) Model A Pemkot Bandung sejak 2005.
Kejati Jabar menyatakan keduanya telah membuat kerugian negara hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Kejati menyatakan yayasan tak pernah membayar perjanjian sewa menyewa lahan yang telah berakhir sejak 30 November 2007 silam.
Berangkat dari hal itu, Kejati Jabar kemudian menyita 6 aset Bandung Zoo. Rinciannya yaitu dua unit kantor operasional, rumah sakit hewan, gudang nutrisi, restoran dan panggung edukasi.
Setelah langkah ini ditempuh, kini giliran badang hukum Yayasan Margasatwa Tamansari yang dibekukan. Berdasarkan surat dari Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum Republik Indonesia bernomor AHU.7-AH.01-07, Dirjen AHU memutuskan untuk membekukan status badan hukum milik yayasan.
"Status hukum yayasan sudah kami bekukan, sudah ada SK dari Dirjen AHU," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar Dwi Agus Arfianto saat dikonfirmasi, Jumat (14/2/2025).
Tentu saja, upaya ini menimbulkan dampak yang panjang. Selain status badan hukumnya, rekening yayasan juga sudah dibekukan untuk kepentingan penyidikan. "Termasuk rekening yayasan sudah kita bekukan," terang Dwi.
Meski dibekukan, Dwi menyebut, Yayasan Margasatwa Tamansari masih diizinkan untuk menjalankan operasional Bandung Zoo. Pengelola selanjutnya akan ditentukan setelah kasus hukumnya inkrah, saat pengadilan nantinya akan memutuskan mengenai nasib pengelolaan area wisata tersebut.
"Tidak ada batas waktu penyitaan sampai menunggu putusan. Sekarang masih melekat sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Apakah nanti dirampas negara atau dikembalikan kepada pihak penguasa barang dalam hal ini terdakwa," tutup Dwi.
Pemkot Bandung turut merespons kasus hukum yang sedang terjadi di Bandung Zoo. Pemkot berencana menghadap ke Kementerian Kehutanan Republik Indonesia supaya bisa mendapat solusi atas pengelolaan area wisata edukasi satwa di kebun binantang.
"Mengingat di atas tanah milik Pemerintah Kota Bandung yang saat ini dipergunakan sebagai kebun binatang tersebut terdapat satwa, maka kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan jajaran Kementerian Kehutanan RI," kata Kepala Sub Bidang Pengamanan Barang Milik Daerah dan Pencatatan Barang Persediaan BKAD Kota Bandung Herman Rustaman, Sabtu (15/2/2025).
Herman menyebut, koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dilakukan untuk mendapat arahan mengenai pengelolaan kebun binatang ke depan. Apalagi, banyak satwa di Bandung Zoo yang memerlukan penanganan sesuai keahlian.
"Kementerian Kehutanan yang memiliki tugas dan kewenangan mengenai satwa tersebut. (Koordinasi) khususnya untuk penanganan satwanya," ucap Herman.
Di sisi lain, pihak Bandung Zoo turut memberikan respons atas polemik ini. Melalui pengacaranya, Yayasan Margasatwa Tamansari memastikan masih menjalankan operasional kebun binatang seperti biasa.
"Bahwa badan hukum yayasan itu bukan dibekukan melainkan diblokir akses administrasinya. Jadi Yayasan Margasatwa Tamansari tidak bisa melakukan perubahan akta ataupun susunan pengurus karena pemblokiran tersebut," kata pengacara yayasan, Idrus Mony dalam keterangannya.
"Maka dari itu bahasa 'dibekukan; ini terlalu terkesan negatif. Sedangkan operasionalnya pun berjalan normal seperti biasa karena memang hanya diblokir akses administrasinya saja," pungkasnya.
Bisma dan Sri sendiri telah ditahan dan dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ral/orb)