Sepekan ini, berita bertajuk Masjid Al Jabbar sedang ramai menjadi sorotan. Masjid yang begitu megah di kawasan Gedebage, Kota Bandung itu ternyata meninggalkan masalah berupa utang yang mencapai milirian rupiah.
Kabar ini pertama kali dimunculkan oleh Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi. Melalui unggahan yang dibagikan di media sosialnya beberapa waktu lalu, Dedi Mulyadi saat itu sedang membedah sumber anggaran Masjid Al Jabbar.
Dalam pembahasan itu, kemudian terungkap pembangunan Masjid Al Jabbar di atas lahan seluas 25,99 hektare menghabiskan anggaran Rp 1,2 triliun. Ternyata, sebagian anggarannya menggunakan dana bantuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini terjadi karena pada 2020-2021, Pemprov Jabar mendapat dana pinjaman PEN senilai Rp 3,4 triliun. Dana PEN itu kemudian digunakan untuk beberapa kegiatan pembiayaan seperti infrastruktur, pengairan irigasi hingga rutilahu.
Rinciannya, insfratruktur jalan sebanyak 68 kegiatan dengan anggaran Rp 950 miliar, pengairan irigasi Rp 28 miliar, penataan air limbah Rp 10 miliar, rutilahu Rp 877 miliar hingga ruang terbuka seperti taman dan alun-alun di 12 titik sebesar Rp 165 miliar. Kemudian infrastruktur pariwisata dengan total 15 kegiatan Rp 173 miliar, revitalisasi pasar 12 kegiatan Rp 137 miliar, pembangunan pasar kreatif Rp 11,3 miliar, hingga sektor sosial kesehatan Rp 816 miliar.
"Infrastruktur perkotaan bangunan publik seperti creative center dengan tiga kegiatan memakan anggaran Rp 21 miliar. Kemudian, infrastruktur perkotaan dan sarana peribadatan seperti Masjid Aljabar sebesar Rp207 miliar," kata Dedi dikutip detikJabar, Rabu (5/2/2025).
"Biar seluruh warga Jabar tahu utangnya digunakan untuk apa," imbuhnya.
Fakta ini pun tidak ditampik Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin. Ia membenarkan pembangunan Masjid Al Jabbar sebagian anggarannya menggunakan dana PEN, dan Pemprov Jabar saat ini sudah membayar pokok dari pinjaman tersebut.
![]() |
"Rp 207 miliar dari PEN, sampai sekarang yang udah dibayarkan baru pokoknya, cicilannya Rp 500 miliar ya selama delapan tahun, kan cicilannya langsung dari pinjaman Rp 3,4 triliun," kata Bey.
Meski tidak berbunga, namun Pemprov Jabar harus mengembalikan seluruh pinjaman PEN. Karena itu Bey menyebut Dedi Mulyadi yang akan menjadi gubernur periode 2025-2030 ingin seluruh utang itu terbayar lunas.
"Pak Dedi mulai sedang mencoba melunasi langsung, kita lunasi langsung ataukah mungkin ada kebijakan dari pemerintah pusat seperti apa. Jadi saya datang ke sini kan sebagai penjabat gubernur dan PEN itu sudah ditetapkan oleh gubernur sebelumnya (Ridwan Kamil)," jelasnya.
Di kesempatan yang lain, Bey juga mendukung usulan pengelolaan Masjid Al Jabbar ke depan bisa berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sebab diketahui, masjid tersebut butuh biaya perawatan dengan nominal yang besar.
Namun menurutnya, sebelum mengarah ke sana, Bey meminta ide menjadikan Masjid Raya Al Jabbar dikelola BLUD untuk dikaji secara matang. Termasuk soal mengenakan tarif masuk jika masjid tersebut dikelola oleh BLUD.
"Tapi kan kalau BLUD harus dilakukan kajian dulu bagaimana dampak ke masyarakat. Kalau BLUD itu kan dapat menerima pemasukan, dampaknya bagaimana ke masyarakat apakah mau menerimanya," ujarnya.
"Atau kawasan sekitar dikembangkan lagi jadi kawasan religi, kami sangat mendorong kalau ada ide seperti itu tapi harus melakukan kajian mendalam, jangan asal jadi BLUD," sambungnya.
Lebih lanjut, Bey menerangkan jika Masjid Raya Al Jabbar telah dikelola oleh BLUD, maka dipastikan Pemprov Jabar akan mengurangi atau bahkan menyetop anggaran pemeliharaan. Di sisi lain, dia khawatir pelayanan Masjid Raya Al Jabbar justru turun setelah dikelola BLUD.
"Satu tahun Rp 42 miliar (biaya pemeliharaan per tahun) ya memang cukup besar, tapi kalau dialihkan BLUD mampu tidak berdiri sendiri makanya harus ada kajian mendalam. Kami pemerintah provinsi sangat mendukung jika ada beban anggaran kemudian berkurang. Tapi jangan menjadi lebih rendah standar pelayanannya," tandasnya.
Respons DRPD Jabar
![]() |
Kondisi ini pun tak luput dari sorotan DPRD Jabar. Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono meminta, Pemprov mengevaluasi total pembangunan Masjid Al Jabbar untuk memastikan dampaknya langsung dirasakan masyarakat pasca pandemi COVID-19.
"Saat bicara pembangunan Masjid Al Jabbar, apakah pembangunan itu sudah masuk RPJMD, sudah masuk rencana kerja dinas, bener nggak pembangunan Al Jabbar itu bisa memulihkan ekonomi karena dana itu didapatkan dari dana PEN," tegas Ono saat dihubungi, Rabu (5/2/2025).
Menurut Ono, evaluasi harus dilakukan soal rencana pembangunan pemerintah agar ke depan, tidak ada lagi program pembangunan yang justru tidak berkaitan langsung dengan permasalahan dasar masyarakat Jawa Barat. Ono juga menyinggung soal biaya pemeliharaan Masjid Raya Al Jabbar yang membutuhkan dana Rp 42 miliar per tahun dan bisa membebani APBD.
"Soal pembiayaan pemeliharaan Rp 42 miliar. Ini kan sangat membebani APBD yang di sisi lain kita harus fokus ke prioritas pembangunan infrastruktur, ruang kelas baru, masalah pangan dan lain sebagainnya," katanya.
Ono juga mengkritisi Gubernur Jabar sebelumnya Ridwan Kamil yang dianggapnya tak mampu membuat sistem pengelolaan dan pemeliharaan Masjid Al Jabbar dengan baik. Karenanya, Ono mengusulkan masjid tersebut ke depan untuk dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU).
"Ke depan menurut saya, Al Jabbar di BLU saja. Biar mereka secara mandiri mengelola Al Jabbar sebagai tempat ibadah, sebagai wisata religi dan bisa membangkitkan UMKM di wilayah sekitarnya. Jangan lagi membebankan APBD," ucap Ono.
"Catatan saya bahwa pemerintahan Ridwan Kamil itu hanya mampu membangun bangunan yang ikonik, yang megah, yang wah tapi belum sampai pada wilayah bagaimana pemeliharaan, bagaimana pengelolaan," pungkasnya.