Seluas tujuh ribu meter persegi lahan persawahan warga di Kabupaten Subang, Jawa Barat mengalami longsor. Kejadian ini terjadi di areal persawahan di Kampung Babakan Jati, Desa Cisalak, Kecamatan Cisalak, Senin (3/2/2025) lalu.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan, berdasarkan interpretasi dari foto, longsoran pada areal persawahan menunjukkan terjadinya tipe longsoran dengan bidang gelincir rotasional dan berkembang menjadi tipe aliran.
Baca juga: Waspada Angin Kencang Mengintai Jawa Barat |
"Dampak gerakan tanah 7.000 meter persegi areal persawahan rusak," kata Wafid dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Jumat (7/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara umum, morfologi daerah bencana berupa perbukitan dengan kemiringan lereng yang landai-agak curam kemudian pada ujungnya berubah menjadi tebing dengan kemiringan curam. Daerah bencana berada pada ketinggian 350-380 meter di atas permukaan laut (mdpl)," tambahnya.
Wafid mengungkapkan, berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa (PH Silitonga, 1973), batuan penyusun di daerah bencana di lokasi bencana termasuk ke dalam satuan Tufa Berbatuapung (Qyt). Satuan ini terdiri dari pasir tufaan, lapilli, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesit-basal padat yang bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batu apung - batu apung. Berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Tampomas.
"Tidak terdapat struktur geologi berupa sesar, lipatan, maupun kelurusan di sekitar lokasi gerakan tanah," ungkapnya.
Sementara itu, berdasarkan peta prakiraan wilayah terjadinya gerakan tanah pada Bulan Februari 2025 di Kabupaten Subang, lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah Menengah - Tinggi artinya daerah yang berpotensi menengah-tinggi untuk terjadinya gerakan tanah. "Pada daerah ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan, serta gerakan tanah lama dapat aktif kembali," jelasnya.
Untuk faktor penyebab terjadinya gerakan tanah diperkirakan karena kemiringan lereng yang agak curam-curam di sekitar lokasi gerakan tanah, tanah pelapukan yang tebal yang bersifat poros serta mudah jenuh, sistem drainase atau irigasi pada sawah jika hujan berlebihan dapat terjadi overflowdan longsor, tataguna lahan basah pada lereng bagian atas berupa sawah membuat lereng menjadi jenuh dan curah hujan tinggi sebagai pemicu gerakan tanah.
"Rekomendasi, mengingat daerah tersebut masih sangat rawan terjadi gerakan tanah dan curah hujan yang masih tinggi maka sebagai langkah antisipasi potensi longsoran susulan maka direkomendasikan masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat hujan, masyarakat agar mengutamakan keselamatan dan tidak berkumpul di area bencana gerakan tanah karena masih memungkinkan terjadi longsoran susulan," imbaunya.
"Diperlukan pengendalian air permukaan yang kedap air dengan cara perencanaan tata saluran permukaan, pengendalian air rembesan serta pengaliran parit pencegat yang diarahkan langsung ke sungai utama, memperkuat lereng dengan cara membuat terasering pada tebing yang curam untuk menstabilkan lereng, menanami lereng dengan tanaman berakar kuat dan dalam yang mampu mengikat tanah," tambahnya.
Untuk jangka panjang, mengganti area persawahan dengan lahan pertanian kering untuk mengurangi kejenuhan lereng, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD.
(wip/sud)