Bill Gates, salah satu pendiri Microsoft, menyebut kebijakan Australia yang melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah 16 tahun sebagai langkah yang cerdas. Pendapat ini ia sampaikan ketika mengomentari aturan baru yang akan diterapkan di negara tersebut.
Dilansir detikInet yang mengutip MSN, aturan ini mewajibkan platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook untuk memblokir pengguna di bawah usia 16 tahun. Jika melanggar, perusahaan teknologi dapat dikenai denda hingga AUD 49,5 juta atau sekitar Rp 506 miliar lebih. Aturan ini dirancang untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial.
Dalam wawancaranya dengan BBC, Gates menyoroti bagaimana teknologi, seperti halnya buku atau permainan video, bisa digunakan secara berlebihan. Ia menganggap bahwa regulasi terhadap penggunaan media sosial, terutama untuk anak-anak, adalah hal yang perlu dipertimbangkan dengan serius.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, ketika ditanya bahwa hal yang sama berlaku untuk ponsel, miliarder itu melanjutkan.
"Saya pikir itu legit, hal yang sama berlaku untuk video game, jejaring sosial, bahkan lebih. Kita tahu kita harus banyak berpikir, terutama tentang bagaimana anak-anak menggunakannya, tetapi juga ketika orang dewasa melakukannya," ujarnya.
Menariknya, Gates sempat ditanya apakah ia punya pandangan sendiri soal usia berapa cucunya sendiri boleh mengakses media sosial, ia menjawabnya.
"Saya pikir ide untuk menahan anak-anak sampai usia 16 tahun, yang tampaknya akan dicoba dilakukan Australia, saya pikir akan menarik untuk melihat apakah itu bermanfaat. Saya pikir ada kemungkinan besar itu adalah hal yang cerdas," ungkapnya.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bakal menerapkan aturan pembatasan usia mengakses media sosial. Dalam menyusun regulasi pembatasan anak-anak akses medsos, Menkomdigi berkoordinasi dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama serta Menteri Kesehatan.
Sementara itu, Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital yang dibentuk oleh Menkomdigi diisi oleh perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi, dam perwakilan LSM anak.
Komdigi mengutip data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) yang mencatat konten kasus pornografi anak Indonesia dalam empat tahun terakhir mencapai 5.566.015 kasus. Jumlah ini merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia dan tertinggi ke-2 di ASEAN.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 juga mencatat bahwa 89% anak usia lima tahun ke atas menggunakan internet hanya untuk mengakses media sosial, sehingga berisiko terpapar konten berbahaya.
Artikel ini telah tayang di detikInet. Baca selengkapnya di sini.