Perjuangan Firmansyah alias Iman untuk menuntut ilmu hingga meraih predikat sarjana pertanian patut diacungi jempol. Musababnya, ia harus berkuliah menjadi penjual aci gulung (cilung) demi biaya kuliah dan melunasi utang ibunya.
Kabar terbarunya, Iman baru saja lulus dari kampusnya di Universitas Garut (Uniga) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang nyaris sempurna, yakni 3,95.
"Alhamdulillah baru lulus. Sudah selesai, sudah sidang tinggal wisuda," kata Firman saat ditemui detikJabar di Kampus I Universitas Garut, Jalan Raya Samarang, Tarogong Kaler, Garut, pada Rabu, (5/2/2024) pagi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firman mengaku lulus dengan tugas akhir mengerjakan jurnal, dengan judul 'Implementasi Irigasi Tetes untuk Optimalisasi Program Teras Hijau' yang penelitiannya berlokasi di Desa Banyuasih, Sumedang.
Dengan demikian, Firman yang telah berkuliah selama 3,5 tahun di Fakultas Pertanian Universitas Garut itu, berhak menyandang gelar akademik 'S.P' atau Sarjana Pertanian.
"Ini berkat doa dan dukungan dari semuanya. Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya," katanya.
Firman mungkin bukanlah satu-satunya mahasiswa yang meraih IPK tertinggi di kampusnya. Namun, raihan tersebut menjadi sangat spesial, karena Firman berbeda dengan mayoritas mahasiswa rekan sejawatnya.
Kisah Pahit, Tidur di Mana Saja.
Firman membagikan kisah pahit dan manisnya selama merantau kepada detikJabar.
"Tidur di mana saja, ikut sama teman. Kalau tidak punya beras, kadang saya makan aja cilung dagangan karena tidak punya uang. Mudah-mudahan saya bisa sukses," kata Firman.
"Jangankan untuk bayar kampus, untuk makan besok pun hari ini saya mikir. Besok makan atau enggak. Tapi, prinsipnya, saya hanya ikhlas berusaha. Perihal hasil atau tidak, Allah swt yang menentukan. Tujuannya yang penting bisa cepat selesai kuliah dan bisa sukses," tambahnya.
Firman tak mengada-ada. Puluhan ribu rupiah yang berhasil dikumpulkannya harus dibagi untuk berbagai keperluan. Selain membiayai kuliah, ia juga berupaya melunasi utang ibunya di kampung halaman yang terjerat pinjaman rentenir.
"Awalnya katanya utang ibu saya Rp 30 juta. Tapi, ternyata hanya dikambinghitamkan. Utang ibu saya hanya Rp 8-12 jutaan. Insya Allah mau dicicil sama Firman," ucapnya.
Menarik Perhatian Berbagai Kalangan
Kisah Firman mulai menarik perhatian publik sejak ramai diperbincangkan awal tahun 2024. Salah satu pihak yang tergerak untuk membantu adalah Yayasan Panda (Penolong Janda dan Dhuafa) Kabupaten Garut.
Bantuan dari Panda menjadi berkah besar bagi Firman. Yayasan ini melunasi seluruh tunggakan dan biaya kuliahnya di Uniga hingga ia lulus dan diwisuda.
![]() |
Tak hanya Panda, rekan-rekan kampus yang terenyuh dengan perjuangan Firman juga sering membantunya. Mereka berbagi makanan dan membantu melunasi tunggakan kuliahnya.
"Semester 5 saya nunggak Rp 1,5 juta. Alhamdulillah ada teman yang baik dan mau kasih dana talang. Enggak apa-apa dibayarin dulu, asal Iman tetap kuliah katanya. Itu akan saya kembalikan juga, dicicil," ungkap Firman.
Menolak Mengemis dan Bertekad Menjadi Pengusaha
Dalam perbincangan melalui telepon dengan detikJabar, Firman mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantunya.
Meskipun hidup di bawah garis kemiskinan, ia menolak menyerah dan tidak ingin mengemis belas kasihan.
"Uang yang saya pinjam, akan saya kembalikan. Saya tidak mencari kasihan," tegasnya.
Firman berjanji akan membalas budi kepada mereka yang telah membantunya ketika sukses nanti. Setelah lulus, ia bertekad mencari peluang untuk menjadi pengusaha dan membebaskan keluarganya dari kemiskinan.
"Mudah-mudahan bisa menjadi pengusaha sukses. Saya tidak ingin menyusahkan orang lagi. Saya ingin menolong sesama," pungkasnya.
Saat ini, Firman masih tinggal di indekos bersama teman-temannya di Banyuresmi, Garut. Ia tak lagi berjualan cilung karena sepi peminat. Untuk menyambung hidup, kini ia berjualan barang secara daring bersama seorang temannya.
(yum/yum)