Seharusnya steril dari aktivitas manusia, Cagar Alam Sukawayana justru berubah fungsi menjadi pusat aktivitas ilegal. Bangunan-bangunan yang berdiri di dalam kawasan konservasi ini bukan sekadar warung kecil, tetapi berkembang menjadi kios, kos-kosan, bahkan tempat karaoke.
Kondisi ini dilihat langsung tim gabungan Polhut Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat (BBKSDA Jabar) dan Gakkum KLHK saat menyebar surat peringatan. Surat itu disebar kepada mereka yang mendirikan bangunan di kawasan Cagar Alam Sukawayana.
Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa Cagar Alam yang seharusnya menjadi wilayah perlindungan ekosistem, justru dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi ilegal. Padahal, aturan sudah jelas, tidak boleh ada aktivitas manusia di dalamnya, kecuali untuk kepentingan penelitian dan penyelidikan ilmiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kita belum jumlah, masih dalam proses pendataan, jumlahnya masih belum bisa disebutkan. Untuk fungsinya bermacam-macam, ada yang warung, kios, kos-kosan, karaoke, dan lain-lain," kata Yoga Sutisna, Polisi Hutan Balai Besar KSDA Jawa Barat, Selasa (4/2/2025).
Ironisnya, ada beberapa bangunan ini berdiri berdampingan dengan papan larangan yang jelas-jelas menyatakan bahwa kawasan tersebut tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Bahkan, ada laporan bahwa papan peringatan tersebut sengaja digeser agar aktivitas ilegal tetap bisa berjalan tanpa gangguan.
Fenomena ini terjadi bukan tanpa alasan. Setelah penertiban kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Sukawayana, sejumlah pedagang dan warga yang tergusur justru pindah ke Cagar Alam Sukawayana.
"Tidak bisa, jadi TWA itu sebetulnya lebih fleksibel karena bisa ada izin, cuma tentunya itu harus ada proses yang dilalui, tidak serta-merta izin keluar. Tidak bisa izinnya sembarangan, karena ini merupakan kawasan konservasi hutan negara. Sementara Cagar Alam aturannya lebih ketat. Kalau di TWA bisa ada izin wisata atau izin perusahaan pariwisata alam, di Cagar Alam itu sama sekali tidak boleh," tegas Yoga.
KSDA mengklaim sudah sering memberikan sosialisasi dan surat peringatan, tetapi bangunan ilegal tetap bermunculan.
"Ini sebenarnya untuk Cagar Alam, sosialisasi sudah sering. Sudah beberapa kali, karena kebetulan resort kami dekat, jadi sering sekali," kata Yoga.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa peringatan ini tidak pernah efektif. Jika benar pengawasan dilakukan secara ketat, mengapa Cagar Alam kini justru dipenuhi bangunan permanen yang berfungsi sebagai kos-kosan dan tempat hiburan?
Berdasarkan informasi dari warga, beberapa kali terjadi pohon tumbang di kawasan tersebut. Namun menurut Yoga, kondisi itu seharusnya dibiarkan alami tanpa ada campur tangan manusia.
"Untuk Cagar Alam, sebenarnya harusnya bersifat alami. Jadi tidak boleh ini itu, biarkan saja alami, tidak ada campur tangan manusia," kata Yoga.
Papan Larangan Dicopot
![]() |
Dalam proses penertiban, petugas menemukan kejanggalan di salah satu lokasi. Sebuah papan larangan yang sebelumnya dipasang oleh Kementerian Kehutanan justru dicopot dan dipindahkan posisinya.
Papan tersebut, yang berisi peringatan bahwa Cagar Alam tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, ditemukan dalam kondisi sudah berpindah dari lokasi awalnya.
Beramai-ramai petugas BBKSDA Jabar kemudian mengembalikan papan tersebut ke tempat semula, tepat di depan bangunan yang berdiri di kawasan Cagar Alam. Posisi aslinya berada di pinggir Jalan Raya Palabuhanratu - Banten atau di Jalan Raya Citepus.
Ketika surat peringatan dibagikan, beberapa warga tampak kaget dan khawatir. Mereka berharap peringatan ini tidak berujung pada pembongkaran paksa.
Namun, isi surat peringatan dari BBKSDA Jabar secara eksplisit meminta penerima surat untuk segera membongkar bangunan yang berdiri di dalam kawasan konservasi.
KSDA Wilayah I Bogor melakukan penertiban kawasan konservasi di Sukawayana - Karangnaya, Kecamatan Cikakak dan Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
(sya/dir)