Menyingkap Peran Etnis Tionghoa yang Terlupakan dalam Sejarah Indonesia

Menyingkap Peran Etnis Tionghoa yang Terlupakan dalam Sejarah Indonesia

Nur Khansa Ranawati - detikJabar
Rabu, 29 Jan 2025 11:30 WIB
Galeri Budaya Indonesia Tionghoa
Galeri Budaya Indonesia Tionghoa (Foto: Nur Khansa Ranawati)
Bandung -

Di Jalan Nana Rohana nomor 37 Kota Bandung, terdapat satu lantai bangunan yang menyimpan banyak fakta sejarah etnis Tionghoa di Indonesia. Tidak terlalu luas, namun cukup untuk menampung puluhan nama yang kisah besarnya tak banyak didengar.

Galeri Budaya Indonesia Tionghoa, demikian area tersebut dinamai. Area yang mulai dibangun pada 2011 ini diisi oleh beragam paparan mengenai profil-profil tokoh Tionghoa yang berperan penting dalam terbentuknya Republik Indonesia.

detikJabar berkesempatan menyambangi galeri yang berada di lantai dua klinik Prime tersebut, Selasa (29/1/2025). Galeri tersebut juga terletak bersebelahan dengan ruang kerja para volunteer Yayasan Dasa Sosial Priangan (YDSP).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Galeri Budaya Indonesia TionghoaGaleri Budaya Indonesia Tionghoa Foto: Nur Khansa Ranawati


Saat melangkahkan kaki masuk, terdapat papan besar yang menjelaskan cerita mengenai pendiri YDSP, yakni Lie Siong Sen pada 1976 beserta rekan-rekannya. Ia adalah sosok di balik berdirinya ruang duka gratis bagi warga Tionghoa hingga klinik umum Prime yang terbuka untuk masyarakat luas.

"Ya tempatnya memang kecil kan, belum layak lah disebut museum. Saya lebih suka menamainya galeri," ungkap Sugiri Kustedja, pengasuh galeri sekaligus juga pakar budaya Tionghoa ketika ditemui di lokasi.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, ada semangat besar yang melatari berdirinya galeri yang mulai eksis pada 2011 tersebut. Hal tersebut adalah upaya mengenalkan nama-nama tokoh etnis Tiongha yang jarang terlintas dalam pembahasan sejarah kemerdekaan Indonesia.

Beberapa di antaranya adalah pasangan suami-istri yang merupakan veteran, Wilojo (Oey Oh Liam) dan Siti Mariam Wilojo (Tan Tjin Nio), Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie Tjeng Joan asal Manado yang mendapat gelar Pahlawan Nasional hingga Liong Ki Se yang gugur di Depok melawan tentara Belanda.

Galeri Budaya Indonesia TionghoaGaleri Budaya Indonesia Tionghoa Foto: Nur Khansa Ranawati

Terdapat pula papan yang membahas tentang sejarah Djiaw Kie Siong, pemilik rumah di Rengasdengklok tempat menginapnya Soekarno dan Hatta yang diculik pemuda yang menjelang proklamasi. Rumah tersebut dipilh karena lokasinya yang sepi.

"Dia berani menyerempet bahaya seperti itu, padahal sangat bisa ditangkap Belanda. Itu membuktikan bahwa ia memiliki peran yang besar," ungkapnya.

Dari sekian banyak orang yang bertandang ke Galeri Budaya Indonesia Tionghoa, dia mengatakan, mayoritas mengaku baru pertama kali mendengar siginifikansi peranan etnis Tionghoa dalam kemerdekaan Indonesia.

Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh segregasi Tionghoa dari penduduk Indonesia lainnya secara sistematis pada zaman kolonial Belanda, yang terus berlanjut menjadi stigma hingga sebelum era reformasi muncul.

"Saya kelahiran 1947, generasi saya itu mengalami kondisi zaman Orde Baru yang serba dipersulit. Segala hal yang negatif ditimpakkan ke kita. Hingga terjadi juga penggelapan sejarah," ungkapnya.

Galeri Budaya Indonesia TionghoaSugiri Sutedja Foto: Nur Khansa Ranawati

Penggelapan yang dimaksud, dia mencontohkan, seperti penghilangan peran pemuda Tionghoa di Sumpah Pemuda. Etnis ini tak disebutkan berpatisipasi pada momen bersejarah tersebut.

"Pemuda-pemuda Tionghoa itu ada di zaman persiapan kemerdekaan, Di Sumpah Pemuda, di BPUPKI pun ada, itu kan perumusan UUD 1945 yang sangat penting," ungkapya.

Oleh karenanya, dia mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mengenalkan kembali kepada masyarakat luas peranan-peranan etnis Tionghoa dalam sejarah Indonesia. Tak hanya pejuang kemerdekaan, galeri tersebut juga memajang kisah-kisah Tionghoa yang berkiprah di sektor lainnya seperti olahraga, hiburan, kebudayaan, hingga perpolitikan.

"Mau tidak mau kita harus menjelaskan diri seperti ini, bahwa Tionghoa bukan sekedar 'binatang ekonomi' di Indonesia, bukan hanya mengurus dagang saja," ungkap dosen Universitas Maranatha dan Universitas Padjadjaran tersebut.

Galeri Budaya Indonesia TionghoaBangunan lima lantai yang akan dijadikan Galeri Budaya Indonesia Tionghoa. Saat ini bangunan tersebut sedang dibangun Foto: Nur Khansa Ranawati

Saat ini, Sugiri mengatakan, bangunan untuk museum yang lebih luas sedang dibangun. Tak tanggung-tanggung, bangunan tersebut memiliki tinggi 5 lantai.

Nantinya, seluruh benda yang ada di galeri akan diangkut ke sana. Termasuk juga kelas-kelas melukis kaligrafi hingga kelas Bahasa Mandarin gratis yang mulai berjalan sejak tiga tahun lalu itu.

"Kita sedang proses bikin gedung baru. Nanti semua ini dipindahkan ke sana, namanya Pusat Sejarah Budaya Indonesia Tiongkok. Lebih besar dan lengkap," katanya. Targetnya, di 2025 ini Pusat Budaya Indonesia-Tionghoa tersebut dapat beroperasi.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads