Petaka Cabut Gigi hingga Nyaris Mati

Kabar Internasional

Petaka Cabut Gigi hingga Nyaris Mati

Sarah Oktaviani Alam - detikJabar
Sabtu, 25 Jan 2025 01:30 WIB
Child having a dental examination
Ilustrasi (Foto: Istock)
Jakarta -

Mencabut gigi jadi salah satu langkah untuk mengatasi sakit gigi. Namun, prosedur pencabutan gigi harus dilakukan dengan hati-hati agar tak menimbulkan malapetaka.

Di Inggris, seorang wanita bernama Saira Malik nyaris meninggal dunia usai cabut gigi. Ibu tiga anak ini menjalani proses pencabutan gigi yang tak sesuai prosedur.

Kisah pahit itu berawal saat wanita asal London Barat tersebut mengalami sakit gigi pada tahun 2018. Saat itu, Saira diberitahu tak ada lubang di giginya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir detikHealth, wanita 54 tahun tersebut kemudian pergi ke dokter. Saat diperiksa, ternyata ada kerusakan pada gigi kanan atasnya dan disarankan untuk dicabut.

"Saat itu saya frustrasi dan akhirnya ke dokter gigi karena berpikir mereka tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang terjadi. Anda dibiarkan begitu saja, lalu tiba-tiba Anda pergi menemui dokter dan mereka berkata harus membuang gigi itu," beber Saira yang dikutip dari Mirror UK.

ADVERTISEMENT

Rasa sakit yang parah membuat Saira membuat janji darurat. Gigi geraham kanan atas yang jadi sumber itu pun dicabut namun keadaan semakin buruk.

Saira kembali lagi ke dokter gigi. Dokter lagi-lagi menyarankan Saira untuk melakukan pencabutan gigi lagi.

Dia kemudian diberi Valium untuk menenangkan sarafnya sebelum prosedur pencabutan dilakukan. Selama proses pencabutan itu, dia mendengar ada suara 'klik' diikuti pendarahan hebat dari mulut dan hidungnya.

"Saat mereka melakukan pencabutan, mereka menarik dan mendorong, tetapi gigi tidak keluar, lalu akhirnya saya mendengar suara 'klik' dan gigi benar-benar berdarah," jelasnya.

Pendarahan pun tak terhindarkan. Bahkan dia pingsan saking mengalami pendarahan hingga dilarikan ke rumah sakit.

Prosedur pencabutan gigi yang dilakukan Saira ternyata berujung pada tindakan lebih jauh lagi. Setelah terbaring enam hari di rumah sakit, dokter di sana menemukan jika sebagian besar tulang dicabut bersama gigi.

Saira kemudian diberi morfin dan menjalani operasi pengangkatan tulang dan mencabut gigi anastesi umum. Rekonstruksi pada rahangnya pun dilakukan.

Trauma tentu dirasakan Saira. Dia harus dioperasi, tak sadarkan diri hingga tak dapat makan berbulan-bulan. Selama tak makan, Saira hanya mengkonsumsi cairan melalui sedotan.

Dia juga sempat patah semangat. Tak ingin ada yang menderita sepertinya, Saira menghubungi Dental Law Partnership.

"Saya tidak ingin orang lain mengalami situasi yang saya alami. Sudah beberapa tahun berlalu dan saya masih trauma," ungkapnya.

Saira pun menerima kompesasi sekitar Rp 159 juta pada Mei 2024. Saira pun menganjurkan orang lain untuk tidak takut bertanya ke para profesional jika ingin menjalankan suatu prosedur kesehatan.

Meski demikian, pihak tempat praktik di mana Saira berobat tetap tidak setuju dengan pernyataan yang disampaikan.

"Kami ingin menegaskan bahwa kami tidak setuju dengan fakta yang disampaikan oleh Dental Law Partnership. Tetapi, kami tidak dapat memberikan rincian tentang perawatan dan penanganan pasien ini karena tugas profesional kami untuk melindungi kerahasiaan pasien kami," jelasnya.

"Klaim ini diselesaikan melalui penyelesaian di luar pengadilan, tanpa pengakuan tanggung jawab dari pihak kami. Kami bangga memberikan standar perawatan dan pengobatan tertinggi kepada semua pasien kami," katanya menambahkan.

Artikel ini sudah tayang di detikHealth




(sao/dir)


Hide Ads