Ratusan alumni Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung periode 2018-2023 sedang harap-harap cemas, pasalnya pihak kampus mengeluarkan keputusan membatalkan kelulusan para mahasiswa S1 itu.
Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Ketua Stikom Bandung bernomor 481/ Skep-0/ E/Stikom XII/ 2024 yang diteken pada 17 Desember 2024 lalu dan dikeluarkan setelah penilaian Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Berikut 7 fakta dalam kejadian ini:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
223 Ijazah Dibatalkan
Dampak dari kekisruhan ini, ada 233 ijazah lulusan S1 2018-2023 yang ditengarai maladministrasi. Mulai dari tes plagiasi yang melebihi batas, ketidaksesuaian nilai IPK di PDDIKTI, jumlah SKS yang kurang dari 144, hingga batas studi yang melebihi 7 tahun.
Imbasnya, 233 alumni itu harus mengembalikan ijazah ke Stikom Bandung untuk diganti ijazah baru. Namun dengan syarat mereka wajib mengikuti perbaikan kekeliruan untuk keperluan prosedur akademik.
Buat Alumni Was-was
Keputusan itu lalu membuat para alumni Stikom Bandung was-was. Salah seorang lulusan yang meminta namanya dirahasiakan mengaku khawatir jika jenjang pendidikan S2 yang sudah dia tempuh pada 2020 lalu ikut dibatalkan.
"Dampaknya Stikom mengeluarkan statement bahwa ijazah saya itu dibatalkan, tentunya dalam jenjang karier saya sudah melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu sudah kuliah S2 dan sudah menyelesaikannya di tahun 2020. Apabila ijazah S1 saya dibatalkan lulusannya otomatis ijazah S2 saya juga akan dibatalkan," katanya dikutip detikJabar dari CNN.
Ia menaruh harapan supaya masalah ini bisa segera diselesaikan. Bila perlu, masalah tersebut tidak sampai berdampak dan mengorbankan ijazah para alumni yang selama ini tidak tahu apa-apa.
"Saya pribadi masih berharap Stikom bisa menyelesaikan dengan baik kasus ini dan menyelamatkan kami semua, bukan berarti keputusan sepihak," tutur dia.
Alumni Merasa Dirugikan
Lulusan Stikom Bandung lain yang juga enggan disebutkan namanya turut khawatir atas keputusan pengelola almamaternya menarik ijazahnya. Sebab, ia mengklaim telah mengikuti segala peraturan dan prosedur yang berlaku untuk mendapatkan gelar sarjana itu.
"Kita udah kuliah ini itu semua ngikutin prosedur-prosedur kampus, tapi pada akhirnya kayak gini, padahal apakah ini ada kesalahan dari mahasiswa apa gimana?" ujar dia.
Penjelasan Stikom
Ketua Stikom Bandung Dedy Djamaluddin Malik mengatakan, pembatalan ijazah berawal dari kedatangan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) yang meneliti kelulusan dari 2018 hingga 2023. Setelah tim EKA dari kementerian melakukan monitoring, didapati sejumlah kejanggalan dalam proses penentuan kelulusan mahasiswa pada periode tersebut.
"Membatalkan 233 ijazah alumninya karena dinilai Tim EKA tidak sesuai prosedur akademik, seperti misalnya tes plagiasi-nya melebihi batas, ketidaksesuaian nilai IPK di PDDIKTI dengan Simak, jumlah SKS yang kurang dari 144 dan batas studi yang melebihi 7 tahun," kata Dedy saat, Rabu (15/1).
Dedy tidak menampik jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan di Stikom Bandung, salah satunya terdapat jual beli nilai. Tapi, kesalahan tersebut tidak sepenuhnya hanya menyudutkan pada pihak Kampus.
"Iya betul ada kekhilafan kita, tapi ada kontribusi dari mahasiswa," ujarnya.
Ijazah Akan Diganti dengan yang Baru
Deddy mengatakan Stikom Bandung bukan hanya membatalkan ijazah para lulusannya yang berjumlah 233 tersebut. Ia juga meminta ijazah tersebut untuk dikembalikan ke Stikom Bandung untuk digantikan dengan ijazah baru.
"Sedangkan ijazah baru akan diterbitkan Stikom Bandung apabila alumni mengembalikan ijazahnya dan bersedia memperbaiki kekeliruan prosedur akademik tersebut," tutur dia.
Disorot LLDIKTI
Kepala LLDIKTI Wilayah IV M Samsuri mengatakan, Stikom telah melakukan pelanggaran berat sehingga kementerian mengeluarkan kebijakan untuk menarik ijazah mahasiswanya.
Dia menyebut, Ada beberapa temuan atau indikasi hingga akhirnya Stikom dinilai melakukan pelanggaran berat.
"Ada indikasi perkuliahan tidak melalui proses pembelajaran, temuan (lain) ada indikasi pemberian nilai fiktif, manipulasi nilai, berat (pelanggaran) ketika tidak ada proses pembelajaran tapi diberikan ijazah dan masyarakat yang dirugikan itu," kata Samsuri, Jumat (17/1).
Samsuri mengungkapkan, prinsip dasar penyelenggaraan perguruan tinggi adalah budaya mutu di perguruan tinggi itu harus terjadi. Pihaknya juga menekankan, bagaimana tata kelola data perguruan tinggi terutama data mahasiswa terekam dengan baik termasuk data pembelajaran, untuk membangun kualitas perguruan tinggi itu sendiri, sehingga tidak merugikan mahasiswa.
"Secara eksternal penjaminan mutu dikenal dengan akreditasi, penyelenggaraan pendidikan tinggi jadi bagian untuk memfasilitasi dan memotret aduan masyarakat dan permintaan pelayanan termasuk LLDIKTI dan kementerian lakukan evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap aspek dan pengaduan masyarakat, serta audit dari lembaga yang memiliki kewenangan audit, sehingga proses evaluasi kinerja dilakukan dalam rangka menyayangi masyarakat dan perguruan tinggi tersebut supaya terus lakukan perbaikan, jika tidak mau lakukan perbaikan pemerintah menutup perguruan tinggi yang tidak taat asas dan peraturan," jelasnya.
Stikom Sudah Diberi Sanksi
Saat ini kementerian sudah memberikan sanksi administrasi agar pihak perguruan tinggi memperbaiki kesalahannya.
"Ketika ada hal-hal (pelanggaran) yang ditemukan dalam konteks evaluasi kinerja maka tanggung jawab penuh ada di perguruan tinggi," tambahnya.
Meski begitu, Samsuri menyebut, Stikom saat ini telah melakukan perbaikan tata kelola. Upaya perbaikan yang dilakukan Stikom nantinya akan dievaluasi.
"Stikom melakukan perbaikan dengan baik seperti perbaikan tata kelola dan penguatan sistem penjaminan mutu tentu tidak dicabut, mungkin tim evaluator akan lihat hasil evaluasinya, kalau masih ada evaluasi lagi akan diturunkan sanksinya misal dari berat ke ringan. Saya lihat stikom mulai ada perbaikan," pungkasnya.
(wip/orb)