Throwback: Ritual Salat Menghadap ke Laut Selatan

Kabupaten Garut

Throwback: Ritual Salat Menghadap ke Laut Selatan

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 13 Jan 2025 08:00 WIB
Suasana di Pantai Pangandaran
Ilustrasi Pantai Pangandaran. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Aliran sesat dan menyimpang juga tak luput di Pangandaran, Jawa Barat (Jabar). Di daerah ini, ada kelompok yang kemudian menyebarkan ajaran supaya salat menghadap ke laut selatan.

Meskipun memang, penelusuran kelompok ini masih begitu minim untuk diungkap ke permukaan. Hanya ada informasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut sekte ini muncul pada 2007 silam.

Informasi tersebut saat itu disampaikan Sekretaris MUI Jabar Raffani Achyar pada Februari 2016. Dalam wawancaranya kala itu, Raffani mengatakan, di waktu tertentu, kelompok ini akan melakukan salat dengan menghadap ke laut selatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka salatnya menghadap ke laut (selatan). Tapi itu hanya malam-malam tertentu," ujar Rafani Achyar.

Yang membuat aliran ini sulit ditangani, karena jumlahnya hanya belasan orang. Kemudian jika pada hari biasanya, mereka beribadah sebagaimana umat Muslim pada umumnya.

ADVERTISEMENT

"Aliran itu sempat diatasi oleh MUI Ciamis karena waktu itu Pangandaran masih masuk daerah Ciamis, belum menjadi daerah sendiri seperti sekarang," ungkapnya pada kala itu.

Karena jumlah pengikutnya yang hanya bisa dihitung jari, keberadaan aliran ini tidak sampai meluas di lingkungan warga sekitar. Kemudian, eksistensinya juga begitu samar ketika hendak dilakukan penelusuran.

Aliran sesat ini ternyata sempat menghilang cukup lama. Tapi kemudian, kelompoknya muncul kembali melakukan ritual. MUI pun pada masa itu kesulitan untuk mengorek informasi karena mereka sulit untuk dimintai penjelasan.

Akhirnya, MUI memutuskan untuk tetap membiarkan kelompok di Pangandaran ini. Tapi, keberadaan mereka terus dipantau untuk mewaspadai potensi warga sekitar yang terjebak masuk aliran sesat.

Sementara itu, secara umum, menurut data yang dicatat Majelis Ulama Indonesia (MUI), jumlah aliran sesat di Jabar mencapai 22, seperti Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyah, Agama Salamullah/lia Eden, Aliran Surga Eden, Islam Jamaah, Milah Ibrahim, Hidup Dibalik Hidup (HDH), Kutub Robani, Al Qur'an Suci, Amanat Keagungan Ilahi (AKI).

Selanjutnya ada Islam Hanif, Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah, Ajaran Khawarik Tasawuf, Ajaran Pajajaran Siliwangi Panjalu, Thoriqoh Attijaniyah, Pengajian Cecep Solihin, Aliran Sapta Darma, Agama Sunda Wiwitan, Gerakan Fajar Nusantara, Abdul Mujib, Islam Bajat dan Baity Jannaty.

Dari jumlah itu, 10 di antaranya telah dinyatakan sesat melalui fatwa MUI dan lainnya. Meski dalam catatan hanya berjumlah 22, namun kenyataannya aliran sesat di Jawa Barat mencapai ratusan jumlahnya.

"144 (totalnya), cuma itu ada yang baru ditemukan kemudian menghilang," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar, Jumat (10/1/2025).

Rafani menjelaskan, Jawa Barat seolah menjadi ladang subur bagi kemunculan aliran-aliran menyimpang. Menurut dia, fenomena munculnya aliran sesat tak hanya bersifat temporer, tetapi juga memiliki pola unik.

"Di Jawa Barat ini kan seperti tanah subur ya, untuk terjadinya aliran sesat atau menyimpang. Jadi kadang-kadang sekarang muncul kemudian diatasi hilang, tapi tidak lama lagi nanti muncul di tempat lain," ungkapnya.

"Kadang seperti metamorfosis, muncul hari ini dengan bentuknya begini, nanti muncul lagi tempat lain namanya berbeda tapi pahamnya masih mirip-mirip, karakteristiknya seperti itu aliran sesat di Jawa Barat," tegasnya.

Dalam asumsinya, Rafani menyebut ada skenario tertentu di balik kemunculan aliran-aliran tersebut. Dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, dia menduga Jawa Barat menjadi medan perebutan ideologi oleh kelompok tertentu.

"Kami juga bertanya-tanya, seperti ada tangan tak terlihat yang mendesain secara halus memunculkan aliran-aliran ini. Mungkin karena jumlah penduduknya besar, umat Islam mayoritas, dan semua agama serta aliran ada. Jadi, daerah ini dianggap strategis," jelasnya.

(bba/orb)


Hide Ads