Cerita Sadili Kesulitan Cari Penggarap Sawah di Pangandaran

Regenerasi Petani di Priangan Timur

Cerita Sadili Kesulitan Cari Penggarap Sawah di Pangandaran

Aldi Nur Fadilah - detikJabar
Sabtu, 11 Jan 2025 19:00 WIB
Musim hujan telah tiba, petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Pangandaran turun ke sawah. Mereka berharap musim tanam perdana tahun 2020 ini berjalan lancar.
Petani di Pangandaran (Foto: Faizal Amiruddin)
Pangandaran -

Siang itu terik matahari menusuk tajam ke kulit-kulit petani. Sadili (50) petani di Desa Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran bergegas angkat kaki untuk membersihkan diri.

Suara adzan itu memberhentikan aktivitas menanam padi atau tandur di sawah Karangbenda. Hampir semua penggarap menyelesaikan kegiatan bertaninya saat pukul 12.00 WIB siang.

Mereka yang menjadi buruh tani telah usai melaksanakan tugasnya. Sambil membereskan peralatan menanam mereka segera mendapatkan upah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upah yang mereka terima seringkali disebut sabedugeun atau satu kali kerja dalam satu kali tandur. Harga yang diterima cukup beragam, untuk tandur per orangnya bisa menerima Rp 50.000-70.000.

Harga tersebut disebutkan sudah menjadi standarisasi upah yang diterima sekali bekerja menanam padi sampai pukul 12.00 WIB siang (waktu dzuhur). Sementara itu, untuk full sehari kerja Rp 100.000/orang.

ADVERTISEMENT

"Kalau hitungannya itu kan ada per hari dan setengah hari. Kalau tandur mah setengah hari," ucap Sadili (50) petani di Karangbenda saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (7/1/2025).

Menurutnya, para buruh tani itu saat ini cukup sulit untuk dicari karena sudah mulai banyak yang beralih ke pekerjaan lain. "Sekarang masih ada cuman tinggal ibu-ibu ataupun yang tua kalau bapak-bapak," katanya.

Ia mengatakan bahkan saat ini pun kadang-kadang digarap sendiri karena sulitnya mencari buruh tani. "Sudah lama juga sih kadang dikerjain sendiri saja," ujarnya.

Dia menambahkan, ada dua momen menggarap sawah yang perlu bantuan buruh tani, saat tandur dan panen.

"Kalau yang perlu butuh buruh tani itu saat momen tandur dan panen. Karena kan kerjaannya lumayan kalau sendiri susah. Nah Kalau tandur mah masih bisa sendiri, cuman capek," ungkapnya.

Kakek satu cucu itu mengaku saat ini memiliki 7 hektare sawah yang digarap bersama anaknya. "Alhamdulillah punya 7 hektare sawah yang dulu sejak lama digarap sama anak," katanya.

Sementara itu, untuk satu hektar sawah biasanya Sadili mengaku membutuhkan 10 orang buruh tani dalam sehari. "Sehari itu membutuhkan 10 orang petani penggarap, biasanya bertahap juga," ucapnya.

Sadili mengatakan untuk sekali panen padi mendapatkan 80 karung. "Cuman itu tentatif juga kadang lebih atau kurang," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana di Dinas Pertanian Kabupaten Pangandaran, Restu Gumilar mengatakan, profesi petani di Pangandaran memang saat ini mulai berkurang. Bahkan, kata dia, orang yang punya garapan sawah di wilayah Parigi, mereka meminta bantuan garapan kepada kecamatan sebelah.

"Ya gitu, misalkan saya punya sawah di Parigi, untuk membantu menggarap meminta ke daerah lain beda kecamatan untuk petaninya. Sekarang sudah gitu," ucapnya.

Padahal, menurut dia, permintaan tanah garapan sawah di Pangandaran cukup banyak. Tetapi tak banyak yang bisa menggarap semuanya. "Yah yang menggarapnya sedikit," katanya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads