Kawasan Monumen Perjuangan (Monju) Kota Bandung, seperti biasa menjadi tempat yang ramai saat akhir pekan. Berbagai macam pedagang saling bersautan menjajakan barang dagangannya kepada setiap orang yang datang ke sana.
Namun tak banyak yang tahu, sebelum Monju menjadi tempat yang padat saat akhir pekan seperti sekarang, para pedagang awalnya menempati sepanjang Jalan Diponegoro, tepatnya di depan kawasan Gedung Sate. Hingga kemudian, sekitar tahun 2014-an, ribuan pedagang itu akhirnya direlokasi ke sekitaran Monju.
Rupanya, sebelum relokasi itu dilakukan, ada sejumlah pedagang yang telah sadar jika tempat yang lama sudah tidak bisa digunakan sebagai lokasi menggantungkan mata pencaharian. Salah satunya adalah Iwan, seorang pedagang asal Garut yang kini berjualan cimol di sekitaran Monju Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu sebelum dipindahin, saya sama beberapa pedagang udah milih dagangnya di sini aja. Soalnya udah enggak memungkinkan, a, waktu itu dipake buat jualan. Buat orang jalan aja susah saking numpuknya," kata Iwan saat mengawali perbincangannya dengan detikJabar, Minggu (5/1/2025).
Pilihan Iwan ternyata tak sia-sia. Meski di awal dia harus rela kehilangan pelanggan setia, tapi setelah relokasi pedagang dilakukan, dagangannya juga perlahan mulai laris kembali diburu orang-orang yang berdatangan.
Di masa rintisan sebelum Monju Bandung ramai seperti sekarang, Iwan mengaku hanya bisa mengandalkan para pegawai Telkom yang biasanya kerap memborong dagangannya ketika jam makan siang. Tapi, kondisi itu tidak datang setiap hari, apalagi jika mengharapkan dagangannya laku ketika akhir pekan.
"Karena pas awal ngerintis di sini masih sepi, jarang orang yang mau datang. Paling yang olahraga doang, sisanya mah pada ngumpul di Gasibu, a," ujar pria yang berusia sekitar 40 tahunan tersebut.
Akhirnya, ketika relokasi dilakukan, Iwan terbilang tidak begitu repot mencari tempat strategis untuk menjajakan barang dagangannya. Sejak saat itu, pertigaan Jalan Wirayuda Barat - Jalan Japati, menjadi tempat Iwan untuk mencari pundi-pundi rupiah.
Bicara soal dunia dagang, ternyata bukan sesuatu yang asing bagi Iwan. Sebab, dia mulai belajar menggeluti usaha tersebut ketika keluarganya dari Garut memutuskan untuk pindah ke Bandung sekitar tahun 1982.
Mendiang orang tua Iwan dulunya juga merupakan pedagang. Iwan yang saat itu masih kelas 2 SD, kemudian mulai dikenalkan kepada dunia dagang yang akhirnya menjadi mata pencahariannya hingga sekarang.
"Yang paling keinget pas pindah ke Bandung itu pas Gunung Galunggung meletus. Debunya kan sampe ke sini. Terus tahu dari orang tua soal Gunung Galunggung setelah baca beritanya di koran," kenang Iwan dalam perbincangannya dengan detikJabar.
![]() |
Meski ikut belajar berdagang, Iwan kecil tidak melupakan dunia pendidikannya. Ia pun menamatkan sekolah dasarnya, meski pada saat itu tidak meneruskan ke bangku SMP karena beberapa pertimbangan, termasuk masalah biaya.
Akhirnya, Iwan yang saat itu masih berusia belia, memutuskan untuk serius menekuni dunia usaha. Apa saja ia lakoni mulai dari berjualan pakaian, hingga menjual pepaya di pasar, asalkan saat itu bisa mendapatkan uang.
Setelah itu, perlahan, Iwan memiliki pekerjaan yang terbilang tetap secara penghasilan. Dia memutuskan untuk menjadi sopir angkot jurusan Ciroyom-Cicaheum, yang pada waktu itu ongkosnya masih berkisar Rp 200-500 perak.
"Sempet agak lama jadi sopir angkot dulu, ngerasain pengalaman di jalan lah pokoknya mah. Setoran juga waktu itu saya masih inget cuma Rp 15 ribu doang, Alhamdulillah," ungkapnya.
Bertahun-tahun menekuni pekerjaan sopir angkot, Iwan akhirnya memilih kembali berdagang. Dengan modal sendiri, dia kemudian membuka dagangan seperti kue pukis hingga donat.
Awal tahun 2000-an, Iwan pun mempersunting istrinya yang juga berasal dari Garut. Iwan kini dikaruniai seorang putra yang sudah menamatkan bangku SMA pada tahun lalu.
"Sekarang murangkalih niatnya mah pengin kuliah. Tapi dia enggak mau kuliahnya ke Bandung, mau di sana aja katanya. Soalnya temen-temen sekolahnya banyak yang di sana," tutur Iwan.
Dagangan kue pukis dan donat sudah Iwan serahkan seluruhnya kepada sang istri. Sementara sekarang, Iwan mencoba melebarkan bisnis dagangannya dengan membuka jualan cimol di Monju Bandung sekitar 15 tahun silam.
Iwan memang tak mau membocorkan berapa pendapatannya dari berdagang. Sebab menurutnya, urusan rezeki sudah diatur Tuhan Yang Maha Kuasa dan dia hanya tinggal berserah diri setelah menjalankan usaha ini.
"Karena yang penting mah disyukuri aja, a, mau berapapun dapet uangnya. Intinya mah buat keluarga udah cukup dan ada sedikit-sedikit buat ditabung, Alhamdulillah," tutup Iwan mengakhiri perbincangan dengan detikJabar.
(ral/yum)