Akhir Kasus Santri di Cililin Dianiaya Usai Dituduh Mencuri

Kabupaten Bandung Barat

Akhir Kasus Santri di Cililin Dianiaya Usai Dituduh Mencuri

Whisnu Pradana - detikJabar
Rabu, 11 Des 2024 16:58 WIB
Ilustrasi Penganiayaan
Ilustrasi penganiayaan (Foto: istimewa)
Bandung -

Kasus dugaan penganiayaan seorang santri asal Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB) oleh pengurus pesantren tempatnya menimba ilmu mencapai babak akhir.

Kedua pihak yang berseteru sepakat untuk menempuh jalur damai. Sebelumnya pihak keluarga korban atas nama YRH (14), yang dianiaya melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Cililin.

Kuasa hukum keluarga korban YRH, M Reza Anugrah mengatakan pihak keluarga akhirnya mau berdamai dengan pihak ponpes setelah beberapa kali melakukan mediasi.

"Perkara klien kami, sudah diselesaikan secara musyawarah. Pihak ponpes dan keluarga telah membuat pernyataan sepakat untuk berdamai dan akan mencabut laporan polisi secepatnya," kata Reza saat dihubungi, Rabu (11/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Reza mengatakan perdamaian tersebut tercapai lantaran ada pengakuan dari pihak ponpes bahwa tuduhan pencurian yang dialamatkan pada korban tidak berdasar. Serta perbuatan yang dilakukan mengenai penganiayaan tersebut benar dilakukan, namun bukan oleh pimpinan ponpes

"Pelaku merupakan sesama santri, sudah meminta maaf secara langsung kepada orangtua korban. Kemudian pimpinan ponpes juga meminta maaf secara langsung kepada keluarga dan pelaku atas kasus tersebut, tapi bukan pimpinan ponpes yang melakukan pemukulan," kata Reza," kata Reza.

ADVERTISEMENT

Ia menyebut pihak keluarga pelaku selanjutnya bersedia mengobati anak korban ke psikolog sampai dengan sembuh lantaran korban mengalami trauma atas penganiayaan dan tuduhan yang diberikan.

"Untuk pengobatan, itu ditanggung pihak keluarga pelaku. Setelah itu pihak ponpes mau bertanggungjawab atas tindakan tersebut atas dasar kesediaan diri tanpa paksaan dari pihak manapun," ujar Reza.

Selepas perdamaian ini, keluarga memutuskan untuk mengeluarkan anak korban dari ponpes tersebut dengan pertimbangan kondisi korban.

"Untuk anak melalui pertimbangan keluarga tidak lagi di pondok pesantrenkan disana, perlu diketahui juga bahwa ponpes ini dengan sekolahnya terpisah dan untuk sekolahnya di MTs masih tetap bersekolah setelah keadaan psikis korban dinyatakan oleh psikolog sudah siap kembali ke masyarakat," kata Reza.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads