Saat perubahan demografi dan gaya hidup, kesepian menjadi isu yang semakin mencuat di kalangan anak muda di China. Salah satu bentuk krisis ini terlihat dari tren companion chat atau obrolan teman yang ramai diunggah di media sosial Xiaohongshu. Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak orang bersedia membeli atau menjual jasa sekadar untuk mengobrol secara virtual beberapa menit saja.
"Apakah ada yang bisa diajak ngobrol? Saya akan membayar berapa saja," demikian bunyi salah satu unggahan dengan tagar tersebut seperti dilansir detikHealth.
Unggahan seperti ini dengan cepat menarik perhatian, menghasilkan lusinan balasan dari orang-orang yang menawarkan jasa pertemanan mereka. Hal ini mencerminkan keinginan kuat untuk mengusir rasa kesepian, bahkan dengan membayar sejumlah uang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring meningkatnya jumlah individu yang melajang, beberapa orang lebih memilih mengobrol atau bermain peran (role-play) dengan orang asing secara virtual. Situasi ini membuka peluang bisnis di bidang pertemanan virtual, termasuk jasa berbasis kecerdasan buatan (AI) hingga pertemuan langsung dengan cosplayer.
"Ekonomi pertemanan yang berkembang pesat ini merupakan respons terhadap perubahan demografi di China," kata seorang profesor dalam studi China dan Asia di Universitas New South Wales, dan penulis Love and Marriage in Globalizing China, Wang Pan.
"China menjadi semakin sepi, sehingga orang-orang memiliki keinginan yang kuat untuk cinta, keintiman, dan kedekatan. Hal ini menciptakan ruang bagi pertumbuhan bisnis (pertemanan) yang sangat menguntungkan," sambungnya yang dikutip dari The Star.
Li Shuying, seorang mahasiswa berusia 18 tahun menjadi salah satu penyedia jasa pertemanan di media sosial. Wanita itu memasang iklan di Xiaohongshu bersedia memberikan jasa untuk obrolan semacam itu.
"Saya hanya ingin mendapatkan uang. Saya pikir, ini adalah pekerjaan termuda dan paling tidak merepotkan di luar sana," tuturnya.
Di Xiaohongshu, pengguna yang menawarkan jasa obrolan teman ini biasanya mematok biaya mulai dari 8 yuan (17 ribu rupiah) hingga 50 yuan (109 ribu rupiah) selama 30 menit. Dengan waktu luang yang dimilikinya, Li biasanya memasang harga yang masih relatif murah.
Selama mengobrol, ia menerima berbagai pertanyaan yang sebagian besar laki-laki. Namun, Li juga kerap mengobrol dengan anak perempuan seusianya yang ingin melampiaskan rasa frustrasinya terhadap teman-teman di kelasnya.
"Banyak dari obrolan tersebut mengandung nuansa yang romantis. Tetapi, beberapa di antaranya ada juga yang hanya mencari teman untuk bersahabat," ungkap Li.
Segmen lainnya yang juga menguntungkan dari bisnis pertemanan ini adalah video game otome. Permainan tersebut menawarkan pengalaman interaktif dan berbasis cerita, di mana pemain berperan sebagai protagonis yang menjalani hubungan romantis.
Menurut laporan Sinolink Securities, pemain sering mengembangkan keterikatan emosional dengan karakter dalam game, bahkan merasa hubungan virtual ini lebih berarti dibandingkan relasi di dunia nyata. Chatbot berbasis AI dengan kepribadian yang dapat disesuaikan juga menjadi alternatif populer.
Melalui teknologi ini, anak muda dapat menciptakan hubungan yang sesuai dengan fantasi mereka. "Melalui teknologi digital ini, mereka dapat membenamkan diri dalam fantasi yang mereka bayangkan dan senang menjalin hubungan dengan karakter-karakter ini," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini.
(iqk/iqk)