Seorang pria yang usianya tidak muda lagi nampak sibuk memilah buah, sayuran, nasi hingga makanan basi di Rumah Maggot yang ada di Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung.
Sampah organik itu digunakan sebagai pakan maggot. Sebelum diberikan ke maggot, sampah organik itu harus dipisahkan dari plastik yang membungkus sampah tersebut.
Usai dipilah dan dikategorikan sebagai sampah organik, pria itu langsung memasukkan sampah itu ke sejumlah ember. Kemudian, ember berisi sampah diserahkan ke petugas lain untuk dilakukan penumbukan. Setelah ditumbuk hingga menyerupai bubur, bubur sampah organik itu diserahkan ke petugas lain yang memiliki tugas memberi makan maggot.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bubur maggot itu dimasukkan ke bak-bak plastik yang tersimpan di sejumlah rak almunium. Waktu pagi dan sore merupakan waktu tepat untuk memberi makan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF).
Pengelolaan sampah organik dengan maggotisasi dinilai efektif karena sampah yang ada di 3 RW di Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, seberat 3-4 kuintal biasa diolah untuk pakan maggot.
"Sampah organik yang masuk ke tempat ini 3-4 kuintal. Dipilah lagi, karena masih ada anorganiknya kayak plastiknya, sampah ini berasal dari tiga RW," kata Koordinator Rumah Maggot Kelurahan Mengger Asep Kartiman kepada detikJabar, Selasa (5/12/2024).
Sebanyak 3-4 kuintal sampah organik ini disalurkan petugas pengangkut sampah ke Rumah Maggot Kelurahan Mengger dalam satu kali pengiriman. Saban minggu, petugas melakukan pengiriman sebanyak tiga kali. Artinya. Rumah Maggot menerima sekitar 12 kuintal sampah per pekannya.
Menurut Asep, Rumah Maggot Kelurahan Mengger ini sudah ada sejak Januari 2024. Di rumah maggot ini ada 16 rak yang dapat menghasilkan 1-2 kuintal maggot per bulannya.
"Per bulan 1-2 kuintal, maggotnya dijual lagi ke pengepul, per kilonya Rp 4 ribu. Maggot ini bisa digunakan untuk pakan ayam, pakan lele dan lainnya," ungkapnya.
Menurut Asep, pengelolaan sampah organik dengan maggotisasi efektif mengurangi pembuangan sampah ke TPA Sarimukti. "Ya efektif, organik kita bikin bubur dan dikasih untuk pakan maggot, mengurangi pembuangan sampah ke Sarimukti," ujarnya.
Asep menambahkan jika pihaknya kini membutuhkan mesin pencacah yang besar. Pasalnya produksi sampah organik dari warga semakin meningkat.
"Kita butuhkan mesin pencacah, di sini sudah ada, tapi kurang maksimal, kita butuhkan mesin pencacah yang besar agar bisa bekerja maksimal. Butuh yang gede karena sampahnya juga gede. Biasanya 1-2 kuintal, sekarang bisa 3-4 kuintal," pungkasnya
(wip/sud)