Masing-masing jemari milik dari narapidana yang berada di Lapas Kelas II B Sumedang begitu terlihat lihai. Rupanya, mereka menghabiskan waktu di dalam penjara dengan menghasilkan berbagai macam karya dari tangan.
Salah satu karya dibuat para narapidana kali ini yaitu serabut kelapa yang disulap menjadi lembaran seperti atap tenda yang diperuntukan di objek wisata outdoor. Menariknya karya yang dihasilkan ini dilakukan dengan metode rajut.
Saat disambangi detikJabar belum lama ini, para narapidana terlihat fokus menggerakkan jemarinya untuk merajut. Mereka tak ingin hasil rajutannya tersebut salah sedikitpun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut salah satu warga binaan, saat pengerjaan berlangsung tidak mendapatkan sedikitpun kesulitan yang begitu besar. Sebab sebelum mengikuti rajutan ini dirinya mendapatkan pelatihan maupun arahan terlebih dahulu dari petugas yang berada di Lapas Sumedang.
"Sebelumnya saya memang tidak bisa merajut tapi di sini diberikan pembinaan dan pembelajaran skill dari petugas allhamdulilah sekarang berjalan dengan lancar bisa dibuat tanpa ada kesulitan," ujar narapidana saat berbincang bersama dengan detikJabar belum lama ini.
Dalam sehari, dirinya mengaku dapat menghasilkan tiga lembar rajutan dengan ukuran rata-rata 3x3. Pembuatan tersebut ia mulai sejak pagi hari hingga sore hari dalam setiap harinya.
"Membuat ini sehari bisa bikin sampai tiga rajutan, soalnya untuk satu kelompok kan itu ada tiga orang. Sehari kita mulai dari jam 9 pagi sampai dengan sore hari jam 4 rata-rata bisa sampai dua atau tiga," katanya.
![]() |
Narapidana yang baru saja divonis 2 tahun penjara pada kasus penadah barang hasil curian tersebut pun mengaku merasa terbantu dengan adanya aktivitas positif saat ini. Sebab, selain mendapatkan aktivitas dirinya juga bisa mendapatkan ilmu yang nantinya bisa dimanfaatkan saat sudah keluar dari dalam penjara.
"Allhamdulilah khususnya bagi kami warga binaan kesehariannya pun selalu ada kegiatan jadi tidak terlalu fokus dengan kegiatan yang itu-itu saja, allhamdulilah adanya rajutan ini saya merasa terbantu dengan menambahkan skill cara merajut yang tadinya saya tidak tahu terus saya banyak belajar dari petugas-petugas yang ada di sini," kata dia.
"Waktunya pun jadi tidak terasa kita sambil menganyam dan merajut kita juga bisa bersilaturahmi dengan rekan-rekan yang lain," ucapnya.
Sementara itu, Kalapas Sumedang Ratri Handoyo Eko Saputro mengungkap, aktivitas yang diberikan dari Lapas Sumedang kepada warga binaan merupakan salah satu kegiatan kemandirian. Adanya kegiatan ini merupakan buah hasil kerjasama antara lapas dengan perusahaan pemilik bahan baku serabut kelapa.
"Untuk kegiatan kemandirian yang dilaksanakan di Lapas Kelas II B Sumedang ini anak-anak diberikan kegiatan atau pelatihan rajut dari serabut kelapa, allhamdulilah kita bekerjasama dengan PT Agri Lestari Garut untuk bisa membina anak-anak kami di Lapas Kelas II B Sumedang untuk memberikan kesempatan kerja membuat rajutan dari serabut kelapa," ungkap Ratri di lokasi yang sama.
Ratri menjelaskan, terdapat 30 narapidana yang dilibatkan untuk membuat rajutan tersebut. Bahkan, saat ini, lanjut dia narapidana ditargetkan membuat 640 lembar dalam kurun waktu yang sebentar karena rencananya barang tersebut akan diekspor ke negara Belgia.
"Saat ini diikuti oleh 30 peserta untuk melaksanakan rajut kelapa ini dan insyallah dari hasil kegiatan ini kita sudah bekerjasama dengan pihak perusahaan tersebut untuk kita ditarget melaksanakan ekspor barang ini ke negara Belgia. Dari perusahaan kita ditarget untuk 640 pics yang diberangkatkan dari Sumedang untuk ekspor ke Belgia," jelasnya.
Diungkapkan Ratri, hasil rajutan dari para narapidana tersebut sedikit menghasilkan cuan yang terbilang cukup bagi narapidana. Dalam per meternya, pihak perusahaan membayar dengan angka yang variatif dari Rp 2 ribu sampai dengan Rp 3 ribu. Pembayarannya sendiri pun langsung masuk ke dalam kantong rekening dari masing-masing narapidana.
"Jadi dari perusahaan langsung mengirim ke masing-masing masuk karena kita pakai Brizzi. Jadi mereka sebelum bekerja diarahkan dulu untuk membuat rekening Brizzi jadi itu honor langsung masuk ke mereka jadi teman-teman di sini bisa menghasilkan uang langsung tanpa membebani lagi dari keluarganya masing-masing," ungkapnya.
"Dengan usaha mereka sendiri di dalam Lapas itu juga bisa menghasilkan uang sendiri dan hasilnya juga untuk mereka ya allhamdulilah lah cukup jika hanya misalnya membeli sabun cuci, kopi, rokok, Indomie dan lain sebagainya jadi tidak perlu lagi merepotkan keluarganya untuk meminta belum tentu keluarganya mereka yang ada di luar mempunyai uang," sambungnya.
Selain itu, Ratri menuturkan bahwa kegiatan ini sebagai upaya pembekalan bagi para narapidana jika nanti telah bebas dari penjara. Nantinya juga, narapidana dapat melanjutkan bekerja di rumah jika ingin terus melanjutkan merajut serabut kelapa tersebut.
"Dan yang paling penting juga teman-teman ini jika nanti sudah bebas mereka juga diberikan kesempatan mengikuti kegiatan yang seperti ini di rumah. Jadi nanti mereka minta bahannya kita kirim bahannya dan jika sudah selesai mereka sudah mendapatkan banyak hasilnya bisa kembali kirim ke lapas atau juga bisa langsung dibayar oleh perusahaan," pungkasnya.
Hasilkan Alat Pendeteksi Gempa
Kegiatan positif juga bukan hanya diberikan Lapas Sumedang terhadap narapidana laki-laki. Narapidana wanita pun telah membuat karya inovatif lainnya. Karya tersebut yakni kerajinan tangan alat pendeteksi gempa.
![]() |
Menurut Kalapas Sumedang Ratri, inovasi ini dibuat berawal dengan munculnya isu bahwa pulau Jawa akan terjadi gempa Megatrust. Sehingga buah hasil pemikiran dari petugas bersama dengan warga binaan membuat sebuah rajutan yang di bawahnya disimpan dengan lonceng. Jadi, kata dia, jika terjadi gempa terdapat suara lonceng yang dihasilkan dari getaran gempa.
"Ini merupakan hasil ide dari petugas kami yang membuat kerajinan alat deteksi gempa. Awalnya karena ada isu-isu kalau pulau Jawa mau terjadi gempa Megatrust itu kami juga punya ide bagaimana kita kalau secara awam kan kalau kita hanya melihat lampu tidak bisa ketahuan telah terjadi gempa atau tidak, nah misalkan pakai alat itu seperti ada loncengnya kita simpan di atas jika terjadi goyangan alat itu langsung bunyi pasti itu terjadi gempa," ungkapnya.
Hadirnya alat tersebut diharapkan Ratri dapat menjadi salah satu mitigasi bencana gempa di dalam lapas, selain juga berkoordinasi dan pelatihan oleh BPBD Sumedang serta Damkar.
"Untuk gempa terakhir saja di sini di dalam lapas terasa kita lumayan panik juga jadi idenya ya dari situ juga awalnya. Bukan cuman itu kita juga diberikan pelatihan langsung oleh BPBD maupun Damkar baiknya seperti apa jika sedang terjadi gempa atau jalur evakuasinya bagaimana," tutur Ratri.
(dir/dir)