Pada tahun 2014, para ilmuwan dari Oregon State University pertama kali mendeteksi suara aneh yang berasal dari kedalaman Laut Pasifik Barat. Suara ini menjadi misteri selama bertahun-tahun, hingga membuat para ilmuwan bingung mengenai sumbernya.
Dua tahun setelahnya, para ilmuwan mulai menduga bahwa suara itu mungkin berasal dari paus balin. Namun, hipotesis ini akhirnya ditolak pada tahun 2018 ketika tim ilmuwan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melakukan survei mamalia laut di Kepulauan Mariana.
Asal-usul Suara
Dilansir detikEdu, NOAA telah melakukan penelitian di laut selama lebih dari dua dekade. Salah satu peran mereka adalah memasang perangkat perekam di lepas pantai California untuk memantau suara berbagai spesies laut. Menyusul laporan suara misterius ini, NOAA mengerahkan tim peneliti untuk melakukan survei di area lokasi penemuan suara tersebut. Selama satu bulan penuh, mereka menggunakan perangkat "long-term passive acoustic recorders" yang memungkinkan mereka merekam suara-suara dari kejauhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan bantuan teknologi dan alat perekam, ilmuwan NOAA akhirnya menemukan bahwa suara misterius tersebut kemungkinan adalah paus Bryde (Balaenoptera brydei). Hal ini diperkuat dengan ditemukannya sepuluh ekor paus Bryde di sekitar lokasi tempat penemuan suara tersebut.
Suara yang dikeluarkan oleh paus Bryde dikenal dengan "biotwang" yakni panggilan khusus sesama paus Bryde yang melakukan perjalanan jarak jauh di lautan terbuka.
Melansir Science Alert, diketahui bahwa paus Bryde tersebar luas di seluruh dunia, termasuk di perairan tropis dan beriklim hangat. Dalam hal ini, ilmuwan mencatat bahwa struktur populasi dan pola pergerakan spesies ini masih belum banyak diteliti.
Menurut ahli oseanografi dari NOAA, Ann Allen, paus Bryde memiliki "biotwang" dan bisa muncul secara konsisten di perairan Pasifik bagian Barat saat mereka melakukan migrasi pada bulan Februari dan April, serta puncaknya di bulan Agustus dan November.
"Hasil penelitian kami memberikan bukti adanya populasi paus Bryde di perairan pelagis Pasifik Utara bagian barat dengan distribusi yang luas, tetapi dengan variasi musiman dan antar tahunan dalam kemunculannya yang menyiratkan rentang yang kompleks yang kemungkinan besar terkait dengan perubahan kondisi oseanografi di wilayah ini," papar Allen.
Dengan bantuan teknologi Artificial Intelligence (AI), ilmuwan NOAA berhasil menganalisis data suara yang direkam, sehingga mereka bisa melacak pergerakan dan pola migrasi paus Bryde secara lebih efektif. Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh Frontiers in Marine Science pada 2024, disebutkan bahwa penggunaan AI memungkinkan analisis data dilakukan dalam waktu singkat, hanya dalam hitungan jam, bukan tahun.
Teknologi ini juga diharapkan dapat terus dikembangkan untuk membantu penelitian kelautan di masa mendatang. Menurut laporan NOAA, AI berperan besar dalam mempercepat identifikasi suara-suara biologis di lautan.
Artikel ini telah tayang di detikEdu. Baca selengkapnya di sini.
(iqk/iqk)