Pemkot Bandung berencana melakukan digitalisasi berbasis QRIS dalam hal pembayaran parkir on the street. Rencana ini dilakukan untuk mendukung upaya transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan parkir serta mencegah pungutan liar dalam hal perparkiran.
Ada dua ruas jalan yang diagendakan menerapkan sistem pembayaran parkir berbasis QRIS. Dua jalan itu yakni Jalan Banceuy dan Jalan ABC, Kota Bandung. Nantinya, juru parkir akan menggunakan rompi khusus dengan QR code di bagian punggungnya.
Lantas bagaimana respons para juru parkir soal rencana digitalisasi pembayaran parkir on the street tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tarmin (65) salah seorang juru parkir di Jalan ABC mengaku kurang setuju dengan rencana itu. Tarmin beralasan, pembayaran via QRIS merepotkan ditambah dirinya yang tidak memiliki telepon genggam.
"Agak ribet, saya nggak punya hp susah ngerjainnya. Udah dikasih tau kemarin, nanti bakal dikasih rompi untuk jadi bayarnya QRIS itu," ucap Tarmin saat ditemui detikJabar, Jumat (4/10/2024).
Tarmin yang sudah 47 tahun menjadi juru parkir khawatir pembayaran via QRIS dapat menghambat uang setoran yang harus dia berikan ke Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) Parkir Kota Bandung.
Menurutnya, dalam sehari dia harus menyetorkan uang sebesar Rp 170 ribu sebagai target yang diberikan. Jika melebihi target, barulah Tarmin bisa membawa uang untuk keluarga di rumah.
"Target per hari Rp 170 ribu, setor ke Dishub (BLUD), kadang nyampe, kadang enggak. Kalau sampai target baru lebihnya di bawa pulang ke rumah. Sehari itu paling Rp 50 ribu buat ke rumah, itu pun susah," ungkapnya.
Karena itu, Tarmin menginginkan pembayaran parkir dilakukan seperti yang sudah-sudah. Jika harus melalui QRIS, dia berharap BLUD Parkir Kota Bandung merubah status juru parkir menjadi pegawai.
"Gak setuju, karena nggak bisa, ribet. Kecuali ada QRIS tapi saya digaji sama Dishub nggak apa-apa. Kalau udah bayar QRIS, saya suruh setor karena target juga kan repot," tegasnya.
Hal senada juga diungkap Dadang (54) juru parkir lainnya di Jalan ABC. Dadang mengaku resah dengan rencana penerapan pembayaran via QRIS. Menurutnya ada dinamika di lapangan saat masyarakat datang dan membayar parkir.
"Mending tunai, kadang orang datang sebentar baru berapa menit, sudah keluar lagi, jadi bayarnya Rp 1.000 atau Rp 1.500, mau ditagih lagi takut marah. Kalau pakai QRIS, tarifnya sudah dipatok kan motor Rp 3 ribu mobil Rp 5 ribu," ujar Dadang.
"Nanti kalau sebentar terus tagihan di QRIS segitu, protes jadi ribet," imbuhnya.
Sama dengan Tarmin, Dadang juga harus melakukan setoran dengan nominal Rp 200 ribu per hari. Untuk mencapai target itu, Dadang bersama seorang rekannya bergantian menjaga parkir.
"Saya dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang, dilanjut temen saya. Jadi saya setor Rp 100 ribu, temen Rp 100 ribu juga," katanya.
Dadang menyebut, dirinya tetap akan mengikuti aturan yang bakal diberlakukan nanti. Namun dia berharap, ada kebijakan dan pertimbangan yang matang sebelum penggunaan QRIS untuk pembayaran parkir dilakukan.
"Nanti uji coba dulu, tapi maunya mah gini aja biasa," tutur Dadang.
Sebelumnya, Kepala BLUD Parkir Kota Bandung, Yogi Mamesa mengatakan, pembayaran parkir berbasis QRIS akan diberlakukan di kawasan Banceuy dan Jalan ABC untuk tahap pertama. Pihaknya juga menyediakan rompi khusus bagi juru parkir.
"Alhamdulillah di Kota Bandung ini kita membuka terobosan atau mengadakan terobosan untuk menaikkan target kita atau pendapatan kita dari sektor parkir 'on the street'. Yaitu dengan pembayaran parkir menggunakan metode barcode QRIS," kata Yogi, Kamis (3/9/2024).
Yogi menjelaskan, kehadiran pembayaran berbasis QRIS tidak akan mengganggu metode pembayaran yang sudah ada yakni via mesin parkir maupun pembayaran tunai kepada juru parkir.
"Untuk pembayaran, mesin parkir tetap bisa digunakan karena mesin parkir juga upaya kita menaikkan pendapatan. Dan kita tambah lagi sekarang melalui QR. Mudah-mudahan pendapatan semakin meningkat," jelasnya.
(bba/iqk)