Jelajah Surga Ikan Nila Rangu di Ciamis

Jelajah Surga Ikan Nila Rangu di Ciamis

Yudha Maulana - detikJabar
Jumat, 30 Agu 2024 14:07 WIB
Sentra produksi ikan Kampung Nila Kawali di Ciamis, Jawa Barat,
Nila Rangu dari Kampung Nila Kawali (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)
Ciamis -

Suara gemericik air dari sepakan kincir apung menyapa telinga begitu kaki menapaki Kampung Nila Kawali. Kolam-kolam ikan yang berjejer sepanjang mata memandang tampak berkilauan seiring menyingsingnya sang fajar.

Sentakan ekor ikan nila di permukaan air memunculkan riak tak beraturan saat seorang pemuda berkaos biru turun ke dalam kolam sambil membawa serokan. Dengan sigap pemuda itu menyerok ikan, lalu memasukannya ke dalam ember putih yang disimpan di tepian.

Jernihnya air dari Gunung Sawal yang mengalir ke kolam membuat ikan-ikan bernama latin Oreochromis niloticus itu dengan mudah ditangkap. Tak makan waktu lama, ember itu penuh dengan ikan-ikan segar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ikan itu kemudian dibawa ke sebuah kios yang bertuliskan PD Ikan Kertamanggala. Di sana, sudah ada pemuda lain yang tak kalah sibuknya. Mereka membagi tugas, ada yang menimbang bobot ikan hingga mengemas ikan ke dalam kantong-kantong plastik.

"Ikan ini mau dibawa ke mitra-mitra pasar Kampung Nila," ujar pemuda berkaos merah, seraya menata kantong plastik ke atas armada angkut.

ADVERTISEMENT
Aktivitas di Kampung Nila Kawali, CiamisAktivitas di Kampung Nila Kawali, Ciamis (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Di tengah kesibukan para pemuda, datang Randi (32) dan anak perempuannya dari arah pintu masuk Kampung Nila Kawali. Usai memarkirkan sepeda motor, ia kemudian memesan ikan nila sebanyak tiga kilogram, yang rencananya akan ia masak untuk santap siang hari itu.

Kampung Nila Kawali memiliki produk unggulan yang diberi nama ikan nila Rangu. Ciri-ciri fisiknya oval dengan ukuran kepala dan badan yang proporsional. Sisiknya halus mengkilap, dengan warna tubuh cenderung keabu-abuan dengan sedikit kilauan perak di bagian perutnya.

Cita rasa dari daging ikan nila Rangu ini punya tempat tersendiri di lidah penggemarnya, tekstur dagingnya lembut tapi padat, rasanya manis dan ringan di mulut, dan yang paling istimewa adalah aroma daging yang tak bau tanah.

"Daging ikan di sini enak, tebal dan tak menciut saat digoreng, ikan nilanya juga tak bau tanah, beda dengan di tempat lain, itu yang bikin anak-anak jadi suka," kata Randi, pelanggan ikan nila Rangu kepada detikJabar.

Iim Gala Permana (50) sang pencetus ikan nila Rangu, mengungkapkan kata 'Rangu' merupakan akronim berbahasa Sunda yang dilandaskan pada kualitas ikan nila yang dihasilkan di Kawali. Kata 'rangu' sendiri dalam Bahasa Sunda berarti 'renyah' atau 'empuk'.

"Nila Rangu itu hasil dari riset. Jadi Rangu itu sebuah singkatan 'R' raos dituangna (enak dimakan) begitu kita makan, 'A' aman dituangna (aman dikonsumsi), di Kampung Nila itu tidak ada saluran pembuangan atau kotoran ayam ke kolam, jadi dipastikan aman bagi konsumen. 'NG' nguntungkeun usahana (menguntungkan) bagi pihak pembudidaya, pasar dan konsumen semua menang, jadi tidak ada yang rugi, dan 'U' teu bau taneuh (tak bau tanah)," ujar Iim.

Ikan nila Kawali tengah menyantap pakan yang ditebarIkan nila Kawali tengah menyantap pakan yang ditebar Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Setiap harinya rata-rata 2-3 kuintal ikan nila Rangu ludes terjual di Kampung Nila Kawali. Permintaan akan nila yang dibudidayakan di Ciamis ini sangat tinggi, karena kualitas dan cita rasanya, yang lebih unggul.

Berawal dari Kebutuhan

Perjalanan Iim untuk menghasilkan ikan nila Rangu tidak instan. Walau Kampung Nila baru berdiri pada 2019, namun perlu waktu puluhan tahun bagi Iim untuk menemukan teknik dan manajemen budidaya ikan nila yang jitu.

Sebelum fokus membudidayakan ikan yang berasal dari Sungai Nil Afrika Utara itu, Iim sempat mencoba peruntungan dengan membudidayakan ikan nilem selepas lulus SMK pada 1994. Tetapi hasilnya masih kurang optimal. Ikan yang dipanen hanya mendapatkan harga jual rendah pada medio 1994-1999.

"Saya berpikir, bagaimana cara saya mendapatkan uang, tapi dari ikan. Akhirnya saya (beralih) buka pemancingan," ujar Iim.

Usaha pemancingan itu ditekuni Iim kurang lebih sepuluh tahun. Sampai suatu ketika, musibah datang menimpa. Kala itu angin kencang melanda Ciamis, sebuah pohon besar menimpa kolam pancingnya yang membuat bangunan di sana hancur lebur.

"Allah mungkin tidak mengizinkan saya lama-lama di sana. Pemancingan memang terkadang identik dengan hal yang kurang baik," katanya.

Walau sempat jatuh, Iim tak patah arang. Semangatnya kembali menyala, saat ia melihat peluang besar pada ikan nila pada 2019. Pasalnya, peminat ikan yang dijuluki 'ayam air' ini cukup besar di Ciamis. Ia mengklaim 60% konsumen memilih ikan nila untuk santapan sehari-hari dibandingkan ikan lainnya.

"Berawal dari sebuah kebutuhan, di mana waktu itu saya sendiri sebagai pedagang ikan tadinya mencari ikan nila. Dimana ikan itu prospeknya bagus, mulai lah kita mencari ikan ke bandar," kata Iim.

Ketika itu, ujar Iim, karena suatu hal bandar tak bisa memberikan pasokan ikan nila untuk diperjualbelikan. Dari sanalah, Iim terbesit pikiran untuk membudidayakan ikan nila sendiri. Harapannya nila lokal yang diproduksi tidak 'delu' (gede hulu/ kepala besar).

Iim Gala Permana, pendiri Kampung Nila KawaliIim Gala Permana, pendiri Kampung Nila Kawali (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Nila 'delu' merupakan istilah yang Iim gunakan untuk menyebut ikan nila yang memiliki ukuran kepala yang relatif besar tetapi dagingnya tak tumbuh optimal.

"Sambil berdoa, hayu kita bikin produksi ikan nila. Nila itu full dipelet dengan catatan nila itu, gemoy, gendut, tidak delu," kenang Iim.

Awal mulanya, Iim melakukan uji coba pada empat kolam. Dua kolam milik Iim, dan dua kolam lainnya milik rekannya. Tak disangka, ternyata hasil produksi ikan yang full dipelet, hasilnya sangat baik.

"Nah akhirnya produksi dan begitu panen, hasilnya sangat bagus, mendapatkan apresiasi dari masyarakat, munculah dari situ nila lokal, nila dari Ciamis," katanya.

Permintaan demi permintaan pun terus bertambah setiap hari. Mau tak mau, Iim pun harus menambah kapasitas produksi. Dari sana, ia mulai membangun konsep bisnis dengan sistem kemitraan.

"Kebutuhan untuk produksi terus meningkat, akhirnya coba pendekatan ke tetangga yang punya kolam," kata Iim.

Untuk meyakinkan tetangganya agar menjadi mitra budidaya, Iim tak berbicara teori. Ia tunjukan bukti bahwa ikan yang dipanen berkualitas, dan sangat menguntungkan dari segi bisnis. Pasar untuk menjual ikan pun telah ia siapkan.

"Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat perlu contoh dan bukti real. Kami memberi edukasi dengan contoh, kami siapkan pasar jadi masyarakat respons. Kan kebanyakan yang tak respon itu biasanya pasar gak jelas, harga gak jelas, dan tak ada contoh," katanya melanjutkan.

Lambat laun, dengan pendekatan yang Iim lakukan, warga di dusun-dusun lainnya di Desa Kawali mulai melirik dengan apa yang dilakukan Iim. Di sana pula inisiasi yang dilakukan Iim mulai dilirik H Wahyu seorang pengusaha, yang turut memberikan ilmu pemasaran yang berharga kepada Iim. Hingga akhirnya muncul istilah 'Kampung Nila Kawali'.

Lima tahun berjalan, budidaya ikan nila asli Ciamis yang awalnya hanya empat kolam, berkembang menjadi 132 kolam produktif. Luas kawasan kolam budidaya jika ditotalkan seluas 10,5 Ha. Dengan menerapkan ilmu dan teknologi, Kampung Nila Kawali bisa memproduksi 108-144 ton ikan nila konsumsi per tahun dan produksi benih ikan nila 12 ton per tahun.

"Dari yang awalnya (produksi ikan nila) tiga kuintal per tahun, sekarang dengan adanya Kampung Nila bisa tiga kuintal per hari," ujar Iim, seraya menerangkan prinsip 'KPK' (kemauan-pemahaman-kedisiplinan) dalam budidaya ikan di Kawali.

Saat ini ada 80 warga yang tergabung dalam 11 kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) dan kelompok pengolahan dan pemasaran hasil perikanan (poklahsar), mereka memiliki tugas dan perannya masing-masing. Iim sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua Gabungan Kelompok Petani Ikan (Gapokan) Kampung Nila Kawali yang mengomandoi kelompok-kelompok tersebut.

Kampung Nila juga bermitra dengan pembudidaya perseorangan di luar kelompok tersebut, mereka sebagian berasal dari luar desa Kawali. Tentu saja, Iim menetapkan standar baku dengan pengawasan yang ketat.

"SOP dari Kampung Nila itu dikontrol, jadi kalau mau ada yang mitra gitu, kami cek lapangan, cek ketersediaan melaksanakan SOP. Itu hal mutlak. Soalnya kami yang dibawa bukan hanya kuantitas, tetapi kualitas dulu. Setelah kualitas, kuantitas, baru kontinuitas. Ini yang paling sulit. Menjaga kontinuitas itu yang sulit, sistem tebar ini harus berpola, karena nanti panennya juga bertahap," kata Iim.

Suasana di Kampung Nila KawaliSuasana di Kampung Nila Kawali (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Secara administratif Kampung Nila Kawali terletak di Dusun Banjarwaru, Desa Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Topografinya berada di bawah kaki Gunung Sawal, tepatnya di sebelah timur gunung yang ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa sejak 4 Juli 1974 itu.

Aliran air dari Gunung Sawal yang terjaga keasriannya menjadi salah satu anugerah dari Tuhan yang dimanfaatkan secara baik oleh warga Kawali. Mayoritas warga di sana memiliki kolam ikan di halaman rumahnya, yang airnya berasal dari gunung. Konon aliran air ini tak pernah kering walau di musim kemarau sekali pun.

Dahulu, panen ikan hanya satu tahun sekali menjelang lebaran atau jika warga hendak mengadakan pesta pernikahan. Oleh karena itu, Iim ingin membuat perubahan untuk mendongkrak kesejahteraan bersama.

"Dulu pola pikirnya belum modern, tentang budidaya ikan tidak pernah memahami, tentang pasarnya juga sporadis siapa aja yang beli, padahal air mengalir, itu waktu yang dulu," ucap Iim.

Budidaya Berbasis Ilmu dan Teknologi

Dengan memanfaatkan air dari aliran Gunung Sawal yang tak pernah kering, Iim mencoba budidaya nila dengan pendekatan yang modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk memproduksi ikan dengan daging berkualitas, menurut Iim, takaran protein dan jadwal pemberian pakan harus diperhatikan. Ikan nila yang dibudidayakan di Kampung Nila Kawali diberi pakan minimal 2 hingga maksimal 4 kali dalam sehari. Ikan-ikan pun dipuasakan satu hari per minggu atau satu hari menjelang panen, hal itu dilakukan untuk menguras endapan-endapan di dalam tubuh ikan.

E-feeder di Kampung Nila KawaliE-feeder atau mesin pemberi pakan otomatis di Kampung Nila Kawali (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Untuk mempermudah pemberian pakan, Kampung Nila Kawali memanfaatkan teknologi e-feeder besutan eFishery. Melalui alat ini pemberian pakan bisa terjadwal dengan takaran yang bisa dipantau lewat ponsel karena berbasis IoT. Keberadaan e-feeder ini menunjang rencana Iim untuk memproduksi 1 ton ikan per hari di Kampung Nila Kawali.

"Kalau misal kolamnya hanya belasan saya kira masih bisa manual begitu, tetapi kalau 2025 nanti kita mengarah ke produksi 1 ton per hari, maka mau tidak mau. Itu mutlak perlu sekali, karena intensitas pemberian pakan tinggi," ujar Iim.

Kincir air di Kampung Nila KawaliKincir air di Kampung Nila Kawali (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Kampung Nila juga memanfaatkan teknologi kincir tambak untuk menggenjot produksi ikan. Dengan menggunakan kincir, rata-rata per kolam dengan luas 250 meter persegi berpotensi menghasilkan 5 kuintal ikan sekali panen. Dalam satu tahun rata-rata ada empat siklus panen, yang bila dikalkulasi total produksi ikan bisa mencapai 1,5 ton dari satu kolam per tahun.

"Kincir dari 2022 sudah ada, ada anak muda dari sini yang menggagas ayo kita bawa kincir. Ternyata kincir itu bisa meningkatkan produksi. Di kolam yang sama, dengan adanya sentuhan kincir itu bisa menambah kapasitas produksi 2-3 kali lipat," katanya.

Rianto dkk dalam Jurnal Pengabdian Siliwangi Volume 8, Nomor 1 Tahun 2022, menjelaskan bahwa kincir tambak berfungsi untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air. Pasalnya, masalah kerap muncul karena kualitas air yang tidak stabil, terutama kadar oksigen dalam air.

Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) diperlukan untuk pernapasan sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi maka pertumbuhan ikan akan terhambat serta bisa menyebabkan kematian.

Selain sebagai penyuplai oksigen, kincir air juga memiliki banyak fungsi, yakni membersihkan area permukaan air dan dasar air kolam tambak dengan menciptakan arus yang stabil. Jumlah ikan yang ditebar juga bisa lebih banyak, karena ikan tak berebut oksigen.

"Kalau 1,5 ton bila tidak ada kincir maka harus disiapkan 3 atau 4 kolam, tapi ini dengan satu kolam ditambah kincir itu produksi bisa banyak. Empat kolam kalau masing-masing 1,5 ton bisa (menghasilkan) 6 ton. Nah itu dengan teknologi itu. Makanya di budidaya itu tidak istilahnya baku, jadi tetap ada perubahan-perubahan itu kita harus mengikuti," ujarnya menambahkan.

"Tanpa teknologi saya yakin produksi segini-segini, enggak akan meningkat pesat. Walau pun konsekuensinya di teknologi itu ya modal. Makanya kami Kampung Nila siap berkolaborasi dengan siapa pun baik dinas, perusahaan, perorangan. Yang namanya kolaborasi itu ya saling menguntungkan," imbuhnya.

Hal terpenting lainnya, kolam rutin dikuras setelah siklus panen. Iim pun memastikan tidak ada saluran pembuangan kotoran, baik manusia atau hewan yang mengalir ke kolam ikan Kampung Nila Kawali. Tujuannya agar ikan aman dari bakteri e-coli yang bisa menyakiti manusia dan agar ikan tak bau tanah.

"Dari segi kesehatan tidak baik kalau saluran pembuangan ada ke kolam. Itu bisa berdampak terhadap kesehatan dan membuat ikan bau tanah," katanya.

Bukan Sekedar yang Penting Laris

Hari demi hari, permintaan akan nila Rangu yang jadi kebanggaan warga Kawali terus meningkat. Kendati begitu, Iim tak mau jika ikan yang diproduksinya hanya sekedar laris. Sebab, ia ingin konsumen juga teredukasi tentang kualitas dari ikan asal Ciamis dan dimana mendapatkannya. Sehingga tercipta rantai pemasaran yang berkelanjutan.

Salah satu strategi yang dijalankan adalah dengan membentuk 16 mitra pasar Kampung Nila Kawali, yang tersebar di tujuh kecamatan di Ciamis. Peran dari mitra pasar ini tak hanya menjadi distributor, namun juga turut mengedukasi konsumen.

"Kami Kampung Nila tidak menjual secara sporadis kemana saja yang penting laris, tapi kami pilah-pilah. Mitra pasar pun berkomitmen mengangkat nila asli Ciamis, jangan sembarangan menjual ikan. Kalaupun ada yang memasok dari luar, kita beritahu bahwa ini ikan asli Ciamis dan ini bukan. Karena nantinya berdampak terhadap pasar ikan nila lokal itu sendiri," kata Iim.

Awalnya tidak mudah untuk mengenalkan ikan nila asli Kawali ini di pasar. Apalagi banyak ikan sejenis dari luar daerah yang harganya dibanderol lebih murah. Perlu waktu setahun bagi Iim untuk mengkampanyekan hal tersebut sampai akhirnya membentuk segmen pasar tersendiri.

Para mitra pasar itu, memajang ikan dari Kampung Nila Kawali yang disandingkan dengan ikan yang dipasok dari luar. Kemudian, mitra pasar menjelaskan perbedaan dan apa keunggulan dari masing-masing ikan tersebut.

"Ada tiga jenis nila yang dipampang, jadi ada nila pemeliharaan tradisional itu menghasilkan nila delu, kemudian ada nila yang bau tanah, ketiga nila lokal (Kawali). Semuanya dipampang di Pasar Kertamanggala, begitu ada konsumen yang datang beli nila. Nilanya yang gimana ? kemudian diangkat yang gede hulu, yang itu gendut tapi hitam, nah ini kemudian yang ini (nila Kawali) nila lokal, cara membesarkannya dipelet, nah dengan sendirinya yang dua tadi tersisihkan," ucap Iim.

Ikan nila rangu tengah dibersihkanIkan nila Rangu tengah dibersihkan (Foto: Yudha Maulana/detikJabar)

Berdasarkan statistik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), angka konsumsi ikan (AKI) nasional, khususnya di Jawa Barat meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2019, AKI di Jabar sebanyak 38,23 kg per kapita/ tahun. Angka itu terus meningkat hingga pada tahun 2022 mencapai 40,76 kg per kapita/tahun.

Sementara di Ciamis, dikutip dari data.ciamiskab.go.id, rata-rata AKI di Ciamis sendiri saat ini mencapai 25,31 kg/kapita/tahun. Dalam lima tahun terakhir angka konsumsi ikan di Ciamis terus merangkak naik.

Meningkatnya AKI di Jabar dan Ciamis juga berkorelasi dengan permintaan ikan di pasar yang cukup tinggi, dan salah satunya adalah ikan nila.

Dalam skripsi Studi Perbandingan Analisis Kandungan Gizi Ikan Nila Oreochromis niloticus di Desa Pancana Kabupaten Barru dan Lajoa Kabupaten Soppeng, Universitas Hasanudin karya Muhtadin S.H (2011), disebutkan meningkatnya jumlah permintaan akan ikan nila saat ini, menyebabkan ikan nila yang beredar di pasaran tidak diketahui dari mana asalnya.

Oleh karena itu, sebagai langkah antisipasi Iim menyiapkan mitra pasar yang menggaungkan nila asli dari Kawal, sekaligus agar konsumen mengetahui kemana harus mencari ikan nila yang dibudidayakan di Ciamis.

"Ini merupakan Inisiasi supaya orang-orang yang berkunjung itu, (tahu kemana) mencari nila Ciamis," kata Iim.

Tak Hanya Ikan Nila

Walau ikan nila menjadi fokus produksi utama, tetapi ada berbagai jenis ikan lainnya yang juga dibudidayakan di Kampung Nila Kawali. Salah satunya ikan koi.

"Ini koi, kita akomodir juga hobi masyarakat itu di mana. Kebetulan ada masyarakat di sini yang hobinya koi. Di sini tidak serta merta namanya kampung nila, harus digiring ke nila. Kita harus apresiasi masyarakat di sini yang majemuk, berbeda-beda. Kita harus hargai dan kita harus merangkul dan jadikan satu komunitas. Biarkan mereka berkembang dengan sendirinya dalam pantauan kami," katanya.

Iim kemudian mengajak detikJabar ke sisi selatan Kampung Nila Kawali, untuk memperlihatkan kolam pembesaran ikan koi. Riak air tak beraturan, ketika ikan koi berebut pakan yang Iim tebar. Per tahunnya, Kampung Nila Kawali bisa memproduksi sekitar 360.000 ikan koin.

"Ujung-ujungnya dari budidaya koi ini bisa merekrut anak-anak muda yang bisa bekerja di bidang koi," tutur Iim melanjutkan.

Kolam pendederan ikan koi di Kampung Nila KawaliKolam pendederan ikan koi di Kampung Nila Kawali Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Selain koi, Kampung Nila Kawali juga memproduksi ikan nilem dengan kapasitas produksi yang terbilang masih minim dibandingkan nila, yakni 1,4 ton per tahun. Rencana ke depannya, ujar Iim, pokdakan juga akan membudidayakan ikan gurame secara intensif.

"Nah di sini ada gurame juga. gurame dari Ciamis, kualitasnya tidak kalah. Karena sekarang ini gurame dari Jawa yang mendominasi di wilayah Jabar, Pangandaran dan Ciamis, Garut, Bandung dan sekitarnya.

Gurame juga bisa menjadi peluang karena banyak juga yang mengincar gurame Ciamis, kami tidak akan mengobrak-abrik pasar yang ada, karena kami punya pasar sendiri," katanya.

Es Krim Nila yang Menggugah Selera

Di tengah perbincangan dengan Iim, samar-samar tercium aroma sedap dari kejauhan. Saat diselisik lebih dekat, ternyata aroma itu berasal dari ikan nila yang dibakar. Terlihat seorang perempuan berhijab biru, tampak lihai saat membumbui dan membolak-balik ikan di atas pemanggangan.

Terlihat emak-emak lain juga yang tak kalah sibuknya. Ada yang menyiapkan rempah untuk bumbu, membuat nasi liwet, hingga menyiapkan alas daun pisang. Mereka kompak menyediakan hidangan untuk tamu yang mampir ke Saung Sawala.

Sekitar 30 menit, paket makanan berupa ikan nila bakar plus nasi liwet siap dihidangkan. Rasa ikan nila bakar ini sangat sedap, detikJabar pun berkesempatan mencicipi sekaligus membuktikan bahwa ikan yang diproduksi di sini tak bau tanah dan dagingnya padat.

Ibu-ibu dari Poklahsar Bojongsari memanggang ikan nila bakarIbu-ibu dari Poklahsar Bojongsari memanggang ikan nila bakar Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Suasana khas perkampungan, dengan bentangan sawah hijau bak permadani dan kolam ikan, menyuguhkan pengalaman santap ikan bakar yang menyenangkan. Suasana di Bale Sawala yang jadi area makan untuk tamu juga asri, karena warga juga bisa menyaksikan aliran sungai yang berair jernih di belakang bale atau saung.

Hidangan lezat ini disajikan oleh Poklahsar Bojongsari, yang merupakan anggota dari Gapokkan Kampung Nila Kawali. Kelompok yang mayoritas anggotanya perempuan ini, mendapatkan pelatihan terlebih dahulu yang digelar Pemprov Jabar.

"Sebelum ada kelompok poklahsar ini, biasa ibu-ibu setelah selesai pekerjaan rumah masing-masing biasa saja, ada yang nonton tv, ngerumpi di tetangga. Kalau sekarang alhamdulillah dikasih kegiatan di sini cukup padat, mereka jadi lebih berdaya dan mendapatkan penghasilan tambahan," kata Ketua Pohlaksar Bojongsari Ecin Kuraesih kepada detikJabar.

Ecin mengatakan, saat ini ada 8 dari 10 anggota Pohlaksar Bojongsari yang setiap hari rutin berkegiatan di Kampung Nila Kawali. Selain menyiapkan makanan bagi tamu di Saung Sawala, Poklahsar Bojongsari juga membuat produk olahan ikan, dan es krim nila jadi salah satu unggulannya.

"Kami mengunggulkan es krim, soalnya kalau orang-orang belum mencoba mungkin mikirnya bakal enek, tapi kalau sudah mencoba tidak terasa amis, tidak terasa ikannya," katanya.

Inovasi lahirnya es krim nila ini, ujar Ecin, berawal dari keinginan Ecin dan ibu-ibu lainnya untuk menciptakan suatu produk yang belum pernah ada sebelumnya. Asa untuk berinovasi itu pun telah disetujui oleh penyuluh perikanan. Hingga akhirnya pada Juli 2022, ada sekelompok mahasiswa yang melakukan praktik kerja lapangan dari IPB. Mimpi itu Ecin utarakan kepada mereka.

"De, ibu mau bikin es krim tapi mau es krim nila, terus dawet nila, cake ikan nila. Waktu itu anak-anak bingung juga soalnya belum ada yang pake nila, Mereka kemudian berkonsultasi dengan dosennya, kemudian setelah sebulan pengajuan mereka memberi kabar lagi bahwa bisa. Kemudian mereka mendatangkan narasumbernya untuk melatih kami," katanya.

Es krim buatan Pohlaksar Bojongsari ini kaya akan kandungan manfaat, sebab selain ada nutrisi dari susu, juga terdapat protein dari ikan nila. Es krim nila cocok disantap oleh anak-anak yang tidak suka makan ikan.

Es krim ikan nila dari Kampung Nila KawaliEs krim ikan nila dari Kampung Nila Kawali Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Menurut Ciptanto dalam buku Top 10 Ikan Air Tawar Panduan Lengkap Pembesaran Secara Organik di Kolam Air, Kolam Terpal, Karamba dan Jala Apung (Lily Publisher:2010), disebutkan bahwa nilai gizi ikan nila sangatlah baik, karena memiliki nilai cerna dan nilai biologis yang lebih tinggi dibanding ikan lain. Ikan juga mengandung protein dengan asam amino esensial sempurna.

Lebih rinci soal kandungan gizi ikan nila, DKP3 Kota Banjarmasin (https://dkp3.banjarmasinkota.go.id) menyebut dalam 100 gram ikan nila, terdapat sekitar 128 kalori, 0 gram karbohidrat, 26 gram protein, 3 gram lemak, serta sejumlah vitamin B3, B12, kalium, fosfor, serta selenium.

"Alhamdulillah sampai saat ini jadi favorit kalau tamu yang berkunjung ke sini, mereka merasa penasaran kan untuk mencoba," katanya.

Selain es krim, ibu-ibu juga mengolah berbagai panganan lain dari ikan nila seperti brownies nila, krenyes-krenyes, dendeng nila, bolu keju ikan nila, kue siput, kerucuk (kerupuk cucuk/duri ikan) ikan nila dan aneka olahan lainnya.

Cuan Fantastis

Perikanan modern yang dijalankan Kampung Nila Kawali, turut memutar roda perekonomian baru bagi warga Ciamis. Sentra produksi ikan yang terletak di Jalan Linggakencana Kawali itu, menjadi salah satu destinasi eduwisata dan kuliner yang ramai dikunjungi.

Dari catatan yang diterima detikJabar, dalam satu bulan rata-rata Kampung Nila Kawali dikunjungi oleh 8 ribu-10 ribu orang. Jumlah kunjungan terbanyak, biasanya ada di tanggal merah atau akhir pekan.

Pada musim libur Lebaran 2024, Kampung Nila dikunjungi 11 ribu orang. Memang selain bisa belanja ikan segar, olahan ikan, dan kuliner seblak. Pengunjung juga bisa belajar tentang perikanan di tempat ini.

"Sebenarnya konsep kampung nila basis produksi tapi ternyata efeknya luar biasa. Ada pojok seblak, ada nasi liwet bakar ikan, ini efek dari banyak masyarakat yang berkunjung mau konsultasi perikanan, mau studi banding ternyata ada peluang. Yang datang bawa perut kosong dan bawa uang, makanya disodorkan kulinernya. Ada yang studi banding ditawarin sama makannya juga. Makanya muncul saung-saung (bale) ini. Ini dibangun sesuai kebutuhan. Ini dari hasil (bisnis)," ujar Iim.

Selain hidangan kulinernya, pola budidaya mina padi yang juga diterapkan di Kampung Nila Kawali juga menjadi sarana eduwisata, yang menarik bagi anak-anak.

"Edukasi kepada anak, bahwa ikan dan nasi yang ada di atas meja makan itu bagaimana prosesnya. Kan ada juga anak usia 9 tahun, tidak pernah datang ke sawah. Nah saat melihat ke sini, apresiasi sekali guru dan orang tuanya. Anak-anak juga harus tahu bagaimana jerih payah petani itu seperti apa," katanya.

"Untuk anak-anak ada paket Ceria, itu programnya menanam padi dan menangkap ikan. Kami juga ada smart tour untuk studi banding anak-anak SMA, SMK. Itu paketnya untuk makan, snack dan narasumber (pemateri), kemudian diajak berkeliling ada penanggung jawabnya yang menjelaskan bagaimana proses budidaya," tutur Iim melanjutkan.

Kolam ikan koi di Kampung Nila KawaliKolam ikan koi di Kampung Nila Kawali Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Berdasarkan kalkulasi kasar yang dilakukan detikJabar, Kampung Nila Kawali bisa meraup omzet per bulan minimal Rp 307 juta atau Rp 3,69 miliar per tahun. Dengan asumsi nila yang terjual rata-rata 2 kuintal per hari, seblak 200 porsi per hari, dan hidangan ikan bakar 50 porsi per hari.

"Per bulan itu bisa ratusan (juta), belum lagi dari benih, belum dari jasa edukasi wisata, dan yang lainnya," kata Iim.

Selain menghasilkan cuan yang fantastis, Kampung Nila juga menuai banyak prestasi di tingkat regional dan nasional.Di antaranya juara 1 Lomba Kampung Mandiri (Mari Produksi Sendiri), Juara 3 Lomba Inovasi Kabupaten Ciamis, mewakili Jawa Barat dalam lomba komoditas ikan nila tingkat nasional, masuk dalam kategori 9 desa digital tingkat Provinsi Jawa Barat hingga mewakili Kabupaten Ciamis masuk dalam program Desa Brilian.

Dorongan dan kolaborasi dari berbagai pihak seperti pemerintah daerah dan sektor swasta juga sangat berarti dalam menggenjot pemberdayaan warga di Kampung Nila Kawali.

Wajah Desa Perikanan Cerdas di Jawa Barat

Derap langkah warga Kawali dalam membentuk wajah dunia perikanan secara modern dan berkelanjutan, membuat Kampung Nila Kawali dinobatkan menjadi salah satu dari 10 desa perikanan cerdas atau Smart Fisheries Village (SFV) yang digalang BPPSDM KP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.

SFV merupakan konsep pembangunan desa perikanan berbasis teknologi informasi dan manajemen tepat guna. Dikutip dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (kkp.go.id) hingga 17 Juni telah terdapat 22 SFV yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

"Alhamdulillah warga di Kampung Nila sudah merasakan dampak ekonominya. Kementerian tahu di Ciamis ada Kampung Nila Kawali. Kemudian ada SFV, alhamdulillah kami dapat program itu. Kenapa kami ambil, karena sesuai visi misi Kampung Nila dimana visinya adalah berkarya, berdaya dan sejahtera bagi semua," kata Iim.

Kian majunya Kampung Nila Kawali juga turut didorong oleh penyuluh perikanan dari BPPSDM KP dan BRPBATPP. Salah satunya Ahmad Sobari, penyuluh perikanan yang ditugaskan untuk memberikan pendampingan di Kampung Nila Kawali. Hampir tiap hari, Ahmad mondar-mandir di Kawali dan Cipaku untuk memberikan penyuluhan.

"Kalau dari penyuluh treatment-nya, kami menjawab apa yang mereka butuhkan misalnya terkait dengan informasi dan teknologi budidaya. Terkait dengan manajemen kelompok, terkait dengan manajemen usaha kelompok, terkait dengan pencatatan dan itu hal yang sering dilupakan, bagaimana mau tahu untung rugi kalau usaha tidak dicatat," ujar Ahmad kepada detikJabar.

Para penyuluh juga berperan dalam membuka ruang-ruang belajar baru yang dieksplorasi bersama dengan pengurus Kampung Nila Kawali. Salah satu tempat yang mereka kunjungi untuk belajar di antaranya sentra budidaya ikan di Tasikmalaya, Subang, Sukabumi, Panembangan, hingga ke Sleman.

"Kalau untuk orang dewasa penyaluran ilmunya jangan banyak diceramahi, jangan banyak mikir, tapi ajak jalan-jalan yang produktif sehingga dia bisa membandingkan. Di Yogyakarta kami belajar bagaimana memproduksi 5 juta ekor larva per hari dengan kondisi air yang mirip seperti ini. Kalau mereka bisa berpenghasilan Rp 100 juta per hari, kenapa kita juga tidak?," kata Ahmad menjelaskan dengan berapi-api.

Membedah SFV di Kampung Nila Kawali

Kata 'Smart' dalam Smart Fisheries Village, tiap hurufnya mewakili indikator-indikator yang membentuk wajah budidaya perikanan modern. Huruf 'S' mewakili kata sustainabilitas, 'M' mewakili kata modernisasi, 'A' mewakili akselerasi, 'R' mewakili regenerasi dan 'T' mewakili teknologi.

Ahmad mengatakan, Kampung Nila Kawali bukan hanya sekedar keinginan semata. Namun, berawal dari aspirasi, pemenuhan kebutuhan dan profesi sehingga secara sustainabilitas bisa terjaga.

Selain dari segi ekonomi, sustainabilitas juga diterapkan dari sisi lingkungan. Kampung Nila Kawali menerapkan zero waste atau bebas sampah, seperti air kurasan kolam yang awalnya berasal dari Gunung Sawal digunakan untuk menyiram tanaman dan mengairi mina padi.

Ada juga sisa olahan ikan seperti duri ikan diolah menjadi kerupuk cucuk (kerupuk duri), kulit ikan untuk coklat, hingga jeroan ikan untuk bekasam.

"Tidak ada yang terbuang percuma di Kampung Nila," katanya.

Kemudian dari segi modernisasi, Ahmad menjelaskan, Kampung Nila Kawali telah menerapkan perikanan berbasis digital dengan hadirnya auto feeder. Saat ini terdapat 8 unit auto feeder yang difungsikan di Kampung Nila Kawali. Modernisasi juga mencakup tentang cara berbudidaya ikan yang kontinu.

"Memberi makan sudah tidak lagi manual, sudah dijadwal di handphone, paling yang kita kontrol itu ketika pakan sudah habis harus ditambah, itu juga kita periksanya 10 hari atau seminggu sekali lah. Ini cukup menarik karena kebanyakan orang memberikan pakan masih manual kan, nah di sini kan di kampung tetapi cara ngasih pakannya sudah modern," ujar Ahmad.

Denah SFV Kampung Nila KawaliDenah SFV Kampung Nila Kawali Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Dari sisi akselerasi, ujar Ahmad, Kampung Nila Kawali memiliki langkah-langkah antisipasi semisal kematian ikan atau terjadi fluktuatif pasar. Oleh karena itu Kampung Nila Kawali membentuk pasar agar tercipta segmen pasar tersendiri, dan mengidentifikasi diri (branding) di dunia maya sebagai tempat mencari ikan segar dan olahan nila lokal dengan kualitas terbaik.

Sementara itu, puluhan pemuda di Desa Kawali ikut terlibat dalam proses budidaya di Kampung Nila Kawali. Hal itu merupakan bagian dari regenerasi dunia perikanan modern. Keterlibatan anak muda tak hanya saat proses budidaya, tetapi juga di bagian hilir yakni pemasaran.

"30 orang anak muda berusia 30 tahun ke bawah sudah aktif berbudidaya, ada yang bagian panen. Dalam satu hari saja mereka diupah Rp 2 ribu per kilogram. Kalau satu hari saja 3 kuintal, berarti satu hari Rp 600 ribu. Dalam satu bulan kan berarti sudah Rp 18 juta, dia punya tim enam orang, sedangkan UMR di Ciamis Rp 2 juta. Artinya jadi tukang panen saja sudah dapat Rp 3 juta, di atas UMR Ciamis," katanya.

Saung Sawala di Kampung Nila KawaliSaung Sawala di Kampung Nila Kawali Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Lalu yang terakhir adalah aspek teknologi. Kampung Nila Kawali juga menerapkan teknologi kincir atau populer disebut dengan 'Sibudidikucir', yang bisa mengoptimalkan hasil panen. Dari satu kolam dengan luas kurang lebih 250 meter persegi, bisa menghasilkan ikan sebanyak 1,2 ton hingga 1,4 ton per kolam. Jumlah itu lebih banyak dua hingga kali lipat dibandingkan tanpa kincir.

"Sekarang alhamdulillah swadaya mereka kincir 3 unit dari dinas, ada juga bantuan kincir 4 unit di tahun ini dan insya Allah sedang di instalasi untuk dicoba di beberapa kolam dan tahun depan kita juga sedang mengusulkan di tingkat provinsi," katanya.

Ekosistem budidaya ikan di Kampung Nila Kawali juga menyentuh dari hulu ke hilir, yang dikelola oleh 9 pokdakan, 3 poklahsar dan 1 Gapokkan.

Diantaranya Pokdakan Pulaka Cikerta yang fokus di pembenihan, pemijahan dan pendederan. Kemudian Pokdakan Paseh, Sukamatuh, Situhapa, Wira Sejahtera fokus di pembesaran. Pokdakan Widuri Fish Farm yang fokus di ikan hias, Poklahsar Bojongsari di bidang es krim nila dan kuliner, lalu ada Poklahsar Kubis dan Ertiga yang mengolah hasil perikanan.

"Walau ada di beberapa dusun, komando dan kebijakan Insya Allah digerakan oleh Gapokkan Nila Kawali yang diketuai bapak Iim Gala Permana, nah itu sentuhan dari penyuluh. Mendorong agar SFV ini sesuai dengan tujuannya, ekonomi tumbuh, masyarakat bekerja, lingkungan lestari dan digitalisasi," katanya.

Asa Jadi Produsen Nila Terbesar di Indonesia

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ciamis memiliki target untuk menjadikan Tatar Galuh sebagai produsen ikan nila terbesar di Indonesia. Optimisme itu muncul seiring dengan kehadiran Kampung Nila Kawali yang menjadi salah satu pilarnya.

"Tahun-tahun berikutnya, kami lima tahun ke depan mencanangkan bahwa Kabupaten Ciamis menjadi kabupaten ikan nila terbesar di Indonesia," ujar Giyatno seperti dikutip dari Antara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari bps.go.id, Provinsi Jawa Barat mempunyai kontribusi terbesar dalam budidaya nila yang mencapai 256.537 ton pada tahun 2020 atau 21,89 % dari total produksi nila secara nasional yang mencapai 1.172.633 ton.

Dikutip dari data.ciamiskab.go.id, produksi ikan nila di Ciamis mencapai 12.060 ton per tahun. Budi daya ikan nila menjadi salah satu penyumbang target produksi perikanan Kabupaten Ciamis, yang mencapai 26.285 ton pada 2023.

Giyatno menargetkan, Kampung Nila Kawali bisa memproduksi hingga 360 ton per tahun, atau kurang lebih tiga kali lipat rata-rata produksi saat ini pada 2025 mendatang. Ia yakin target itu tercapai, karena saat ini Kampung Nila Kawali juga masuk ke dalam SFV.

Ikan nila rangu yang siap dipanenIkan nila Rangu yang siap dipanen Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Sebagai langkah awal untuk mengejar target tersebut, ujar Giyatno, pihaknya menambah lima lokasi budidaya di lima Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), untuk menggenjot produksi ikan nila di Kabupaten Ciamis, dengan Kampung Nila Kawali sebagai percontohan utamanya.

"Lokasinya di setiap kecamatan ada, yang tadinya lima lokasi, nanti kami tambah lagi dan nanti dari seluruh 27 kecamatan itu akan produksi ikan nila dan pasarnya sangat luar biasa, bukan hanya di sini saja," kata Giyatno.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui BRSDM KP menetapkan 22 lokasi SFV di beberapa wilayah di Indonesia untuk mendukung implementasi program prioritas berbasis ekonomi biru.

Penetapan lokasi SFV BRSDM terlaksana berdasarkan Surat Keputusan Kepala BRSDM Nomor 156 Tahun 2023 tentang Penetapan Lokasi Desa Perikanan Cerdas/ Smart Fisheries Village BRSDM Tahun 2023.

"Dalam mengembangkan SFV Desa, kami berkolaborasi dengan seluruh perangkat desa, masyarakat, pemerintah daerah, stakeholder serta civitas akademika. Jadi tidak hanya KKP yang masuk. Karena kami menghindari image membawa bantuan, tapi kami membawa suatu pengungkit untuk membangun desa menjadi desa cerdas atau desa pintar bersama-sama guna meningkatkan perekonomian desa," ujar Nyoman seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (kkp.go.id, diakses 23 Agustus 2024).

Sinar mentari terasa terik di wilayah Priangan Timur, Iim mengenakan topi berwarna biru kesayangannya untuk menghalau panas. Diseruputnya kopi hitam yang sedari pagi dihidangkan. Dari sorot matanya, terlihat harapan untuk pengembangan Kampung Nila Kawali di masa yang akan datang.

Lima tahun bukan waktu yang sebentar, juga tak terlampau lama bagi perkembangan Kampung Nila Kawali yang melesat secara ajaib. Walau demikian, Iim menekankan Kampung Nila Kawali bukanlah milik ia pribadi. Tetapi, merupakan milik warga Kawali, sebab yang membuat wadah itu begitu besar adalah komunitas yang ada di dalamnya.

"Ini untuk kesejahteraan masyarakat, dan Kampung Nila bukan milik pribadi tetapi milik masyarakat," ucap Iim.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads