Alarm darurat bergambar Garuda dengan latar biru terus 'dinyalakan' warganet di berbagai media sosial. 'Siaran Darurat' itu dalam rangka menyikapi kondisi perpolitikan di Tanah Air.
Bahkan gerakan postingan peringatan darurat itu direspons dengan aksi turun ke jalan. Seperti di Kabupaten Majalengka, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memblokade Jalan KH Abdul Halim.
Baca juga: Petasan Berterbangan di Gedung DPRD Jabar |
Mereka melakukan hal tersebut untuk menyuarakan ketidakpuasannya terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh DPR. Mereka menilai, DPR telah mencederai demokrasi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan piciknya, para penguasa mengamputasi demokrasi yang telah diperjuangkan sejak dulu," ucap salah seorang orator saat unjuk rasa di depan gedung DPRD Majalengka, Kamis (22/8/2024).
Melalui aksi ini mereka meminta DPR agar menghormati putusan MK. Mereka menduga DPR yang tengah menyusun sejumlah langkah untuk menganulir putusan MK tentang revisi Undang-Undang Pilkada 2024
"Ada dua poin krusial dalam revisi ini yang secara terang-terangan tidak merujuk pada putusan MK. Pertama, perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Padahal, putusan MK telah menghapus syarat tersebut," kata Ketua HMI Majalengka Rizfan Al Auzi Hidayatusidqi.
"Kedua, mengenai batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur yang justru mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) dan bukan MK, sehingga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum," sambungnya.
Rizfan juga menyoroti proses pembahasan revisi UU Pilkada yang berlangsung sangat kilat, bahkan terkesan dipaksakan. Dengan demikian, mereka siap menggelar aksi lebih besar jika tuntutannya tak digubris.
"Pembahasan hingga pengesahan revisi UU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Interupsi dari fraksi yang menolak pun tidak dihiraukan oleh Baleg," ucapnya.
(sud/sud)