Iguh Indah Hayati (55) dan anaknya Elia Imanuel Putra (24) harus bertahan hidup sejak ditinggal pergi sang kepala keluarga. Beragam cara untuk bertahan hidup mereka lakukan, sembari berusaha mencurahkan kepedihan hati di dinding rumah yang mereka tinggali.
Hingga akhirnya, Mudjoyo Tjandra (64) suami Indah dan ayah Elia, menemukan keluarganya dalam keadaan sudah meninggal dunia. Jasad keduanya sudah jadi kerangka, di dalam rumah yang mereka tinggali di Kompleks Tani Mulya Indah, RT 11/RW 15, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat pada Senin (29/7/2024).
Penyebab kematian keduanya tengah ditelisik. Penelusuran ini juga mau tak mau membongkar tabir pilu jejak hidup mereka selama beberapa tahun ditinggal Mudjoyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kerangka tersebut diidentifikasi tim dokter forensik Rumah Sakit Sartika Asih, dua kerangka itu kemudian dibawa ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri untuk menjalani tes lanjutan. Hasil tes DNA mengungkap kerangka itu berjenis kelamin perempuan berusia 50-60 tahun dan laki-laki usia 15-20 tahun.
DNA tersebut akan dibandingkan dengan sampel DNA Mudjoyo. Kerangka tersebut juga bakal dilakukan tes toksikologi, untuk memastikan penyebab kematian sampai ditemukan tinggal tulang. Terlebih, sampai saat ini belum ada orang yang mengaku sebagai kerabat maupun keluarga dari dua kerangka tersebut selain Mudjoyo.
Beragam cara dilakukan untuk menyingkap tabir misteri di balik kematian kerangka ibu dan anak itu. Polisi pun bakal melakukan pemeriksaan psikologi forensik untuk mengetahui kondisi kejiwaan dua kerangka itu.
"Saat ini selain dari tim puslabfor, Polres Cimahi juga melakukan pemeriksaan psikologi forensik (pada kerangka ibu dan anak)," kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto saat dikonfirmasi, Selasa (6/8/2024).
Proses pemeriksaan psikologi forensik biasanya dilakukan dengan meneliti TKP, pemeriksaan saksi yang kenal dengan subjek yang diteliti, hingga pemeriksaan dokumen serta aktivitas media sosial supaya mendapatkan gambaran subjek semasa hidupnya.
Tri mengatakan pemeriksaan psikologi forensik yang dilakukan terhadap dua kerangka itu melibatkan tim psikologi forensik dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor).
"Nantinya yang diambil (sebagai hasil pemeriksaan), selain dari pemeriksaan saksi-saksi juga dari identifikasi saintifik. Jadi kita bisa mengetahui motif kejiwaan korban walaupun sudah meninggal," kata Tri.
Dua kerangka itu diketahui meninggalkan sejumlah catatan yang kuat dugaan berkaitan dengan kondisi kehidupan mereka sebelum meninggal, kekecewaan pada sosok suami dan ayah yang meninggalkan mereka sejak 2015 silam.
"Konteksnya berkaitan dengan permasalahan yang dialami. Nantinya akan dipastikan terlebih dahulu, apakah tulisan yang ada di tembok itu sama dengan tulisan milik dua kerangka itu yang ditulis di media lain," kata Tri.
Seperti diketahui, di tengah proses pengungkapan misteri tersebut, guratan tembok berupa curahan hati Indah dan Elia, banyak menyebut nama Mudjoyo. Pada dinding bagian ruang tamu serta kamar tempat mereka meninggal itu berbunyi:
'Jikalau kau menikah lagi, aku harap kau jangan menyakiti istri ketiga mu nanti. Aku lihat kau sudah meminang istri baru lagi kan? Yang dari Ciamis yang photo bersamamu itu. Dipajang di FB Hendra Setiawan. Di kolom komentar tertulis mengingat karena kau pernah gagal menjalani hubungan pada istri ke 1 mu yang bernama Leony Maria Theressia'.
'Aku minta rumah ini diwakafkan untuk mesjid Tanimulya. Kalau Mudjoyo Tjandra tidak menyerahkan untuk didirikan mesjid di tempat ini, berarti sudah menjadi penjahat karena merebut hak saya dan warga Tanimulya untuk warga RT 10. Pak RT tolong tagih rumah ini dan harus jadi mesjid atas kematian saya'.
Di tembok tengah rumah, tertulis curahan hati diduga dibuat Elia. Tulisan itu berbunyi:
'Aku hanya minta uang sekolah tapi kau seperti itu. Katanya raihlah cita-citamu setinggi langit, tapi kau tidak dukung aku dengan biaya sekolah. Maafkan aku tidak bisa menjadi anak yang sempurna karena manusia tidak ada yang sempurna. Termasuk istrimu aja kau tinggalkan karena kau menuntut dia menjadi sangat sempurna. Tapi ketahuilah, hanya tuhan yang sempurna'.
Tulisan pada dinding ini pun tersimpan dalam sebuah flashdisk hitam dan buku tulis yang ditemukan polisi. Buku tulis itu kemungkinan dimiliki Elia.
"Ya isi di flashdisk hampir sama dengan yang berada di dinding dengan buku. Isinya soal kekecewaan terhadap keluarga, kehidupan, itu semua yang ada di dalam USB (flashdisk) dan dinding rumah," kata Tri.
Belum lagi dengan jejak digital yang menyimpan kepedihan hidup Elia sebelum jadi kerangka. Elia masih punya akun facebook dengan nama Imanuel San Fierro.
Pada akun facebook yang terakhir aktif pada 10 Oktober 2018 itu, Elia banyak mengunggah foto wajahnya bersama dengan beberapa rekan. Ada fotonya semasa kecil dan saat sudah beranjak remaja.
detikJabar mencoba membandingkan foto yang ada di akun tersebut dengan salah satu foto lain yang dibawa polisi dari rumah tempat dua kerangka itu ditemukan. Dan hasilnya sama. Hal itu dikonfirmasi oleh anggota Satreskrim Polres Cimahi.
Di akun facebook itu, Elia banyak mengungkapkan isi hatinya. Kebanyakan keluh kesah soal kehidupan pribadinya. Jika dibaca lebih saksama, hal itu berkenaan dengan kondisi keluarganya.
"Masalahku sudah banyak Tuhan jangan tambah lagi masalah ku aku tidak kuat lagi semua impian ku semua yang kuharapkan semua yang ku tuju akan musnah seketika," tulis Elia di akun facebooknya.
Pada tulisan lainnya, Elia mengunggah tulisan 'Frustrasi'. Ia juga sempat berpamitan di media sosial dengan menuliskan 'goodbye'.
Sementara unggahan terakhir soal keresahan hatinya dibuat Elia pada 19 September 2018. Di situ ia menulis 'Aku akan pergi ke tempat yang jauh, jauh dari kebisingan kota. Aku pergi menenangkan hidupku, pergi jauh dari kota, hidup sendirian di hutan. Hidupku sangat terluka dengan dunia ini, termasuk ayahku yang membuatku hidup lebih menderita. Selamat tinggal kota selamat datang forest'.
Riwayat Pencarian Sianida
Mirisnya lagi, polisi menemukan riwayat pencarian dan pembelian racun sianida dari handphone milik ibu dan anak itu. Tri mengatakan, pencarian dan pembelian racun sianida itu dilakukan secara online. Hal itu diketahui polisi dari hasil pemeriksaan handphone yang diambil dari rumah tempat kedua kerangka ditemukan.
"Berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan, ada riwayat pencarian dan pembelian racun sianida dari handphone dua kerangka itu," kata Tri saat dikonfirmasi, Sabtu (10/8/2024).
Tri mengatakan, aktivitas itu dilakukan ibu dan anak tersebut pada tahun 2018 lalu. Kendati demikian, pihaknya belum bisa mengaitkan temuan fakta baru itu dengan penyebab kematian keduanya. Saat ini polisi sedang melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap kedua kerangka itu untuk mengetahui penyebab kematian.
"Sekarang masih berjalan pemeriksaan psikologi forensik, tes DNA, dan uji toksikologi oleh Puslabfor Mabes Polri. Jadi kami mohon waktu sampai hasilnya keluar untuk menyampaikan perkembangan terbaru," tutur Tri.
(aau/dir)