Tembok batu bata mendadak merintangi jalan aspal di Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya. Jalan tersebut awalnya jadi alternatif warga, karena jalur utama yang rusak tertimbun longsor.
Usut punya usut tembok itu sengaja dibangun oleh pemilik tanah dan menjadi viral di media sosial. Berikut fakta-fakta seputar kasus tersebut, hingga akhirnya muncul jalan keluar.
1. Jalan Alternatif Pasca Longsor Disewa Belasan Juta
Kepala Desa Mandalasari, Nurkomara Mahmud membenarkan terdapat jalan yang ditutup pemilik tanah. Jalan ini dioperasikan setelah jalan desa amblas terbawa longsor beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jalan desa belum diperbaiki hingga akhirnya dialihkan menuju tanah milik warga yang juga kerabat mantan Kepala Desa Mandalasari sebelumnya. Jalan yang ditutup itu dibangun di tanah milik warga bernama Hasanudin. Selama ini, jalan yang dibangun di atas milik Hasanudin disewa Rp15 juta per tahun.
"Benar ada jalan yang ditutup itu jalan yang dibangun di tanah milik warga. Selama ini sama pemerintah desa yang lama sebelum kadesnya saya, informasinya selalu disewa Rp15 juta pertahun. Jalan ini menggunakan tanah warga karena jalan desa longsorkan, nah pembangunan jalan desa yang longsor itu, teu puguh juntrungana (enggak jelas arahnya) enggak jelas waktu itu. Jadi kalau perbaikan jalan itu selesai, otomatis tidak akan ada masalah seperti ini," kata Nurkomara Mahmud, pada detikJabar, Senin (1/7/24).
2. Tidak Tercapai Kesepakatan
Pihak Desa Mandalasari sudah berupaya bayar uang sewa pada pemilik tanah sebesar Rp5 juta. Desa meminta agar pemilik tanah izinkan kendaraan angkel dan elf melintas, namun tidak disepakati pemilik. Alhasil, jalan dipagari pemilik.
"Ditutup karena tidak ada kesepakatan antara pemilik tanah dengan keinginan masyarakat. Saya mengatasnamakan masyarakat itu minimal engkel dan elf yang kosong bisa melintas ke jalan tersebut. Tapi pemilik tanah tidak mengizinkan, akhirnya ditutup seperti itu. Kalau terkait ditutup, saya tidak bisa apa-apa. Karena itu tanah miliknya," kata Kades Nurkomara Mahmud.
3. Warga Mengeluh, Kendaraan Sulit Melintas
Terdapat 2.500 warga yang tinggal tiga dusun di Cikurantung, Sagulung, dan Mekarjaya. Mereka pun harus merasakan terhambat aksesnya. Masyarakat harus jalan kaki saat melintasi jalan yang di pagar.
Jalan dipastikan tidak bisa dilintasi kendaraan roda dua dan empat. Hanya pejalan kaki yang bisa melintas dengan cara menyelinap di pinggir pagar.
Ukar Setiawan warga Cikurantung bercerita susahnya akses jalan yang biasa digunakan umum ditutup. Bahkan, kendaraan roda empatnya terjebak dan tidak bisa melintas.
"Aktivitas kehambat masyarakat dengan adanya ini, walau memang itu lahan milik pribadi yah. Motor saya disimpan aja, jalan kaki kalau ke bawah. Malahan mobil saya kejebak di atas enggak bisa turun," kata Ukar, Selasa (2/7/24).
4. Warga Minta Perbaikan Jalan Longsor
Ukar juga menuntut agar pemerintah segera memperbaiki jalan Desa yang longsor. Jika sudah normal, maka aktivitas masyarakat tidak harus menggunakan jalan di lahan orang lain.
"Saya sih minta jalan desa yang longsor benar-benar diperbaiki, anggaran kan besar. Biar masyarakat gak kesusahan," kata Ukar Setiawan.
![]() |
5. Mediasi Temui Jalan Buntu
Camat Puspahiang, Dadan Hamdani, mengaku sudah melakukan upaya mediasi kedua belah pihak. Pihak Desa Mandalasari dan pemilik lahan Hasanudin. Namun, belum membuahkan hasil.
"Jadi kami sudah upayakan mediasi tapi belum ada titik temu, saya menekankan bagaimana agar masyarakat ini tidak terhambat aksesnya. Harus duduk bersama," kata Dadan Hamdani.
6. Keluarga Sebut Jalan Sudah Bersertifikat
Pihak Keluarga yang memagari jalan angkat bicara. Cuncun Haerudin, sebagai adik pemilik tanah sekaligus mantan Kepala Desa Mandalasari mengakui pihaknya telah memagari jalan. Alasannya, karena jalan yang dibangun berada di atas tanah pribadi yang sudah disertifikasi.
Tanah itu kemudian harus disewa karena waktu itu terdapat lahan usaha pemilik tanah yakni Pom Mini. Pemilik lahan mau Pom Mininya dibongkar dengan catatan jalan disewa.
7. Tolak Kendaraan Besar Melintas
Selain itu menurut Cuncun keluarga juga menolak keinginan pihak desa agar jalannya dilintasi kendaraan ankel dan mini bus angkutan, karena khawatir getarannya merusak rumah. Apalagi lebar dan panjang jalan yang dibangun di lahan miliknya mencapai 22 meter dengan lebar 2,5 meter setengah.
"Jadi kan saya juga bantu masyarakat lobi ke kakak saya, bagaimana lahannya dipakai jalan padahal waktu itu ada Pom Mini usaha kakak saya. Dikasihlah, nah setelah Kepala Desa baru sempat ngasih sewa Rp 5 juta enam bulan lalu. Karena Pemdes tak kunjung membayar sisanya, akhirnya kakak saya memutuskan untuk membangun, yang otomatis jalan tersebut jadi tertutup. Malah, itu disuruh sama kades yang baru, sok aja tutup katanya," kata Cuncun.
"Siapa yang mau tanggung jawab kalau rumah kakak saya rusak, makanya gak mau mobil besar melintas," tambahnya.
8. Tembok Dibongkar dengan Kesepakatan
Tembok tersebut akhirnya dibongkar pada Kamis (4/7/2024) sore. Proses pembongkaran dilakukan pemilik bersama petugas Desa Mandalasari, aparat kepolisian, TNI, petugas Kecamatan Puspahiang dan BPD Desa Mandalasari.
"Alhamdulillah jalan yang ditutup di Wiayah Desa Mandalasari, sekarang sudah dibuka kembali dan sudah bisa diakses oleh seluruh warga. Terima kasih atas kerjasama semuanya," ujar Dadan Hamdani, Camat Puspahiang, kepada detikJabar.
Meski sudah hampir sepekan berdiri namun tembok belum terlalu keras. Pembongkaran pagar yang menutup jalan tidak membutuhkan waktu lama. Pembongkaran dilakukan usai musyawarah bersama para pihak dengan BPD Desa Mandalsari.
"Sudah ada musyawarah semua pihak melalui BPD Desa Mandalasari," kata Dadan Hamdani.
Kepolisian Sektor Puspahiang turut mengawal jalanya proses pembongkaran pagar. Kesepahaman yang terbangun antara semua pihak jadi alasan jalan dibuka. Tujuan utamanya agar akses mobilitas masyarakat bisa kembali lancar.
"Alhamdulillah sudah dibuka, malahan mobil Patroli Polsek yang dicoba melintas. Semuanya kan untuk kebaikan bersama utamanya masyarakat Desa Mandalasari," ucap Iptu Dedi Haryana, Kapolsek Puspahiang.
Perwakilan keluarga pemilik tanah yang jadi jalan umum, Cuncun Haerudin menyebut pagar diputuskan dibongkar setelah pihak Desa Mandalasari mendatangi rumah kakaknya. Mereka membayar sisa uang sewa senilai Rp 10 juta rupiah.
"Ya kakak saya sudah didatangi pihak desa malam tadi. Uang sewa sisanya 10 jutaan sudah dibayarkan. Alhamdulillah jadi beres semua," kata Cuncun Haerudin.