Sebuah jalan aspal di Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya tak bisa dilewati warga. Sebab, jalan itu dibangun tembok oleh pemilik tanah.
Tembok dengan batu bata dan semen itu, dipasang pagar besi kecil. Sementara bagian atasnya dibangun dengan menyerupai gapura. Diketahui, peristiwa pemagaran jalan terjadi Minggu (30/6/2024) lalu.
Jalan itu tidak bisa dilintasi kendaraan roda dua dan empat. Hanya pejalan kaki yang bisa melintas dengan cara menyelinap di pinggir pagar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian ini jadi perbincangan hingga di media sosial, setelah diunggah dalam akun Facebook Lembur Salawu. "Desa Mandalasari Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya, arah SagulungCikurantung jalan ditutup aya naon (ada apa)?," tulis akun tersebut.
Kepala Desa Mandalasari, Nurkomara Mahmud pun membenarkan terdapat jalan yang ditutup pemilik tanah. Jalan ini dioperasikan setelah jalan desa amblas terbawa longsor beberapa waktu lalu.
Jalan desa belum diperbaiki hingga akhirnya dialihkan menuju tanah milik warga yang juga kerabat mantan Kepala Desa Mandalasari sebelumnya. Jalan yang ditutup itu dibangun di tanah milik warga bernama Hasanudin. Selama ini, jalan yang dibangun di atas milik Hasanudin disewa Rp15 juta per tahun.
"Benar ada jalan yang ditutup itu jalan yang dibangun di tanah milik warga. Selama ini sama pemerintah desa yang lama sebelum kadesnya saya, informasinya selalu disewa Rp15 juta pertahun. Jalan ini menggunakan tanah warga karena jalan desa longsorkan, nah pembangunan jalan desa yang longsor itu, teu puguh juntrungana (enggak jelas arahnya) enggak jelas waktu itu. Jadi kalau perbaikan jalan itu selesai, otomatis tidak akan ada masalah seperti ini," kata Nurkomara Mahmud, pada detikjabar, Senin (1/7/24).
Pihak Desa Mandalasari sudah berupaya bayar uang sewa pada pemilik tanah sebesar Rp5 juta. Desa meminta agar pemilik tanah izinkan kendaraan angkel dan elf melintas, namun tidak disepakati pemilik. Alhasil, jalan dipagari pemilik.
"Ditutup karena tidak ada kesepakatan antara pemilik tanah dengan keinginan masyarakat. Saya mengatasnamakan masyarakat itu minimal engkel dan elf yang kosong bisa melintas ke jalan tersebut. Tapi pemilik tanah tidak mengizinkan, akhirnya ditutup seperti itu. Kalau terkait ditutup, saya tidak bisa apa-apa. Karena itu tanah miliknya," kata Nurkomara Mahmud.
Terdapat 2.500 warga yang tinggal tiga dusun di Cikurantung, Sagulung, dan Mekarjaya. Mereka pun harus merasakan terhambat aksesnya. Masyarakat harus jalan kaki saat melintasi jalan yang dipagar.
Di lain sisi, pihak Keluarga yang memagari jalan angkat bicara. Cuncun Haerudin, sebagai adik pemilik tanah sekaligus mantan Kepala Desa Mandalasari mengakui pihaknya telah memagari jalan. Alasannya, karena jalan yang dibangun berada di atas tanah pribadi yang sudah disertifikasi.
Tanah itu kemudian harus disewa karena waktu itu terdapat lahan usaha pemilik tanah yakni Pom Mini. Pemilik lahan mau Pom Mininya dibongkar dengan catatan jalan disewa.
Selain itu, keluarga juga menolak keinginan pemkab desa agar jalannya dilintasi kendaraan ankel dan mini bus angkutan, karena khawatir getarannya merusak rumah. Apalagi lebar dan panjang jalan yang dibangun di lahan miliknya mencapai 22 meter dengan lebar 2,5 meter setengah.
"Jadi kan saya juga bantu masyarakat lobi ke kakak saya, bagaimana lahannya dipakai jalan padahal waktu itu ada Pom Mini usaha kakak saya. Dikasihlah, nah setelah Kepala Desa baru sempat ngasih sewa Rp 5 juta enam bulan lalu. Karena Pemdes tak kunjung membayar sisanya, akhirnya kakak saya memutuskan untuk membangun, yang otomatis jalan tersebut jadi tertutup. Malah, itu disuruh sama kades yang baru, sok aja tutup katanya," kata Cuncun.
"Siapa yang mau tanggung jawab kalau rumah kakak saya rusak, makanya gak mau mobil besar melintas," tambahnya.
(aau/sud)