Sepenggal Kisah Kelam Penjarahan Kuburan Tionghoa Dampak Krismon

Lorong Waktu

Sepenggal Kisah Kelam Penjarahan Kuburan Tionghoa Dampak Krismon

Wisma Putra - detikJabar
Senin, 01 Jul 2024 07:00 WIB
Ilustrasi makam Tionghoa di Bandung
Ilustrasi makam Tionghoa di Bandung (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Kerusuhan 1998 tak hanya berdampak pada penjarahan pada pusat pertokoan hingga pusat perbelanjaan yang ada di pusat kota saja. Namun, dampak krisis moneter (krismon) pada masa itu membuat warga menjarah kuburan.

Mengapa warga nekat menjarah kuburan? Seperti di TPU Cikadut yang notabene merupakan kuburan warga Tionghoa, banyak warga yang menjarah besi tiang hingga pagar yang terpasang di kuburan itu untuk dijual.

Tak hanya itu, oknum warga juga mencokel batu nisan, lantai hingga marmer yang terpasang di kuburan tersebut. Cerita kelam itu, dikisahkan oleh Husein salah satu warga Tionghoa yang ada di Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pagar di makam-makam yang ada di Cikadut dijarah, ukiran dari bahan kuningan, itu untuk dijual. Belum lantai, nisan sampai marmer-marmer besar, itu waktu krismon," kata Husein kepada detikJabar.

"Ngeri pokoknya waktu itu, sampai kuburan dijarah," tambah Husein.

ADVERTISEMENT

Hal serupa juga dikatakan Sukanto Ali Winoto dari Forum Komunikasi Tionghoa Indonesia. Kerusuhan 1998 memang sangat berdampak pada kondisi perekonomian warga hingga kuburan tak luput menjadi sasaran penjarahan.

"Dulu tahun 1998 ada penjarahan, pagar, keramik, granit, bahkan di batu nisa dicongkel," ujarnya.

Ilustrasi makam Tionghoa di BandungIlustrasi makam Tionghoa di Bandung Foto: Wisma Putra/detikJabar

Tak hanya di TPU Cikadut, hal serupa juga menurut Sukanto terjadi di Tiong Teng yang ada di daerah Kalitanjung, Cirebon. "Besi-besinya diambil dan dijual, keramik dan granit dicongkel untuk dipasang di rumahnya," tuturnya.

Lebih parah lagi, ada makam yang sampai dibongkar dan digali karena mereka beranggapan di makam warga Tionghoa terdapat banyak harta yang dibawa oleh warga yang meninggal dan dikuburkan.

"Tidak ada, salah kaprah, orang Tionghoa dimakamkan tidak bawa perhiasan emas, tidak ada, ada yang digali mereka salah kaprah, memang ada peninggalan baju dan barang kesayangannya seperti kacamata, tapi kalau perhiasan tak ada," terangnya.

Sukanto menyebut, alasan warga menjarah kuburan Tionghoa tak lain dan tak bukan karena masalah ekonomi yang saat itu berantakan sehingga mereka yang tak bersabar terdorong untuk mencuri demi mendapatkan uang

"Ada juga yang sampai dibor, gak masuk akal," tambahnya.

Sejak kejadian itu, ketika ada warga Tionghoa meninggal akhirnya memilih dikremasi dengan alasan keamanan. "Dikremasi, karena kalau dimakamkan dikhawatirkan ada penjarahan, ada pemerasan," ucapnya.

Meski demikian, baik di Cirebon atau pun Bandung, masih banyak warga Tionghoa yang memilih dikuburkan langsung. Tapi banyak juga yang memilih dikremasi.

(wip/yum)


Hide Ads