UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah 1 Bogor, Disnakertrans Provinsi Jawa Barat melayangkan panggilan kepada pemilik perusahaan Pabrik Kapur PT BBBM yang berlokasi di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.
Hal itu dilakukan pasca peristiwa tewasnya pekerja bernama Usman (20) akibat tergiling mesin penghalus batubara pada Minggu (9/6/2024). Persoalan K3 hingga kepesertaan BPJS menjadi sorotan pihaknya.
"Kami sudah melayangkan surat panggilan, ke perusahaan tersebut dan kemungkinan akan berkembang," kata Yoga, petugas pengawas ketenagakerjaan kepada detikJabar, Kamis (27/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu tewasnya Usman memancing reaksi dari warga, mereka mendatangi perusahaan tersebut dan membentangkan spanduk bernada protes. Mereka berharap peristiwa yang menimpa pekerja tidak terulang kembali dan pengusutan dilakukan secara profesional.
"Intinya kami mengecam tewasnya warga akibat kecelakaan kerja di dalam area pabrik tersebut, lebih mirisnya lagi perusahaan tidak mendaftarkan pegawainya sebagai peserta BPJS Tenaga Kerja, sehingga tidak ada jaminan untuk korban dan keluarganya," kata Suparman, salah seorang koordinator aksi tersebut kepada detikJabar, Kamis (27/6/2024).
Suparman juga menyebut kematian yang menimpa Usman, harus menjadi kasus yang terakhir dan tidak terulang kembali. Menurutnya ada indikasi kelalaian dalam pelaksanaan K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
"Jangan lagi ada warga kami, pekerja yang tewas di wilayah Jampang Tengah karena adanya indikasi kelalaian dalam pelaksanaan K3. Aturan harus ditegakan, jangan ada main mata, harus diusut hingga benar-benar tuntas dan jangan ada kesan pembiaran," bebernya.
"Memang ada uang kadedeuh dari perusahaan, namun nilainya kurang dari aturan dimana seharusnya keluarga korban melalui ahli warisnya menerima 48 kali gaji sesuai aturan BPJS-TK karena almarhum tidak diikutkan dalam jaminan tersebut," sambung dia.
Menurut Suparman, keluarga korban hanya menerima uang sebesar Rp 70 juta. Uang itu menurut Suparman hanya cukup untuk melunasi utang korban, sementara istrinya yang tengah mengandung hidup dalam kekurangan.
"Uang itu untuk bayar utang, lalu biaya pemakaman juga tidak ada, ditambah lagi ketika anaknya lahir siapa yang nanti akan membiayai, ini harus diperhatikan dengan benar. Kami berharap kepolisian yang melakukan pengusutan dan Pengawas Ketenagakerjaan untuk bertindak tegas," tutur Suparman.
Sementara itu, salah seorang karyawan yang menduduki posisi penting di peruahaan yang didatangi warga mengatakan pihaknya akan mematuhi hukum dan mengikuti setiap prosesnya. Begitu juga dengan apa yang disuarakan warga. Menurutnya saat ini status perusahaan dalam proses oper kepemilikan.
"Kita akan ikuti aturan hukum, proses yang lebih tahu ini siapa (yang bertanggung jawab) BBM atau GKH, di internal perusahaan saya tanya (PT) GKH katanya ada di ranah (PT) BBM saya tanya ke BBM ada di GKH, karena memang sedang proses oper alih," ungkap sumber yang minta namanya dirahasiakan tersebut.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara, Kapolres Sukabumi, AKBP Tony Prasetyo menyebut sudah ada beberapa saksi yang diperiksa terkait kejadian tersebut.
"Sudah dimintai keterangan 5 orang saksi, untuk pendalaman lebih lanjut dilaksanakan (penyelidikan) oleh Satreskrim Polres," singkat Tony.
(sya/orb)