Respons Para Bacawalkot soal Spanduk yang Jadi Polusi Visual di Bandung

Respons Para Bacawalkot soal Spanduk yang Jadi Polusi Visual di Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 08 Jun 2024 12:30 WIB
Spanduk kampanye yang bikin polusi visual di Bandung
Spanduk kampanye yang bikin polusi visual di Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar).
Bandung -

Meski Pilkada 2024 masih cukup lama, tapi spanduk wajah para bakal cawalkot Bandung sudah terpampang dimana-mana. Tak cuma di billboard besar, terlihat banyak spanduk yang diikatkan di tiang-tiang traffic light, dibuat pigura dari bambu, diikat ke pohon, atau menyatu dengan spanduk iklan lain di tepi jalan.

Tentu saja spanduk-spanduk itu tak berizin. Ditambah lagi, belum waktunya mereka 'tampil' memasang alat peraga kampanye (APK). Koor Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Kota Bandung Indra Prasetyo Hardian mengaku, pihaknya memantau hal tersebut.

Dia telah mewanti-wanti pada Pemkot Bandung kepada Satpol PP sebagai dinas terkait, untuk lebih tegas dan rajin dalam menertibkan spanduk-spanduk tak berizin itu. "Spanduk dan APK itu kan nanti serentak ketika tahapan kampanye sudah mulai, yaitu tanggal 25 September sampai dengan 23 November 2024," katanya pada detikJabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau memang sekarang sudah banyak yang dipasang oleh bacalon di tempat-tempat yang dilanggar, seharusnya pemerintah tegas dengan menertibkannya. Karena kami dari Bawaslu belum bisa bilang mereka calon walikota atau gubernur, karena pendaftarannya baru dibuka tanggal 27-29 Agustus," imbuhnya.

Tak cuma itu, Kabid Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 PPL B3 DLH Kota Bandung Salman Faruq juga menyebut, APK para bacawalkot sebetulnya berakhir sebagai sampah residu alias tak punya fungsi optimal untuk didaur ulang.

ADVERTISEMENT

"Kalau di DLH, sampah spanduk bekas itu yang sudah dikumpulkan, paling diperlakukan sebagai residu. Jadi ya berakhir masuk ke TPS dan berakhir ke TPA," ucapnya.

"Lalu biasanya kalau ada yang berkenan, itu diguna ulang jadi alas atau penutup seperti terpal. Kemudian ada pihak lain yang mengumpulkan dan menampung, itu oleh komunitas," kata Salman.

Lalu, seperti apa kata para calon pemimpin saat ditanya soal spanduk yang terpasang belum waktunya, dan berakhir sia-sia di TPS? Sejauh mana komitmen mereka dalam menjaga Kota Bandung?

Pemasangan APK Memang Belum Waktunya, Tapi...

Para bacawalkot yang menjawab saat tim detikJabar hubungi mengaku, bahwa pemasangan APK yang mereka lakukan itu belum pada waktunya. Hanya saja, mereka merasa pemasangan spanduk merupakan hal yang perlu sebagai salah satu media pengenalan.

"Memang betul ya, kan belum waktunya pasang-pasang. Memang calonnya juga belum ada sekarang. Kita (PKS) juga belum ada calonnya. Siapa calonnya sekarang? Belum ada calon wali kota, belum ada ketetapan. Belum ada yang ditetapkan oleh KPU dan sebagainya," kata Asep Mulyadi, bacawalkot dari PKS.

"Jelang Pilkada ataupun kemarin Pileg, maka mau tidak mau memang beberapa bakal calon ya mereka sudah mulai memperkenalkan, mensosialisasikan, atau minimal mulai menyampaikan informasi gitu kepada masyarakat," lanjutnya.

Sementara itu, Siti Muntamah yang juga bacawalkot dari PKS menyebut bahwa pemasangan spanduk saat ini merupakan respons dari partisipan dan calon kandidat, untuk mengenalkan sosok yang akan diusung.

"KPU kan sudah membuat jadwal tuh kapan Pilkada, kapan penentuan. Ya para kontestan dan partai-partai merespon semuanya. Sarana sosialisasi offline itu kan memasang spanduk, mengenalkan, menyampaikan, agar masyarakat harapannya mengenal dengan para kandidat," jawab Siti.

Selain itu spanduk yang dipasang, baik menurut Siti maupun Sonny Salimi, bacawalkot dari Partai Gerindra, mengklaim spanduk-spanduk itu dipasang oleh para pendukungnya. Sehingga letaknya pun tak selalu sesuai aturan.

"Spanduk itu kan juga tidak saya yang memerintah, bukan saya yang memasang, tapi teman-teman yang mendukung. Mereka berpikir bagaimana menyampaikan dukungan di tengah semarak ini. Spanduk itu kan juga bisa dibilang media yang paling murah," kata Sonny.

Katanya, Spanduk Masih Jadi Media Kampanye yang Penting

Sonny juga mengaku, spanduk tak bisa lepas dari media kampanye yang paling cepat untuk membuat masyarakat kenal dan mudah mengingatnya. Ia pun memberi masukan, jika memang khawatir para partisipan dan tim bacawalkot memasang APK dengan sembarangan dan mengotori estetika kota, maka tiap kewilayahan harus diberi spot khusus untuk tempat ngiklan.

"Apakah spanduk media paling ampuh? Itu sebetulnya harus ada studi dulu. Tapi langkah yang paling cepat bisa dilakukan kan itu, kalau yang lain seperti sosialisasi, datang langsung, kan butuh waktu. Lebih cepat memang media, koran, termasuk spanduk," jawab Sonny.

"Pemerintah maka mungkin ke depannya perlu memberi ruang publikasi di kewilayahan. Dengan waktu yang sebentar ini (kampanye), kalau tidak promosi itu kan susah. Tahun ini kita tidak ada incumbent, tapi kalau ada kan mereka yang diuntungkan. Jadi harus menyeimbangkan hak dan kewajibannya. Dimana kami bisa publikasi gratis dan terpetakan tiap kecamatan? Juga harus dipikirkan lokasi harus di tempat orang banyak yang lihat," imbuhnya.

Senada dengan Siti atau akrab disapa Ummi Oded, yang menjawab bahwa menurutnya tak semua wilayah bisa terjangkau dengan billboard besar. Sehingga, spanduk-spanduk jadi penting selama tidak merusak fasilitas umum.

"Penting lah.. apalagi di titik yang sering macet, biar inget oh itu wajahnya Ummi Oded, oh itu namanya. Menempatkan spanduk di seluruh wilayah itu salah satu sarana efektif sosialisasi. Karena nggak semua titik ada billboardnya, itu hanya menjangkau di kota, tidak ke seluruh kelurahan, pemukiman," ucap Siti.

"Sejauh ini sih saya melihat belum ramai ya, dasarnya selama tidak mengganggu dan merusak, masih dikatakan wajar. Selama ini kami awasi itu jika spanduk mengganggu, rusak, Insyaallah saya awasi. Saya makanya nggak pasang juga banner kecil, karena khawatirnya dipasang warga di titik-titik seperti pohon," lanjut dia.

Melihat Sejauh Mana Komitmen Mereka Jaga Estetika Kota

Saat disinggung soal apakah siap jika APK kena sanksi pencopotan atau kena bersih-bersih Satpol PP, Asep Mulyadi mengaku siap dan sepakat. Katanya, hal ini harus jadi perhatian para bacawalkot untuk mengarahkan tim publikasi agar tak sembarang tempel.

"Ya sepakat bahwa Bandung ini kota yang harus kita pelihara bersama supaya tertib, nyaman, tidak polusi visual. Nah tentu saja para bakal calon harus berupaya juga menyampaikan, mengarahkan kepada timnya supaya melakukan sosialisasi. Harus menyesuaikan dengan aturan daerah yang l ada, dengan perda yang ada," ucap Asep.

"Kami mendorong kepada semua bakal calon tentunya termasuk kami juga," janjinya.

Sementara itu Siti menyebut sosialisasi Perda juga perlu dimasifkan ke calon kandidat, tim pemenangan, dan warga. Sebab, para partisipan atau siapapun berhak mengawasi jika ada spanduk yang merusak estetika kota atau tak sesuai tempatnya.

"Pemasang pun, relawan juga harus responsif sehingga bisa dirapikan untuk estetikanya. Jadi perlu disoroti dengan positif ya, perlu diatur sesuai Perda. Memang harus dijaga estetikanya, dan relawan ketika tahu ada spanduk yang tidak layak, perlu merasa terpanggil untuk merapikan. Misalnya ada yang melihat spanduk saya lepas, bisa difoto bagikan, kirim ke DM, itu kita merasa sangat terbantu. Saya terbuka lah," katanya.

Soal misi untuk membebaskan Bandung dari sampah spanduk, Siti pun menyebut ia selama ini mencoba menggunakan spanduk-spanduknya kembali sebagai alas duduk atau terpal.

"Kalau saya yang gede-gede itu diambil, selama belum diambil Satpol PP. Untuk jadi terpal, alas duduk saat kegiatan, bahkan juga di beberapa titik suka diminta untuk dimanfaatkan kembali," sambung Siti.

Sementara itu pendapat Sonny pun tak jauh beda dengan Siti dan Asep. Selain ia mendorong agar sosialisasi Perda terus digalakkan dan ditegakkan, ia juga berharap unsur pemerintah perlu tegas pada sampah visual baik yang memuat kampanye atau tidak.

"Perlu sosialisasi ya agar semua orang tahu. Apalagi spanduk itu kan di luar pilkada juga banyak. Pemkot harus menjalankan fungsi dan kewenangannya dan Pol PP akan menertibkan. Kami diberi tahu aturannya, tatacara pasang, jadi saling mengingatkan," kata Sonny.

"Setelah ada teguran ya kita harus sedia terima sanksi. Tapi apakah saya yang memerintah? Bisa jadi yang memasang spanduk itu kan komunitas. Tapi sebagai warga yang taat hukum, saya terima dan welcome, tapi perlu diketahui kalau tidak semua orang itu tahu aturannya. Visi kita pun keindahan dan ketertiban kota harus ditegakkan," pesannya.

(aau/mso)


Hide Ads