Kasih ibu sepanjang masa, peribahasa itulah yang menggambarkan keteguhan Waqiah (54) warga Kampung Lemahduhur, Desa Margaluyu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Di usianya yang tak lagi muda, Waqiah tetap merawat anak bungsunya yang mengalami celebral palsy.
Penyakit cerebral palsy adalah kondisi kronis yang terjadi akibat kerusakan otak. Keadaan ini ditandai dengan gangguan pada otot, gerak, dan koordinasi tubuh.
Abdurrahman (17) divonis mengalami celebral palsy sejak lahir. Tanda-tanda pertumbuhan Abay, sapaan akrabnya, berhenti saat berusia 5 bulan. Dia tak bisa bicara layaknya bayi pada umumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehari-hari, Abay bergantung pada orang tuanya karena tak bisa bergerak. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Bahkan untuk makan, Waqiah harus menyuntikkan makanan yang dihaluskan.
Hal ini dilakukan karena Abay tidak mampu mengunyah makanan sehingga semua asupan harus diberikan melalui slang nasogastric tube atau sonde. Termasuk untuk buang air besar, Waqiah harus mengganti kantung kolostom usai usus Abay dioperasi.
Sang ibu menuturkan, saat mengandung Abay sebenarnya dalam kondisi stabil. Namun saat melahirkan, Waqiah mengalami pendarahan hebat dan kejang-kejang (eklamsia) hingga tak sadarkan diri.
"Saat itu kan ibu nggak tahu (nggak sadar) qadarallah kalau periksa ke dokter, ke bidan, sehat pas lahir. Tiba-tiba dicek rumah sakit dibawa oleh bidan desa, diagnosa ibu eklamsi lahir nggak sadarkan diri, ibu masuk ICU selama dua hari. Qadarallah ibu sehat, Abay disimpan di inkubator lima hari, kata dokter boleh anak ibu dibawa pulang seminggu kemudian," kata Waqiah kepada detikJabar di kediamannya.
Kelahiran Abay pada tahun 2007 itu masih melekat diingatan Waqiah. Saat itu, dokter menyatakan jika kondisi anaknya sehat. Namun sejak usia nol sampai lima bulan, Waqiah merasakan perbedaan Abay dibandingkan kakak-kakaknya.
"(Anak) yang pertama normal jadi tahu kan kondisi anak begini-begini. Kalau Abay jadi tidak ada perkembangan sama sekali. Usia 5 bulan sudah ketahuan nggak bisa, kan biasanya sudah bisa tengkurap. Pokoknya anak ibu total nggak bisa apa-apa sampai usia 2 tahun," ujarnya.
Setelah mengetahui hal tersebut, Waqiah pun menyampaikan keresahannya ke bidan setempat dan langsung dirujuk ke RSUD Syamsudin SH. Abay pun diminta untuk terapi bertahun-tahun.
"Dari lahir kejang, kejangnya nggak panas, tiba-tiba kejang akut gitu jadi di awal itu (gejalanya). Divonisnya cerebral palsy, kata dokter," sambungnya.
Cobaan Waqiah belum berakhir, pada 2021, perut sang anak tiba-tiba membesar. Ditambah tak semua proses perawatan ditanggung BPJS. Selama satu bulan, Abay tidak bisa buang air besar, oleh karenanya dokter melakukan tindakan operasi dengan mengeluarkan usus besar Abay.
"Sempet bengkak perutnya, bawa aja ke RS, BPJS mah bisa belakangan yang penting anak dirawat dulu. Sudah dua hari di rumah sakit, BPJS berjalan langsung dioperasi," ucap dia.
"Sebulan tidak BAB, ususnya diputus, insyaallah 3-4 bulan bisa dimasukkan lagi katanya tapi qadarullah kondisi Abay gini, kalau dimasukan lagi risikonya tinggi," sambungnya.
Usai operasi tersebut, Waqiah kursus selama tujuh bulan kepada salah satu dokter di daerah Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi. Dia belajar cara membersihkan kolostomi menggunakan sarung tangan, kassa dan alat-alat khusus lainnya.
Selama 17 tahun, Waqiah dan suaminya Anwar Wiharja (58) bertahan. Anwar yang sehari-hari bekerja sebagai petani menyempatkan waktu untuk mengantar anaknya rawat jalan di rumah sakit.
Biaya kebutuhan Abay selama ini mengandalkan BPJS. Selain itu, kakak-kakak Abay dan beberapa donatur juga ikut membantu memenuhi kebutuhannya.
"BPJS punya dicover dari pemerintah. Nggak setiap hati kalau itu mah, kalau ada kejang baru ke RSUD Syamsudin, nggak pernah kemana-mana dari bayi sampai sekarang nggak pindah-pindah rumah sakit," kata dia.
![]() |
Waqiah mengatakan, kebutuhan gizi Abay setiap harinya harus terpenuhi. Terlebih, meskipun usia Abay sudah 17 tahun, namun berat badannya hanya 10 kilogram. Ia diharuskan mengkonsumsi susu, sayuran dan daging-dagingan. Saat ini, keluarga Abay membutuhkan uluran tangan untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
"Memang dengan turun naik ekonomi, sehari kolostom, susunya Rp250 ribu, makan harus ngejaga ekstra tapi gimana. Ibu tidak ingin menengadahkan tangan, tapi selalu ada saja yang ikhlas membantu, mungkin hikmahnya di situ," terangnya.
Kepala Desa Margaluyu, Utep Sudarja mengatakan, terkait kondisi keluarga Abay, pihaknya sudah membantu semampunya. Pihak desa, kata dia, selalu memfasilitasi saat Abay membutuhkan kendaraan ambulans untuk check up ke rumah sakit.
"Kalau dari desa menangani secara medis nggak, cuman desa memfasilitasi segala fasilitas yang dibutuhkan keluarga pasien salah satunya seperti transportasi ataupun pengurusan lain tentang administrasi pasien itu sendiri," kata Utep.
Dia mengatakan, Abay sempat menjalani perawatan dan terapi namun tak berjalan lama. Sejauh ini pihaknya melakukan pemantauan dan memfasilitasi kebutuhan keluarga.
"Upaya perbaikan (kartu bantuan sosial yang sudah tidak aktif) ada cuman kan sekarang pengurusan pengajuan bantuan itu melihat kondisi di lapangan seperti rumah, sementara saya bukan antipati kepada keluarga, dari sisi ekonomi memang kalau dibilang wah (kaya) nggak, tapi termasuk orang yang berkecukupan tentang ekonomi," tuturnya.
"Upaya yang akan dilakukan mungkin akan berkoordinasi dengan kecamatan dan nantinya bisa diteruskan dengan Pemda Kabupaten Sukabumi untuk penanganan selanjutnya," tutupnya.
(iqk/iqk)