Puluhan wartawan Cianjur yang tergabung dalam organisasi PWI dan IJTI menyegel kantor DPRD Kabupaten Cianjur. Aksi itu merupakan buntut kekecewaan dan protes terhadap revisi RUU Penyiaran oleh DPR RI.
Pasalnya revisi tersebut dinilai membungkam jurnalis dengan adanya larangan penayangan liputan eksklusif investigasi.
Aksi tersebut diawali dengan orasi di bundaran tugu lampu gentur. Para Jurnalis di Kota Santri menggelar aksi teatrikal seraya mengenakan masker dengan lambang silang sebagai perwujudan dibungkamnya jurnalis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya berakhir di situ, para jurnalis juga melanjutkan aksinya ke Kantor DPRD Kabupaten Cianjur.
Sayangnya para jurnalis dibuat kecewa lantaran tidak ada anggota DPRD yang menerima dengan alasan tengah melakukan rapat dengan salah satu OPD Pemkab Cianjur.
Puluhan wartawan pun melakukan sweeping dan akhirnya menyegel gedung DPRD Kabupaten Cianjur. Setelah aksi tersebut, akhirnya beberapa orang anggota dewan keluar dan turut menandatangani petisi penolakan RUU penyiaran.
Ketua PWI Kabupaten Cianjur Ahmad Fikri, mengatakan revisi Undang-undang penyiaran tersebut mengejutkan para jurnalis, termasuk di daerah. Terlebih terdapat aturan yang dinilai dapat membungkam aktivitas jurnalistik.
"Ada beberapa pasal yang membuat menyakitkan, salah satunya terkait larangan penyiaran liputan investigasi. Padahal seperti kita ketahui, peliputan investigasi itu kasta tertinggi dari karya jurnalistik. Tapi malah secara tiba-tiba akan dilarang dan dibungkam," kata dia, Rabu (22/5/2024).
Dia mendesak agar DPRD Cianjur bersurat ke DPR RI supaya membatalkan RUU tersebut. "Kami minta agar DPRD ikut mendesak pusat tidak mengesahkan RUU tersebut," kata dia.
Iya menegaskan wartawan Cianjur tidak akan berhenti dan akan menggelar aksi selanjutnya jika pembasahan RUU dilanjutkan, apalagi hingga disahkan.
"Kalau masih dilanjutkan pembahasannya kami akan gelar aksi berikutnya. Apalagi jika sampai disahkan, kami akan gelar aksi penolakan," tuturnya.
Di sisi lain, anggota DPRD Kabupaten Cianjur Igun Gunawan, mengatakan pihaknya akan mengirimkan surat untuk menyuarakan tuntutan para jurnalis di Cianjur.
"Kami akan sampaikan ke DPR RI agar menjadi pertimbangan dalam pembahasan RUU tersebut. Supaya pers tetap dengan kebebasannya," kata dia.
![]() |
Jalan Mundur di DPRD Sukabumi
Massa jurnalis dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (22/5/2024). Mereka menolak RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan pers di Tanah Air.
Pantauan detikJabar, massa jurnalis mulanya melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota Sukabumi. Kemudian mereka berjalan mundur menuju DPRD Kota Sukabumi yang berjarak 170 meter.
Para jurnalis juga membawa atribut demo seperti spanduk bertuliskan 'Jurnalis Sukabumi Raya Menolak RUU Penyiaran,' 'Media Bukan untuk Dibungkam, Jegal Sampai Gagal,' 'Kami Jurnalis Bukan Ekstrimis,' 'Pemerintah Kok Takut Diinvestigasi' dan lain sebagainya.
Koordinator Aksi, Ahmad Fikri mengatakan, aksi unjuk rasa ini merupakan bentuk penolakan terhadap beberapa pasal kontroversial dalam Revisi
Undang-Undang Penyiaran, yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Kebijakan ini juga berpotensi menghalangi tugas-tugas jurnalistik.
"Sejatinya, tugas-tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers. Namun, draf RUU Penyiaran ini dinilai bisa memunculkan tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)," kata Fikri yang merupakan jurnalis CNN Indonesia.
Dia menjelaskan, pasal yang menjadi sorotan adalah, pasal 50 B ayat 2 huruf c. Pasal itu mengatur ihwal pelarangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi. "Padahal, karya jurnalisme investigasi merupakan karya tertinggi seorang wartawan atau jurnalis," sambungnya.
Kemudian, Pasal 50 B ayat 2 huruf k yang menyebutkan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini menimbulkan berbagai penafsiran, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.
"Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi pers," tegasnya.
Selain itu, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan
kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. "Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers," katanya
Ketua IJTI Sukabumi Raya Apit Haeruman menambahkan, aksi jalan mundur yang dilakukan oleh jurnalis sebagai bentuk refleksi atas kemunduran kebebasan pers. Pihaknya menolak dengan tegas RUU yang masih dibahas di Badan Legislasi DPR RI.
"Itu simbol kemunduran kemerdekaan pers ini dibungkam oleh beberapa oknum yang hari ini sengaja melakukan pembungkaman terhadap kemerdekaan pers melalui RUU Penyiaran," kata Apit, jurnalis Metro TV.
"Hari ini Alhamdulillah kami diterima oleh sejumlah anggota dewan perwakilan dari DPRD Kota Sukabumi, surat pernyataan yang kami berikan akan di faksimile ke DPR RI. Mudah-mudahan ini menjadi salah satu tonggak upaya melawan kemerdekaan pers yang harus kita tegakkan," sambungnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi Fraksi Golkar Jona Arizona mengatakan, rencana revisi RUU nomor 32 tahun 2002 itu masih dalam sebagai rancangan. Pada tahun 2012, rencana tersebut sempat disampaikan namun di take-out.
"Saat ini para jurnalis se-Indonesia menyampaikan aspirasi yang sama terkait pasal-pasal yang tadi disampaikan. Tahapan selanjutnya Panja (Panitia Kerja) Komisi I DPR RI menyampaikan pada Badan Legislasi DPR RI. Itu tahapannya sangat panjang, ada sinkronisasi dan harmonisasi, tidak serta merta revisi rancangan UU 32 tahun 2002 ini bisa direvisi," kata Jona.
Dia mengatakan, DPRD Kota Sukabumi sejalan dengan aspirasi para jurnalis. Mereka menandatangani surat pernyataan dan telah mengirimkan pernyataan itu ke Komisi I DPR RI.
"Kami pimpinan sejalan dengan aspirasi kawan-kawan semua. Kami DPRD Kota Sukabumi mendukung sepenuhnya, akan kami tandatangani, akan kami sampaikan ke DPR RI sebelum sinkronisasi dan harmonisasi ke Baleg DPR RI," tutupnya.
Aksi di Indramayu
Sejumlah jurnalis di Kabupaten Indramayu berunjukrasa menolak rancangan undang-undang (RUU) di depan Kantor Bupati Indramayu, Rabu (22/5/2024). Aksi disampaikan dengan mulut tertutup.
Pantauan detikJabar, belasan jurnalis yang tergabung dalam organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Forum Jurnalis Ruko mendatangi kantor Bupati Indramayu. Kedatangannya dipicu sebuah larangan liputan investigasi yang tercantum dalam RUU penyiaran.
"Kami menolak RUU penyiaran dimana RUU ini dapat menghambat kebebasan pers diantaranya melakukan larangan peliputan investigasi," kata Koordinator Aksi, Kholid Mawardi.
Dalam aksi itu berlangsung sunyi, para jurnalis menutup mulutnya memakai lakban sambil menunjukkan tuntutannya dengan spanduk dan alat aksi lainnya. Di sisi lain, sejumlah aparat kepolisian berbaris di gerbang kantor Bupati Indramayu untuk mengamankan aksi.
Menurut Kholid, larangan yang terkandung dalam RUU itu dapat membungkam kebebasan pers. "Pemerintah ini menolak adanya liputan investigasi sehingga berdampak pada kebebasan pers," katanya.
Dalam rancangan itu, Kholid menilai banyak poin yang memiliki penafsiran ganda atau multitafsir. Sehingga, jurnalis berharap penyusunan RUU melibatkan insan pers.
"Kami berharap pemerintah menggandeng semua lembaga pers, dewan pers dan sebagainya dalam merancang RUU penyiaran itu," ungkapnya.
(sud/sud)