Belakangan ini, dunia media sosial tengah ramai istilah 'Kenapa Bandung' yang dipopulerkan salah seorang content creator asal Jakarta, bernama Ardan Achsya. Terbagi menjadi 8 video yang diunggah pada akun TikTok pribadinya, Ardan bersama sejumlah pendatang menyampaikan isi hatinya tentang Bandung dengan kata-kata puitis.
Sontak saja, banyak warganet khususnya dari para warga lokal alias warlok Bandung mempertanyakan dari mana Ardan memberi penilaian terhadap Kota Kembang yang tidak sesuai dengan realita di lapangan. Bahkan, tak sedikit dari mereka menantang sang content creator itu untuk ikut merasakan segudang permasalahan khas Kota Kembang, seperti kemacetan di kawasan Kopo maupun Kiaracondong.
Cerminan dari Pengalaman
Menanggapi hal itu, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Ira Mirawati menuturkan komentar negatif atas konten 'Kenapa Bandung' justru datang dari warga Bandung itu sendiri. Hal tersebut wajar dilakukan, sebab warga lokal tentu lebih mengetahui sisi baik dan buruknya Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sisi komunikasi seperti ini, sesuatu itu benar atau salah tidak bisa di-judge ketika dia berkaitan dengan pengalaman seseorang", ucap Ira saat dijumpai oleh detikJabar melalui Zoom Meeting, Rabu (1/5/2024) kemarin.
Lebih lanjut, Ira lantas mengaitkannya dengan pendekatan fenomenologi dalam filsafat yang menekankan jika sebuah kebenaran terletak pada pengalaman setiap individu. Baginya, dalam menyikapi suatu fenomena masing-masing individu tentu saja memiliki pandangan yang berbeda-beda.
"Jadi kalau orang mengalami Bandung itu indah, oke itu pengalamannya dia. Tapi ada orang yang kemudian membantah, Bandung itu lambat, kehidupannya slow living," ucap Ira.
Alhasil, meski terjadi perdebatan sengit antarwarganet di kolom komentar maupun dunia nyata, masyarakat tentu tidak bisa menyalahkan satu sama lain. Sebab, baik secara isi konten maupun reaksi dari warga ketika berkomentar nyatanya dilandasi oleh pengalaman pribadi.
"Kalau dari sisi bagaimana orang menampilkan realitas, maka realitas memang benar sesuai dengan sudut pandang atau pengalaman mereka," ucapnya.
Lebih lanjut, Ira menambahkan konten 'Kenapa Bandung' yang dipopulerkan oleh Ardan Achsya tersebut masih berada dalam ranah yang positif. Bahkan, Ia menilai jika konten yang diunggah oleh para content creator itu tidak sampai menimbulkan kerugian bagi orang lain, hal tersebut sah-sah saja untuk dilakukan.
Bahkan, dosen Fikom Unpad yang juga aktif sebagai content creator itu juga menjabarkan perihal tips dan trik dalam membuat konten di media sosial. Salah satunya, yaitu membuat konten yang akan disukai oleh banyak orang dengan kekuatan engagement atau pengaruh yang tinggi, baik dalam bentuk like, share, comment, hingga save.
"Ketika Ardan atau content creator lain mendapati bahwa satu tema atau jenis konten disukai orang, teorinya adalah kita membuat lagi konten yang sama karena orang akan suka," jelasnya.
Ruang Kritik
Seperti kita ketahui, Ardan pertama kali mengunggah konten 'Kenapa Bandung' melalui akun TikTok pribadinya pada 23 Desember 2023 lalu. Menurut Ira, sebuah konten di media sosial seperti TikTok akan menjadi menarik apabila orang-orang bisa membuat konten personal alias menjadi dirinya sendiri.
"Justru kekuatan TikTok itu adalah pada kekuatan personalnya. Konten itu akan menarik orang ketika di dalam konten kita ada sesuatu yang relate sama orang lain," tuturnya.
Ira menambahkan, arti relate dalam bahasa algoritma TikTok yaitu orang-orang dalam hal ini khalayak mampu merasakan apa yang dirasakan oleh si kreator. Tentu saja, ketika sebuah konten akan ramai ditonton khalayak jika mereka turut merasakan hal serupa, atau bahkan bisa pula memiliki arti yang berseberangan.
Terlebih lagi, media sosial TikTok juga terkenal dengan istilah for your page atau FYP yang menawarkan berbagai macam konten favorit setiap pengguna. Maka, ketika terdapat suatu konten yang tidak relate, secara otomatis pengguna akan melewatinya sekaligus mengecilkan harapan konten tersebut bisa menjadi viral.
Meski menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat, Ira mengaku saat ini media sosial telah menjadi ranah yang bisa dimanfaatkan publik untuk mengutarakan pendapat. Bukan hanya dari sudut pandang kreator saja, melainkan juga dari mereka yang ikut berkomentar.
"Interaksi orang-orang yang ada di dalamnya (konten Ardan) itu diskusinya menjadi satu area publik yang bisa menampung pendapat orang-orang," ucapnya.
Termasuk dengan konten 'Kenapa Bandung' di atas yang populer di TikTok. Menurut Ira, keberadaan platform tersebut diharapkan mampu menjadi sarana komunikasi yang dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mendapat saran dan masukan dari masyarakat.
(sud/sud)