Roda Hidup Farhan, Menyesap Kepahitan hingga Bangkit Dirikan Dilans

Kota Bandung

Roda Hidup Farhan, Menyesap Kepahitan hingga Bangkit Dirikan Dilans

Irsyad Nabalah - detikJabar
Senin, 06 Mei 2024 15:30 WIB
Presiden Dilans Indonesia Farhan Helmy.
Presiden Dilans Indonesia Farhan Helmy. Foto: Irsyad Nabalah/detikJabar
Bandung -

Setiap orang mengalami jatuh bangun dalam menjalani kehidupannya. Seperti quote yang sangat tersohor, 'hidup bagaikan sebuah roda, kadang ada saatnya kita berada di atas dan ada juga saatnya kita di bawah'.

Farhan Helmy namanya. Ia mengayuh roda kehidupan. Hidupnya berputar bak roda kendaraan. Pasang dan surut bak lautan. Pria berusia 61 tahun itu kemudian tergerak untuk membentuk organisasi kemanusiaan, yakni pergerakan Dilans (Disabilitas dan Lansia) Indonesia. Farhan didapuk menjadi presiden.

Farhan menempuh pendidikan dan karier yang luar biasa. Ia lulus S1 Geodesi di Institut Teknologi Bandung, lalu lulus S2 di Tokyo Institute of Technology. Setelah menempuh pendidikan ia melanjutkan berkarier di dalam lingkup lingkungan seperti bekerja di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahkan beberapa kali ikut serta dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh PBB dan World Bank.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan, di saat ia berada dipuncak kariernya, Farhan harus menelan pil pahit di tahun 2015 saat sedang ingin pulang ke rumah. Ia mengalami kecelakaan menggunakan ojek motor yang menyebabkan kakinya tak berfungsi seperti sedia kala sehingga ia menjadi penyandang disabilitas.

"Saat itu saya berpindah dari mobil ke ojek karena sedang macet sekali dan keadaan waktu itu kejadiannya di Kiaracondong dan juga tepat sekali sedang hujan sehingga motornya itu tergelincir dan kena tulang belakang saya," ucap Farhan.

ADVERTISEMENT

"Dan, dalam prosesnya perlahan fisik saya terganggu dan mulai kehilangan fungsinya dan diketahui ternyata evolusinya itu arteri vena, dan pembuluh vena dalam tubuh saya itu nempel sehingga membuat fisik saya terganggu. Dan, pada 2017 saya dioperasi untuk memisahkan itu dan berhasil, tapi tidak dengan fungsi fisik saya yang tetap terganggu," ujar Farhan.

Dalam proses menerima kenyataan atas apa yang dialami, Farhan merasa sangat terpuruk atas semua hal buruk yang dialaminya. Perjuangan serta biaya yang dikeluarkan oleh dirinya ternyata nihil hasilnya, sehingga ia merasa sudah tidak ada artinya lagi hidup di dunia.

"Dalam pengobatan saya itu sudah habis sekitar Rp 1,2 miliar jadinya sudah pasti kantong jadi bolong, saya juga merasa waktu itu saya karier lagi di puncak seketika rubuh begitu saja, dan juga stigma perihal orang difabel yang membuat saya terpuruk sekali. Sehingga relasi dalam rumah juga jadi buruk yang menyebabkan saya berpisah dengan istri saya. Jadinya atas semua hal tersebut pada waktu itu saya sampai berniat untuk bunuh diri," cerita Farhan tentang titik terendah dalam hidupnya.

Nazar dan Penerimaan Diri

Waktu berlalu atas prosesnya menerima keadaan, sampai adanya pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia, yang memberikan Farhan peluang untuk menutupi diri sebagai seorang disabilitas. Dengan bekerja melalui daring yang tidak memungkinkan dirinya bekerja menemui orang-orang secara langsung.

Sampai dalam momen pandemi tersebutlah ia perlahan menerima keadaannya dan merasa bahwa dengan pengalaman dan keahliannya ia bisa mengubah sesuatu untuk kaumnya. "Saat itu pas pandemi saya ada kesempatan buat nyembunyiin identitas asli saya, karena takutnya karier saya akan terganggu dan akan menurun. Sampai waktu berlalu dan saya mulai menerima keadaan saya pas sekali saat itu saya yang terkena COVID sampai dirawat. Sampai di hari ke-16 dirawat dan belum ada pertanda akan pulih, saya pun bernazar kepada Tuhan bahwasannya bila saya diberikan kesempatan pulih saya akan mendedikasikan setengah waktu hidup saya untuk mengurusi difabel. Dan, akhirnya dalam beberapa hari saya akhirnya sembuh," cerita Farhan.

"Dan, setelah itu saya dan 18 orang lainnya mendirikan pergerakan disabilitas dan lansia (Dilans), dan saya berteman dengan teman-teman penyandang yang ternyata masih banyak teman-teman disabilitas yang mengalami hidup lebih pahit daripada saya. Sehingga saya merasa bahwa kecelakaan yang saya alami memberikan jalan ibadah untuk saya memperjuangkan kaum disabilitas. Sehingga saat COVID-19 telah berakhir, saya pun memberanikan diri untuk mengakui bahwa saya adalah penyandang disabilitas, dan ternyata hasilnya saya pun diterima oleh orang-orang, dan mereka mengakui saya atas keahlian yang saya miliki bukan atas saya difabel ataupun tidak," tambah Farhan.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads