Lelah seolah tak dikenal oleh Dudung (42), pria asal Cicalengka, Kabupaten Bandung, yang sehari-hari berprofesi sebagai porter di Stasiun Bandung. Dari mulai pukul 09.00-09.00 WIB, ia berjaga menjadi penyelamat bagi para pemudik yang membawa banyak barang.
Ya, jam kerjanya bukan delapan jam seperti orang pada umumnya. Melainkan 24 jam, dari pagi hingga bertemu pagi lagi.
Hari itu, ia tak ingat sudah berapa banyak barang yang dibawa dengan kedua tangan dan pundaknya. Tapi senyum semangat masih terus ia tebarkan, sambil menawarkan jasanya pada para pemudik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kan kita ada dua grup, yang saya isinya 67 orang yang satunya 68 orang. Dibagi dua shift, tapi shift itu 24 jam. Capek, tapi kalau lagi musim mudik dan balik kayak gini emang rame banget," ceritanya pada detikJabar, belum lama ini.
Kala pemudik mulai sepi, saat itulah jadi waktu yang tepat untuk sedikit memejamkan mata. Dua sampai tiga jam tidur menurutnya sudah cukup. Saat terbangun, Dudung langsung kembali mencari cuan.
"Dari hari Senin kemarin itu kan musim mudik, rame banget. 10 orang lebih bisa dapet sehari, minta tolong dibawain barang-barang. Terus sampe di hari H lebaran biasanya agak sepi, jadi yaudah saya juga pulang lebaran di rumah. Sampai hari Jumat masih sepi, mulai rame Sabtu sampe Senin kemungkinan, kan musim balik. Jadi ya jarang tidur ini kalo rame," katanya.
Meskipun dalam kondisi ramai, Dudung mengaku tak bisa memperkirakan banyaknya uang yang ia dapat. Beberapa kali ia pernah mendapati pemudik yang tak memberi uang. Tapi ia mengaku ikhlas, mungkin bukan rezekinya, kata dia.
"Sebetulnya kalau standarnya Rp25 ribu, tapi ya gimana yang ngasih. Masih ada juga yang ngasih Rp5 ribu, ya nggak apa-apa diterima aja ikhlas. Terus ada juga yang mungkin nggak tahu ya, jadi nggak ngasih. Tapi ya sudah, bukan rezekinya mungkin," ucapnya.
"Jadi ya pendapatan memang nggak pasti, cuma kalau lebaran gini mungkin ada yang mau sedekah ya, nggak jarang dapat yang ngasihnya banyak sampai Rp100 ribu. Alhamdulillah," kata Dudung.
15 tahun sudah, profesinya ini menghidupi istri dan empat anaknya. Ia bercerita, jauh sebelum ia memutuskan menjadi porter, mulanya ia berjualan jajanan PKL di dalam Stasiun Bandung.
Meskipun pekerjaan sebagai porter bisa dibilang melelahkan dan tak mendapat penghasilan pasti, Dudung tetap setia. Katanya, ia merasa senang bisa membantu orang lain. Selain itu profesinya ini tak bermodalkan uang, melainkan tenaga dan niat kerja.
"Dulu ya namanya tergerus perubahan, ada yang sistem manajemen berubah, fasilitas stasiun juga dibagusin, jadi jualan udah nggak menguntungkan. Saya terus beralih profesi jadi porter," ujarnya.
"Di sini itu cuma 15 hari kerja, nah sisanya saya serabutan biar bisa buat tambah-tambah. Soalnya ya sering juga nggak sampe (UMR), misalnya sehari Rp100 ribu, kali 15 saya dapetnya Rp1.5 juta. Tapi ya jelas bersyukur lah, seneng bisa bantu orang, saya mah berdoa yang penting sehat," tambahnya.
Senyuman selalu terukir di wajahnya. Tak ada lelah yang terlihat meski sudah sejak pagi kemarin ia bekerja. Saat ditanya soal harapan, ia tak berdoa muluk-muluk, ia hanya mengharap kesehatan agar bisa terus bekerja bagi keluarganya.
Baca juga: Akhir Keji Perselingkuhan Erwin dan Atun |
"Saya kalau ditanya harapan, saya sudah bersyukur lah soal rejeki gimana nanti. Tapi yang penting saya bisa sehat. Saya ya sering sakit biasanya masuk angin gitu dan ada dua teman saya yang meninggal saat bertugas. Satunya sakit, satunya lagi meninggal di rel (tertemper)," kenangnya.
"Jadi ya harapannya sehat dan bisa cari rezeki lebih banyak buat keluarga di rumah. Kalau anak mau sekolah, kelulusan, buat seneng-seneng mereka. Jadi harus sehat terus. Kemarin alhamdulillah dari hasil begadang di hari-hari sebelum lebaran, bisa buat beli baju lebaran baru sama ngasih THR buat anak-anak, seneng banget," cerita Dudung dengan sumringah.
(aau/iqk)