Menjadi perawat bukanlah hal mudah. Bukan cuma bertugas merawat pasien yang memerlukan pertolongan, lebih dari itu, perawat adalah profesi mulia yang memiliki peran ganda dalam dunia kesehatan. Meski begitu, tak jarang peran perawat mengalami hal-hal kurang mengenakkan.
Lita Nurlita (46) menceritakan kisahnya menjadi perawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Selama 19 tahun, Lita menjadi merawat para pasien, khususnya pasien anak. Suka-duka dialami Lita sejak mengabdi pada 2005 silam.
Menjadi perawat, Lita mengaku bersyukur karena dirinya bisa menerima manfaat dari profesinya itu, salah satunya punya banyak kenalan orang-orang yang bergelut di dunia medis, dari dokter hingga apoteker. Hal itu membuat Lita bisa lebih peduli pada kondisi kesehatan keluarganya.
"Kita jadi banyak dekat dengan orang-orang, banyak mengenal tenaga kesehatan lain, karena di rumah sakit mungkin akhirnya jadi kenal banyak profesi. Jadi kenal dengan dokter, kenal bidan, apoteker farmasi ataupun tenaga kesehatan lain, jadi kalau ada apa-apa kita lebih mudah kalau mau konsultasi," ucap Lita saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
"Jadi kalau ada konsultasi saya ke apoteker bisa tanya-tanya obat, ke dokter saya tanya-tanya kondisi kita, kondisi keluarga kita, juga aksesnya lebih mudah," imbuhnya.
Namun lebih dari itu, Lita menyatakan perawat adalah profesi mulia yang bisa jadi ladang amal bagi dirinya. Sehari-hari, Lita yang juga wakil kepala ruangan perawatan anak di RSHS ini mengaku senang bisa membantu banyak pasien yang perlu pertolongan.
"Kemudian satu hal yang kadang kita suka itu, memang pekerjaan ini salah satu lahan yang bisa membuat kita menjadi ladang amal, karena kita ketemu dengan orang sakit, ketemu dengan orang yang butuh bantuan kita. Ini tugas dan tanggung jawab kita, jadi senang karena kita dibutuhkan oleh orang lain," ucapnya.
Kebahagiaan Lita menjadi perawat semakin bertambah karena dirinya ditempatkan di ruang rawat anak. Itu karena Lita memang sejak dulu menyukai anak-anak. Menurutnya, berinteraksi dengan anak memberi pengalaman tersendiri.
Apalagi, jika anak yang dirawat Lita sembuh dan dibolehkan pulang dari rumah sakit. Hal itu kata dia jadi penghargaan yang tidak bisa dinilai dengan apapun.
"Itu kemudian mereka pulang dengan sudah bisa berjalan, ketika sudah tersenyum, kemudian pada saat mereka pulang mengucapkan terimakasih, salam, dadah ataupun keluarganya mengucapkan terima kasih, itu tuh satu rewards yang tidak ternilai," ujarnya.
Banyak juga duka yang dialami Lita selama menjadi perawat. Mulai dari dinas malam hingga tidak kebagian libur saat tanggal merah dan tak bisa berkumpul dengan keluarga. Semua itu sudah dirasakan Lita.
"Mungkin itu ada dinas malem, kemudian pada saat kondisi yang harusnya libur yang barengan, kita mah belum tentu bisa libur. Liburnya nanti menyesuaikan dengan jadwal dinas, dengan kebutuhan ruangan, jadi kita bisa libur. Gak bisa tuh misalnya kita tiap kalender merah libur," ucapnya.
Namun duka mendalam yang dirasakan Lita bukan soal dinas malam atau libur yang bergeser. Lita mengatakan sangat bersedih jika melihat kondisi pasiennya menurun selana menjalani perawatan. Kondisi itu tak jarang dialami Lita dan perawat lainnya.
"Kalo saya merawat pasien anak, tapi ternyata ada kondisi anak tertentu, yang akhirnya pasien yang kita rawat itu mengalami penurunan kondisi atau penyakitnya suka bikin kitanya, aduh terbawa sedih, karena kaya melihat anak sendiri gitu," tuturnya.
Belum lagi, perlakuan pasien yang terkadang bersikap tidak mengenakkan. Lita menyebut, hal itu beberapa kali dialaminya. Namun Lita merasa sudah terbiasa dengan sikap pasien khususnya orang tua yang bermacam-macam.
Menanggapi orang tua pasien marah adalah hal biasa bagi Lita. Dia beranggapan, orang tua menginginkan anaknya cepat sembuh dan wajar jika merasa ingin dilayani dengan cepat demi kesembuhan buah hati.
"Jadi karena kita berada 24 jam bersama pasien, sering memang menjadi sasaran ketika mereka marah, meluapkan kekesalan mereka jika terjadi kondisi atau perubahan yang tidak diinginkan pasien anak misalkan. Nah itu suka marahnya ke kita," ujarnya.
Untungnya, dia sudah dibekali dengan SOP untuk berinteraksi dengan pasien. Kata dia, SOP tersebut membantu para perawat dalam menghadapi berbagai situasi di rumah sakit, termasuk untuk menghadapi pasien yang marah.
"Sekarang kita di bekali dengan ilmu komunikasi, bagaimana cara menangani pasien. Jadi klo misalkan ada marah atau apa ya kita tangani dengan cara yang sesuai dengan SOP yang ada di rumah sakit," ungkapnya.
Jadi orang tua perawat muda. Simak di halaman selanjutnya.
(bba/orb)