Sudah usang, berdebu, dan tinggal menunggu ajal datang. Itulah yang detikers bayangkan ketika melihat tumpukan buku bekas. Selain memakan tempat, buku-buku tersebut pastinya akan berakhir di pembuangan jika sudah tak lagi dibaca oleh pemiliknya.
Meski begitu, ada pula yang tetap merawat bahkan mengincar buku-buku terbitan lawas. Bukan tanpa alasan, buku lawas dianggap memiliki nilai historis tinggi dan sarat akan ilmu pengetahuan. Alhasil, siapapun itu tentu akan berusaha keras untuk mendapatkannya.
Nah, jika detikers sedang mengincar buku-buku lawas atau ingin nostalgia dengan masa kecil, Toko Buku Bandung adalah solusinya. Walau menempati toko berukuran dua meter persegi, uniknya tempat ini berada tersembunyi di Jalan Garut, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Selain hidden gem, kehadirannya juga menjadi oase baru di tengah lesunya dunia literasi tanah air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada 'Harta Karun' Bersejarah
Berada di samping Perpustakaan Ajip Rosidi, ribuan koleksi buku lawas bertemakan humaniora, baik itu sejarah, biografi, hingga komik tersusun dengan rapi. Bahkan, ada pula majalah, surat kabar, dan perangko lama yang sudah menjadi barang langka.
detikJabar berbincang langsung dengan Pengelola Toko Buku Bandung, Deni Rachman yang tengah mengemas satu-persatu pesanan dari toko online. Ia mengaku seluruh koleksinya ini merupakan hasil pencariannya di sejumlah pasar buku bekas, mulai dari Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Jakarta, hingga Cirebon.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Deni Lawang ini menuturkan jika proses pencarian buku lawas tidak semudah yang dibayangkan. Mulai dari sikut-sikutan antarsesama kolektor, hingga minimnya ketersediaan barang juga menjadi tantangan tersendiri saat berada di lapangan.
"Justru (letak) bisnisnya di situ. Jadi, pricey (dari) harga (buku bekas) itu ditentukan karena rebut-rebutan (akibat) barangnya langka. Akhirnya, orang-orang menyesal kalau nggak beli," ungkap Deni.
Alhasil, Deni tidak pernah menargetkan satu-dua buku lawas yang wajib menjadi miliknya. Bahkan, Ia justru kerap menemukan banyak kejutan tak terduga. Salah satunya, ketika berhasil mendapatkan naskah asli kuno Hikajat Abdoellah bin Abdoelqodir terbitan tahun 1882 yang masih beraksara Arab Pegon.
"Hikajat Abdoellah itu adalah sebuah (karya) sastra klasik Melayu yang dipakai oleh seluruh suku Melayu dan di Indonesia menjadi pelajaran wajib di bahasa dan sejarah. Wah, bukan kaleng-kaleng ini," ungkapnya.
![]() |
Babak Baru Lawang Buku
Sekedar informasi, sosok Deni Rahman mungkin sudah tak asing di telinga penggemar setia buku lawas. Terlebih lagi, ia nyatanya sudah lama merintis usaha di bidang perbukuan sejak sejak tahun 2001 silam, dengan nama Lawang Buku.
Bersama Lawang Buku, Deni sudah melewati asam-garam kehidupan dalam berbisnis. Walau berkali-kali terjebak dalam krisis ekonomi sampai serangan jahat pandemi, Deni menjadikan hal itu sebagai pembelajaran dan semangat untuk menghadapi segala macam rintangan.
"Selain saya harus ngikutin zaman, saya juga harus paham produk saya tuh apa gitu. Kalau misalnya keukeuh dengan idealisme, saya harus bertahan dengan buku baru, wah bakal susah. Apalagi buat ngedeketin ke generasi sekarang," tambahnya.
Melihat stagnannya penjualan buku lawas melalui toko online, tawaran dari penerbit Pustaka Jaya datang memberi harapan. Tanpa basa-basi, Deni pun langsung menerima kerja sama tersebut dan membangun Toko Buku Bandung pada akhir Desember 2022 lalu.
"Waktu itu dapet tawaran dari pihak perpustakaan (Ajip Rosidi kalau) ada gedung kosong (yang tidak terpakai). Akhirnya kita collab bareng sama Pustaka Jaya, karena Perpustakaan Ajip Rosidi ini masih satu payung perusahaan," ungkapnya.
Akan tetapi, saat itu Ia sempat merasa bingung karena belum memiliki dana yang matang. Namun, Deni teringat akan pesan dari seniman asal Bali, Putu Wijaya yaitu bertolak dari yang ada. Pesan itu berarti mampu menyiasati segala kekurangan dengan kreativitas.
"Waktu itu, ya modal saya jaringan, punya akses barang (buku), tempat juga (didapat) dengan collab (bersama Pustaka Jaya). Akhirnya saya juga mengecat sendiri, dengan ide 'wah saya harus bikin klasik (papan nama) ini.' Eh malah dahsyat (dampaknya), malah jadi hidden gem," ungkap Deni.
Menargetkan Kawula Muda
Alhasil, usaha mengembalikan sayap kejayaan Lawang Buku berjalan mulus. Walau kini rebranding dengan nama Toko Buku Bandung, Deni tak mempermasalahkan hal itu. Bahkan, Ia justru kaget saat banyak influenser ramai-ramai mempromosikan Toko Buku Bandung di media sosial tanpa sepengetahuannya.
"Saya ingin mendekatkan (buku-buku lawas) ini ke mereka (anak muda), wong mau baca gratis di sini aja boleh kok. Karena buku itu udah dianggap sebagai barang yang usang, barang yang unik, udah kayak barang langka aja," tambahnya.
Tak hanya menggairahkan kembali semangat membaca, Deni juga memahami jika buku sudah menjadi barang vintage. Alhasil, melalui Toko Buku Bandung Ia berharap mampu membangkitkan kenangan masa lampau bagi siapa saja yang datang.
"Dan nanti mereka akan menganggap, 'Ih, keren ya (barang) ini antik. Wah, aku dulu pernah ini beli perangko sama ibu,' ya sederhananya (mampu) membangkitkan kenangan masa lalu. Itu kan yang nggak didapet sekarang," pungkasnya.
(sud/sud)