Detik-detik Menegangkan di Rumah Djiaw Kie Song Jelang Proklamasi RI

Detik-detik Menegangkan di Rumah Djiaw Kie Song Jelang Proklamasi RI

Irvan Maulana - detikJabar
Minggu, 31 Mar 2024 08:30 WIB
Sketsa penyambutan Soekarno-Hatta dengan upacara militer di Markas PETA Rengasdengklok
Sketsa penyambutan Soekarno-Hatta dengan upacara militer di Markas PETA Rengasdengklok (Foto: Istimewa)
Karawang -

Tak hanya lekat dengan peristiwa sejarah islami, bulan Ramadan di Karawang juga lekat dengan peristiwa sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, yakni peristiwa Rengasdengklok.

Siapa yang tak kenal dengan peristiwa Rengasdengklok, peristiwa yang disebut dengan penculikan Soekarno-Hatta menuju Rengasdengklok untuk Kemerdekaan Indonesia.

Kala itu, 16 Agustus 1945, tepat pada tanggal 8 Ramadan, Soekarno dan keluarga, bersama Bung Hatta, diculik atau diamankan ke Rengasdengklok oleh sekelompok pemuda atas usulan KH. Darip pejuang dari Klender, Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terpilihnya lokasi Rengasdengklok karena saat itu merupakan wilayah yang paling aman dan bendera Merah Putih telah berkibar sejak 16 Agustus, Bung Karno dan Bung Hatta juga ditempatkan di tempat yang paling layak di sana.

Lokasi itu merupakan rumah saudagar beretnis Tionghoa yang bernama Djiaw Kie Siong, setibanya kedua tokoh bangsa itu di sana Djiaw Kie Song dan keluarga lantas mengungsi agar keduanya dapat beristirahat dengan nyaman.

ADVERTISEMENT

Menurut penuturan sejarawan Karawang, Sukarman, Bung Karno dan Bung Hatta juga disambut beberapa tokoh setempat yang juga pejuang kemerdekaan, ia bagaikan ditawari berbagai macam makanan.

"Beliau tiba sekitar pukul 8 malam, saat itu memang rumah Djiaw Kie Song yang paling bagus meskipun ukurannya kecil," ujar Sukarman saat ditemui detikJabar di Tugu Kebulatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Rabu (27/3/2024).

Rumah berukuran kurang lebih 6x10 meter itu hanya terdapat dua kamar, ruang tamu di tengah, serta pelataran sempit di bagian depan, agar keduanya bisa leluasa sang pemilik rumah lantas mengungsi ke markas PETA.

"Kakek Djiaw Kie Song waktu itu bersedia meminjamkan rumahnya karena hanya ada 2 kamar dan 2 ruang tamu kecil di tengah, dia lantas pindah ke markas peta sementara. Karena rumah zaman dulu itu ukuran seperti itu cukup mewah meskipun kamar mandi dan dapur berada terpisah di bagian belakang rumah," kata dia.

Rombongan Soekarno-Hatta, kata Sukarman, turut disambut oleh Syuchokan (residen) Soetardjo Hadikoesoemo, Bupati Purwakarta Pandu, Patih Purwakarta Fuku Djuarsa, Soncho atau Camat Batujaya Bunyamin yang merupakan tokoh setempat.

"Kedatangan mereka ke Rengasdengklok (para tokoh) sebenarnya tidak sengaja kebetulan saja karena berada di sekitar Rengasdengklok karena sedang mengontrol padi mereka. Otomatis mereka bergabung dengan rombongan Soekarno-Hatta," imbuhnya.

Ruang tengah rumah singgah Djiaw Kie Song lokasi diskusi penyusunan naskah Proklamasi Soekarno-Hatta dengan tokoh setempatRuang tengah rumah singgah Djiaw Kie Song lokasi diskusi penyusunan naskah Proklamasi Soekarno-Hatta dengan tokoh setempat Foto: Irvan Maulana/detikJabar

Dituturkan Sukarman, tak banyak yang tahu tentang perundingan saat itu, para tokoh setempat yang menyambut Bung Karno, juga melewatkan tarawih dan terlibat dalam perundingan terkait naskah Proklamasi untuk memproklamirkan kemerdekaan.

"Bung Karno dan para tokoh itu juga berdiskusi terkait seperti apa penyataan kemerdekaan ini, atau yang kita kenal sekarang dengan naskah Proklamasi. Itu sebabnya terlihat singkat, jelas, dan padat karena para tokoh setempat meminta Bung Karno agar membuat naskah Proklamasi yang mudah diingat dan dihafal untuk generasi penerus," ungkap Sukarman.

Sementara itu golongan muda perkumpulan Menteng 31 yang menculik Soekarno-Hatta yakni, Sukarni, Wikana, dan Chaerul Saleh, memilih berjaga di luar serta mengamati Markas PETA, yang kini telah menjadi monumen Kebulatan Tekad.

"Berkat hasil diskusi di malam yang singkat itu, Bung Karno dan Hatta akhirnya berhasil menuliskan naskah Proklamasi yang kemudian dibacakan keesokan harinya di Jakarta," ucapnya.

Para tokoh itu juga bertanya kepada Bung Karno terkait dimana lokasi dan jam berapa naskah itu akan diproklamirkan, namun Bung Karno tak menjawabnya, sehingga seluruh Karawang sejak pagi hari kala itu dipenuhi bendera merah putih, mengira naskah Proklamasi sudah diproklamirkan.

"Iya saat itu ditanya (Bung Karno) jam berapa dan dimana katanya bung ini mau mau diproklamirkan, tapi tak dijawab, sehingga pagi-pagi buta seluruh Karawang sudah berkibar bendera merah putih atas perintah para tokoh setempat meski belum ada berita Proklamasi," pungkasnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads