Cerita Warga Cegah Perang Sarung di Kaki Gunung Kareumbi

Cerita Warga Cegah Perang Sarung di Kaki Gunung Kareumbi

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Kamis, 21 Mar 2024 23:45 WIB
Senjata perang sarung Sidoarjo
Ilustrasi senjata perang sarung (dok.Instagram @ndorobei.official)
Sumedang -

Kabar perang sarung merebak di mana-mana pada bulan puasa ini, warga antisipasi dengan berpatroli. Kisah patroli perang sarung datang dari warga di Desa Cimanggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.

Warga desa di kaki Gunung Kareumbi itu berinisiatif, setiap malam keluar rumah untuk memastikan tidak ada kerumunan anak muda yang dicurigai dari gelagatnya akan perang sarung. Patroli ini membuahkan hasil, kampung-kampung relatif lebih aman dari perang.

Awalnya patroli hanya dilakukan di tingkat RT, kemudian meluas ke tingkat RW dan sekarang antar kampung bahkan satu desa. Di Desa Cimanggung yang konturnya masih berbukit, banyak tempat tanpa penerangan dijadikan lokasi berkumpul pelaku perang sarung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agus Surachman, Tokoh Masyarakat Cimanggung mengatakan selama Ramadhan ini, puncak patroli dilakukan tiga malam berturut-turut hingga kemarin malam, Rabu (20/3/2024).

Menurutnya, dalam rentang waktu tiga hari itu, ada sekelompok anak-anak dan pemuda yang berkumpul di sekitar Kampung Nyalindung saat tengah malam. Informasi tentang itu sampai kepada tim patroli, dan ketika dicek, benar ada gerombolan dua kubu yang telah berbaris.

ADVERTISEMENT

"Mereka berhadap-hadapan siap bentrok, seperti sebuah pertarungan resmi, menyadari kedatangan kami, mereka terusik dan kabur, mereka berlarian sampai sandal dan sepeda motor ditinggal. Jumlahnya ada sekitar 50 orang," kata Agus saat dihubungi detikJabar, Kamis (21/3/2024).

Patroli dilakukan bersama Pj Kepala Desa Cimanggung, Jajang Rohana, ada juga Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang turut serta. Kini, patroli akan lebih luas karena tidak hanya melibatkan pengurus RT dan RW, melainkan para orang tua akan diminta respons untuk mencari anak mereka jika keluyuran malam hari.

"Kades mengumumkan itu kepada warga, sehingga sekarang mungkin tidak akan terlalu kerepotan harus keliling kampung, ke Cinangka, Nusa, Bendungan, Nyalindung, Cihonje, Pasirmuncang, dan Warungnenggang, melainkan warga setempat yang patroli," katanya.

Perang sarung telah terjadi lintas kampung di Cimanggung, menurut Agus Surachman hal itu diawali hilir-mudiknya anak-anak usia kelas 1 SMP hingga pemuda setamatan SMA bergerombol dan datang ke kampung lain.

"Di sini kan ada lapangan sepakbola. Kelompok anak-anak muda sering datang, hilir-mudik. Waktu ditanya apa maksud kedatangannya dan dari mana, mereka menjawab dari kampung-kampung yang jauh, yang warga sekitar tidak mengenal mereka," kata Agus.

Dia berharap semua warga aktif menjaga anak-anak mereka ketika malam tiba. Menurutnya, perang sarung pada anak-anak zaman 'baheula' ada tradisinya, namun tidak dengan tujuan melukai apalagi di ujung sarung yang dipilin ada batu hingga benda keras lainnya.

"Dulu perang sarung batas waktunya jelas, dari waktu berbuka hingga menjelang tarawih. Selesai. Setelah jam itu tak ada lagi perang sarung," kata Agus yang juga pegiat budaya Sunda itu.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads