Kala Warga Tasikmalaya Usir Londo Intoleran di Malam Takbiran

Lorong Waktu

Kala Warga Tasikmalaya Usir Londo Intoleran di Malam Takbiran

Faizal Amiruddin - detikJabar
Senin, 18 Mar 2024 08:00 WIB
Tangkapan layar koran berbahasa Belanda yang menuliskan insiden di Tasikmalaya.
Tangkapan layar koran berbahasa Belanda yang menuliskan insiden di Tasikmalaya (Foto: Tangkapan layar).
Tasikmalaya -

Tasikmalaya dikenal sebagai Kota Santri, sejak dulu kultur religius Islami sudah melekat di masyarakatnya.

Sebagai bagian dari masyarakat Sunda, sikap handap asor, someah hade ka semah (santun, ramah baik kepada tamu) juga menjadi ciri masyarakat Tasikmalaya.

Namun, kelembutan sikap itu akan berubah menjadi keras mana kala dihadapkan pada persoalan yang menyangkut agama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asumsi ini setidaknya didasarkan kepada catatan sejarah, salah satunya adalah kerusuhan yang terjadi pada 26 Desember 1996 lalu. Ketika itu masyarakat Tasikmalaya marah akibat seorang ustadz dianiaya oleh oknum polisi.

Kali ini kita tidak akan membahas kerusuhan Tasik Kelabu '96 itu, namun akan jauh lebih dalam menyusuri lorong waktu ke masa yang lebih lampau. Tepatnya ke akhir tahun 1936, ketika masyarakat Tasikmalaya murka dan menggelar aksi demonstrasi di sekitar pusat kota.

ADVERTISEMENT

Gejolak sosial yang mendapat perhatian publik seantero Nusantara bahkan dunia internasional itu, dipicu aksi seorang warga Eropa yang memaki-maki dan mengusir warga Tasik yang sedang menabuh bedug di malam takbiran Idul Fitri. Ironisnya istri pria Eropa itu ikut masuk ke masjid sambil membawa anjing.

Tak ayal kabar insiden seorang Londo masuk ke masjid sambil membawa anjing itu jadi polemik hingga berbulan-bulan.

Jejak sejarah kejadian itu bisa kita temukan dalam artikel atau berita koran-koran berbahasa Belanda.

Boleh jadi kejadian tersebut viral di masa itu, salah satu indikasinya, hampir semua koran dan majalah berbahasa Belanda memuat berita tersebut.

Di antaranya korban Bataviaasch nieuwsblad, Het Nieuws Van den dag voor Nederlandsch-Indië, De Telegraf, De Koerir, De Indische Courant dan media berbahasa Belanda lainnya.

Judul yang mereka tulis beragam, seperti "Keributan di Tasikmalaya", "Masalah Agama Gangguan dari Mereka yang Berpikir Berbeda" dan lain sebagainya.

Ramai pemberitaan masalah ini terjadi di tanggal 21 sampai 23 Desember 1936 dan tanggal 14 sampai 18 Februari 1937. Media-media itu di antaranya ada yang mengutip dari laporan Aneta. Sekedar diketahui Aneta ini merupakan kantor berita pertama di Indonesia, yang merupakan singkatan dari Algemeen Nieuws- en Telegraaf- Agentschap.

Dirangkum dari berbagai pemberitaan media massa itu, insiden yang memicu gejolak sosial hingga berminggu-minggu ini terjadi pada malam takbiran Idul Fitri pada 14 Desember 1936 sekitar pukul 20.00 WIB.

TKP-nya berada di sebuah masjid (sebagian keterangan menyebut tajug/langgar) di Jalan Jajaway Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Lokasi permukiman ini berada tak jauh dari stasiun KA Kota Tasikmalaya.

Kronologi kejadian itu diawali ketika keluarga besar seorang pedagang tembakau di daerah Jajaway itu menyambut datangnya malam takbiran. Pedagang berusia 60 tahun itu kedatangan beberapa saudaranya, selain itu 15 orang anaknya juga turut memeriahkan malam Lebaran.

Beberapa di antara mereka semangat menabuh bedug sambil mengumandangkan takbir di sebuah tajug yang berada di sekitar rumah mereka.

Di sisi lain, sekitar 17 meter dari rumah keluarga muslim itu tinggal seorang warga Eropa bernama Jacobs. Di Tasikmalaya dia bekerja sebagai operator mesin angkutan dan tinggal bersama keluarganya. Dia rupanya merasa terganggu dengan suara tabuhan bedug yang ditabuh di masjid tersebut.

Selanjutnya dengan membawa cambuk dia mendatangi masjid itu dan menghardik anak-anak yang sedang 'ngadulag'. Kata-kata cacian keluar dan mengancam agar aksi tabuh bedug itu dihentikan. Saat Jacobs mengamuk itu, istrinya ikut masuk masjid sambil membawa anjing yang terikat tali.

"Disebutkan bahwa pada tanggal 14 malam sekitar pukul 08.30, operator angkutan J (Jacobs) memasuki rumah ibadah umat Islam di Tasikmalaja , di mana sedang dilakukan salat Lebaran dan bedug tersebut dipukuli. J. dikatakan membawa cambuk di tangannya dan juga ditemani oleh istrinya yang membawa seekor anjing besar, mengancam akan menganiaya mereka yang hadir jika mereka tidak berhenti. Selanjutnya, J. dikatakan telah menambahkan hinaan kepada orang-orang seperti monjet, andjing, babi dan baal tidak pantas lainnya," tulis koran Algemen Handelsblad voor Nederlandsh-Indie, edisi 21 Desember 1936.

Tak diketahui bagaimana respons jamaah di masjid tersebut kala itu. Namun merujuk berbagai artikel pemberitaan, masalah itu menggelinding bak bola salju, terus membesar dan meluas seiring berjalan waktu.

Amarah warga Islam pribumi terpantik, betapa binatang najis dibawa masuk ke masjid oleh pendatang Eropa itu.

Gejolak sosial ini telah menimbulkan keresahan yang serius, sehingga para tokoh dan masyarakat Tasikmalaya membentuk Komite Umat Islam, sementara beberapa koran lainnya menyebut telah dibentuk 'Komite Pembela Islam'.

Pergerakan aksi penolakan ini kemudian diekspresikan dalam sebuah aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan masyarakat di Masjid Agung Tasikmalaya.

"Tasikmalaja, 23 Desember 1936. Kemarin sore pertemuan protes diadakan di Masjid Besar di Tasikmalaja , yang dihadiri lebih dari lima ribu umat Islam. Dalam pertemuan ini diputuskan untuk meyakinkan pemerintah bahwa mereka ingin mencopot seorang JK Jacobs, yang pada malam sebelum Lebaran memasuki Masjid Djadjawai bersama istri dan anjingnya, menghina umat Islam yang hadir di sana dan selanjutnya melarang dari menabuh bedug," demikian laporan Aneta yang kemudian dikutip oleh berbagai koran di masa itu.

Masyarakat yang emosi mulai mendatangi kediaman Jacobs, tulisan tanda di depan rumah 'Awas Andjing' ditambah warga dengan tulisan 'Awas Golok'. Namun aksi anarkis bisa dicegah karena pemerintah melalui Kepala Penghulu bisa menampung aspirasi massa. Massa menuntut agar Jacobs angkat kaki dari bumi Tasikmalaya.

Jacobs yang semula angkuh akhirnya ciut nyali juga, dalam sebuah artikel disebutkan dia mengutus pegawainya yang bisa berbahasa Sunda untuk menemui pedagang tembakau pemilik masjid untuk meminta maaf. Dia bahkan menawarkan akan membangun ulang masjid itu untuk menebus kesalahannya. Tapi penawaran itu ditolah mentah-mentah.

Di dalam artikel itu juga dituliskan pembelaan atau alibi dari Jacobs. Dia beralasan tidak tahu jika yang didatanginya adalah masjid.

"Dalam hal ini, Pak J meyakinkan kami, tidak demikian; Rumah yang dimaksud adalah rumah kampung biasa, yang telah dinyatakan suci oleh pemiliknya yang dulu, seorang haji, dan di dalamnya digantungkan sebuah doa. Hanya dua hari kemudian Pak J. mendengar bahwa dia telah memasuki sebuah tempat yang disebut "langgar" dan dia disalahkan atas hal ini," tulis artikel yang memberi ruang pembelaan bagi Jacobs.

Meningkatnya eskalasi kemarahan warga Tasik atas perkara ini akhirnya membuat Pemerintah Kolonial Belanda turun tangan melakukan penyelidikan resmi. Hal itu juga dipengaruhi oleh adanya permintaan klarifikasi yang dilayangkan Wiwoho, salah seorang Volksraad atau anggota DPR saat itu, kepada pemerintah kolonial.

Proses pemeriksaan atau proses hukum terhadap kasus Jacobs ini berlangsung berlangsung beberapa pekan. Pemberitaan tentang penjelasan resmi pemerintah terhadap kasus ini ramai menghiasi berbagai media massa pada tanggal 15 Februari 1937.

Pengadilan Tasikmalaya akhirnya menjatuhkan vonis berupa denda 25 gulden subsider 25 hari penjara. Kleuarga Jacobs juga akhirnya angkat kaki dari Tasikmalaya atas kemauannya sendiri.

Dari hasil investigasi resmi pemerintah, diketahui aksi Jacobs menggeruduk masjid di malam takbiran juga terjadi di tahun sebelumnya atau tahun 1935. Namun karena ketika itu anjingnya tidak dibawa masuk, warga masih bisa menahan emosi.

Tapi ketika anjing dibawa masuk ke masjid di malam takbiran 1936, amarah warga Tasikmalaya tak tertahankan. Sehingga mereka berani mengusir orang Eropa yang saat itu tentu saja tak mudah dilakukan, karena berlaku kasta dan diskriminasi bagi pribumi.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads