Menilik Jejak Mbah Bungkus, Tokoh Penyebar Islam di Pangandaran

Unak-anik Jabar

Menilik Jejak Mbah Bungkus, Tokoh Penyebar Islam di Pangandaran

Aldi Nur Fadilah - detikJabar
Kamis, 14 Mar 2024 08:00 WIB
Makam Mbah Bungkus di Pangandaran.
Makam Mbah Bungkus di Pangandaran. Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar
Pangandaran -

Mbah Bungkus, konon merupakan tokoh penyebar agama Islam di Pangandaran. Makam Mbah Bungkus terbuka. Lokasinya di Jalan Raya Pangandaran-Cijulang Nomor 69, Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.

Kondisi makam Mbah Bungkus terawat dan bersih. Jurnalis detikJabar mengunjungi makam Mbah Bungkus. Makam Mbah Bungkus ini banyak dikunjungi peziarah hingga sekarang. Bahkan, suasana berbeda terlihat saat ini.

Makam yang ditutupi bangunan kecil dan teras untuk para peziarah kini dilengkapi musala dan air wudu dari sumur di atas tanah tersebut. Meski, ruang tanahnya semakin menyempit, pembangunan di tanah tersebut memberikan ruang untuk tetap menjaga jejak sang penyebar agama Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mbah Bungkus memiliki nama Wonodiwiryo yang merupakan keturunan Mbah Wonodiksomo III, yaitu cucu dari Tumenggung Wonoyudo, seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mbah Bungkus atau Wonodiwiryo berasal dari Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Kedatangannya ke wilayah Pangandaran yang waktu itu masih Sukapura tercatat pada abad ke-15. Wilayah Pangandaran yang masih hutan belukar konon dibukakan oleh Mbah Bungkus.

ADVERTISEMENT

Kuncen Makam Mbah Bungkus, Hasan mengatakan Mbah Bungkus bisa dibilang orang yang melanjutkan penyebaran agama islam di wilayah Jawa khususnya Pangandaran setelah Syekh Abdul Qodir Jaelani pada abad ke-15.

"Jadi Mbah Bungkus yang membuka belukar hutan, atau diartikan membuka jalan dan kawasan di wilayah Pangandaran," kata Hasan saat ditemui detikJabar, Rabu (13/3/2024).

Menurutnya, Mbah Bungkus babat alas pertama keturunan Raden Kusen, Wonodiwiryo, masih ada garis keturunan Majapahit, sampai Brawijaya V. "Dulunya secara sejarah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah ada 3 kerajaan, Dayeuh Luhur Cilacap, Pasir Luhur Banyumas dan Pataruman.

Masih juga berkaitan dengan Nyi Runday Kasih Istri Pertama Prabu Siliwangi, tinggal awalnya di Banyumas. Mbah Bungkus itu cicit dari sosok kerajaan-kerajaan yang ada di Jabar dan Jateng," jelasnya.

Peran Mbak Bungku

Husen mengatakan, awal mula kesini, memang sebetulnya hanya meneruskan leluhurnya yang sudah menyebarkan agama islam disini (wilayah Pangandaran).

"Asal aslinya di sini pun pernah didatangi Syekh Abdul Qodir Jaelani. Mulai ke sini Mbah Bungkus zaman Mataram Islam sekitar abad ke-15, karena abad ke 17 VOC sudah masuk," ucapnya.

Ia mengatakan sampai saat ini garis keturunan Mbah Bungkus di wilayah Pangandaran masih ada. "Kalau keturunannya di Pangandaran sebetulnya ada Paguyubannya dan termasuk juru kunci di sini. Masih ada koloninya di sini, merawat petilasan makam Mbah Bungkus di Desa Wonoharjo," katanya.

Setiap Selasa Kliwon Paguyuban Keluarga Mbah Bungkus melakukan perawatan rutin dengan sesepuh-sesepuhnya yang masih hidup.

Kendati demikian, kata Husen, orang-orang yang ziarah ke sini memang banyak kategori dan tujuan yang berbeda. "Kebanyakan yang ziarah ke sini dari luar daerah, Kebumen, Cilacap hingga Tasikmalaya," katanya.

Dia berkata, yang datang ke sini bukan hanya mereka yang mengaku punya keturunan, tapi ada niat-niat lain juga. "Ada juga dari kalangan para pejabat, ketika mereka mau mangku jabat atau istilahnya naik jabatan ataupun nyalon jadi anggota DPR, sebelum Ramadan kemarin ada," ujarnya.

Selain itu, banyak juga yang mendatangi makam tersebut benar-benar ziarah dan mendoakan sebagaimana mestinya. "Ada juga yang sengaja untuk mendoakan dan sebagainya. Namun, tak sedikit yang hanya merusak, mengundang pengambilan pusaka, mitos-mitos gitu," ucap dia.

Kesaktian Mbah Bungkus

Menurut Husen, dari cerita para sesepuhnya yang menjaga makam tersebut, kesaktian Mbah Bungkus tidak diragukan lagi. "Mitos soal dia (Mbah Bungkus) membuka belukar hutan menjadi permukiman, berhasil dilakukan dengan melawan beragam penghuninya. Konon untuk menebang pohon hanya memakai gigi, itu memang saya dengar ceritanya," kata Husen.

Selain itu, menurut Husen, Mbah Bungkus salah satu orang yang menyatukan dua perjanjian antara Utara Jawa dan Selatan Jawa.

"Mungkin banyak yang belum paham, tapi setahu saya Gunung Maruyung, di Majenang itu dikenal dengan satu makam yang bernama Mbah Kuncung sebetulnya bukan orang, tapi Semar, perjanjian antara Maruyung dengan pantai selatan itu beliau ikut menengahi," katanya.

"Secara syariat makam ini ke pantai Pangandaran dekat, tapi air gelombang hanya sampai ke tanah Grand Pangandaran saat ini," kata dia menambahkan.

Namun, kata dia, secara logisnya memang wilayah ini sebagian dataran tinggi. Secara geografis Pantai Pangandaran dengan yang lain berbeda, wilayah Cilacap ke Timur itu rata-rata rawa, tapi kalau Pangandaran rata-rata hutan buktinya wilayah Emplak hingga Cagar Alam Pangandaran.

"Jadi bisa dibilang Mbah Bungkus orang yang membuka permukiman di Pangandaran. Sebetulnya desa ini pun bukan Wonoharjo tapi Wono Arjo, Arjo makna dari Raja dan Wono itu alas atau hutan, karena beliau keturunan raja yang tinggal di hutan," katanya.

Sedangkan, kata Husen, ketika bertambahnya warga di desa tersebut menjadi makmur makanya kata Arjo ini disamarkan menjadi harjo, kebahagiaan kesejahteraan. "Makanya sekarang patennya Wonoharjo," kata dia.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads