Sudah hampir 5 tahun Mimih Darliah (68) tergolek lemah di tempat tidur, dia tak kuasa lagi berjalan dan beraktivitas. Di rumah petak sangat sederhana, permukiman padat penduduk Kampung Nusawangi Kulon, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya itu, Mimih menjalani kehidupannya dalam segala keterbatasan.
"Saya terkena penyakit syaraf kejepit, sudah lima tahun tak bisa apa-apa, paling pakai kursi roda," kata Mimih, usai menerima paket makan siang yang diantarkan langsung Pj Wali Kota Cheka Virgowansyah, Sabtu (9/3/2204).
Mimih masih punya dua anak yang sudah tinggal terpisah. Meski kedua anaknya menyayangi Mimih, namun keterbatasan ekonomi keluarga membuat Mimih terjebak dalam sepi tinggal sendiri dan keterbatasan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi itu membuat Mimih menjadi salah seorang sasaran program Bakul Tasik (berbagi kumpulan makanan Tasik), sebuah program berbagi makan siang gratis yang disediakan hotel dan restoran, dengan difasilitasi Pemkot Tasikmalaya.
"Senang, sebelumnya saya tidak pernah makan masakan hotel," kata Mimih.
Dia menyebut paket makan siang yang diterimanya berasal dari dua hotel berbintang dekat rumahnya. "Yang mengantar ke sini petugas Tagana," kata Mimih.
Pemkot Tasikmalaya memang mengerahkan relawan dari berbagai elemen untuk menjemput dan mengantar makanan. Mulai dari relawan Tagana, TKSK, Tagana, PKH, PSM dan Puskesos.
Ada cerita menarik dari relawan yang bertugas menjemput makanan dari hotel dan mengantar ke sasaran. "Saya kebagian handle Hotel Amaris, rata-rata 5 sampai 10 paket, saya drop langsung ke sasaran," kata Wendi relawan warga Kecamatan Indihiang.
Dia mengaku, dengan menjadi relawan, berbagi kebahagiaan dengan masyarakat miskin, membuatnya merasa kaya.
"Berbagi itu ternyata membuat kita merasa kaya, bahagia. Saya pernah beres mengantarkan makan siang, langsung jajan mie ayam di Simpang Lima. Habis makan baru sadar saya tak punya uang, sebelumnya saya merasa punya uang," kata Wendi.
Dia mengaku saat itu akhirnya menitipkan tas ke pedagang mie ayam lalu pulang dulu untuk meminta uang ke istrinya.
"Jadi bagi saya menyenangkan jadi relawan, walau pun sedihnya juga sering. Untuk program Bakul Tasik ini memang ada bantuan dari Dinsos, ya lumayanlah buat ganti bensin," kata Wendi.
Lilis Suharoh, relawan lainnya juga mengutarakan hal senada. Aktif di gerakan kemanusiaan menurut dia banyak memberi vitamin bagi jiwanya.
"Kita jadi banyak bersyukur, vitamin bagi batin, melihat gembiranya saudara kita yang kurang beruntung," kata Lilis.
Terkait tantangan dan hambatan menjadi relawan Bakul Tasik, menurut Lilis secara umum tak ada masalah. Dia akan dihubungi jika pihak hotel ada paket makan siang yang harus disalurkan.
"Mungkin kita butuh boks khusus, soalnya terkadang karena hujan makanan yang kita bawa kurang terjaga. Pernah juga ada yang sampai rusak," kata Lilis.
Sementara itu untuk keberlangsungan program Bakul Tasik di bulan Ramadan, Pj Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah mengatakan, masih bisa berjalan.
"Ya jalan terus, tinggal penyesuaian jam saja. Nanti dikoordinasikan lagi teknisnya," kata Cheka.
Pemerintah Kota Tasikmalaya punya cara jitu untuk menggulirkan program makan siang gratis ini tanpa memakai dana APBD. Pemkot Tasikmalaya menggandeng hotel dan restoran untuk penyediaan makan gratis ini.
Makanan yang dibagikan merupakan porsi lebih dari penyediaan sarapan hotel. Meski jumlah porsinya tak terlalu signifikan, namun ketika dikumpulkan dari banyak hotel jumlahnya cukup lumayan, bisa mencapai ratusan porsi per hari. Sehingga banyak masyarakat miskin dan anak stunting yang bisa terbantu.
(mso/mso)