Warga yang bermukim di perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang, sepertinya belum bisa melupakan suasana mencekam yang terjadi pada Rabu (21/2/2024) silam. Angin kencang yang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kategorikan sebagai tornado, tiba-tiba datang dan memporak-porandakan bangunan pabrik hingga permukiman warga di sana.
Angin kencang yang dikategorikan BRIN sebagai tornado ini pun meninggalkan nestapa bagi Iding Sadili (56), pemilik warung nasi di Jalan Raya Garut Bandung, Kampung Cipanas, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Ia kehilangan warung nasi jualannya yang selama ini diandalkan Iding sejak 2005 untuk menunjang perekonomiannya.
Iding dan istrinya bisa selamat saat tornado datang menerjang. Ia mampu bertahan dengan mengandalkan kulkas dagangan di dalam warungnya, dan terhindar dari kayu yang berjatuhan dihantam tornado.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadiannya setengah 4 sore kemarin. Saya lagi di dalam warung saya sama istri. Saya melindungi istri dengan telungkup di pinggir kulkas. Secara nggak sadar beberapa detik bangunan udah pada hilang. Terus kita agak ketimpa kayu dikit," ujar Iding saat ditemui detikJabar, Kamis (22/2/2024) lalu.
Dalam ingatan Iding, tornado datang begitu cepat dan langsung memporak-porandakan warung dagangannya. Makanan yang sudah Iding dan istrinya sajikan untuk berjualan juga berjatuhan akibat dihantam angin yang begitu kencang.
Setelah kejadian itu, Iding pun hanya bisa pasrah melihat kondisi warung dagangannya. Sembari membersihkan material kayu di sana, warung Iding kini tidak memiliki atap dan pecahan kaca berserakan di mana-mana.
"Saya panik nggak bisa keluar. Melihat angin kencang sekali. Memang warung nasi Ibu Tati lagi buka. Makanannya ikut terbawa, pada tumpah," katanya.
Iding pun bisa selamat dari insiden mencekam tersebut. Beberapa warga mendatanginya, dan langsung mengevakuasi Iding dan sang istri supaya tidak tertimpa reruntuhan susulan. Kini terbesit harapan di benak Iding supaya pemerintah bisa turun tangan dan memberikan bantuan modal agar ia bisa kembali berdagang.
"Kerugian mencapai Rp 100 juta mah ada. Ya jadi nggak bisa usaha, nggak bisa jualan," ucapnya.
"Sekarang kita lagi dibersihin. Saya ingin ada bantuan dari pemerintah, supaya bisa dibangun lagi atapnya. Biar bisa jualan lagi. Soalnya saya mah habis banget bangunannya," tuturnya menambahkan.
Berdasarkan catatan BPBD Jawa Barat, angin kencang yang terjadi di perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang itu telah merusak 534 bangunan. Menurut data BPBD, 835 KK juga terdampak dari kejadian tersebut.
Dalam data itu, BPBD menyatakan 33 orang korban mengalami luka karena tertimpa material saat angin kencang menerjang. Kemudian, ada 5 kecamatan yang terdampak mulai dari Rancaekek, Cicalengka, dan Cileunyi di Kabupaten Bandung, serta Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung di Kabupaten Sumedang.
Setelah kejadian mencekam ini, ada perdebatan antara BRIN dengan BMKG. BRIN menyebut kejadian itu sebagai tornado pertama di Indonesia, sementara BMKG bersikukuh bahwa peristiwa itu dikategorikan angin puting beliung.
Dalam keterangan tertulisnya, peneliti senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Didi Satiadi menjelaskan, fenomena yang terjadi di Rancaekek merupakan kejadian cuaca ekstrem yang memperlihatkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat.
Hal itu ditandai dengan area terdampak serta intensitas yang menyebabkan bangunan rusak, kendaraan terguling dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris, menurutnya, istilah puting beliung dikenal sebagai microscale tornado atau tornado skala kecil daripada tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah.
"Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong," jelas Didi.
Dia pun mengungkapkan perbedaan antara angin puting beliung dengan tornado. Menurutnya tornado biasanya terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front (batas antara dua massa udara yang berbeda) atau di dalam awan badai supersel.
Sedangkan puting beliung, terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan dengan downburst/microburst (aliran udara ke bawah) yang kuat.
Dari segi skala, tornado biasanya lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar. Daripada puting beliung yang biasanya lebih kecil dan kecepatan angin yang lebih rendah.
"Sedangkan puting beliung kadang-kadang disebut sebagai microscale tornado karena lebih kecil daripada tornado yang terjadi di lintang menengah," ungkapnya.
Dari segi durasi, tornado biasanya berlangsung hingga beberapa jam. Sedangkan puting beliung berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit. Selain itu, tornado terbentuk di wilayah lintang menengah dengan gradien/perbedaan temperatur yang tinggi.
Sedangkan puting beliung, biasanya terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap. "Dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung. Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk," ucap Didi.
Sementara BMKG, menegaskan jika bencana itu belum termasuk kategori tornado. Kepala Kantor Geofisika Kelas I Bandung Teguh Rahayu menuturkan angin puting beliung memiliki kecepatan kurang dari 70 kilometer per jam.
Ia menjelaskan, tornado memiliki kecepatan di atas 70 kilometer per jam. Sedangkan angin yang menerjang kawasan Rancaekek hingga Jatinangor, Sumedang kemarin sore, memiliki kecepatan 36,8 kilometer per jam.
"Kejadian kemarin sore, kecepatan angin tercatat di AAWS Jatinangor 36.8 Km/jam," ucap Rahayu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/2/2024).
Rahayu menjelaskan, selain dari parameter kecepatan, parameter luasan dampak juga mencatat bahwa tornado memiliki dampak yang cukup dahsyat. Menurutnya terjangan angin tornado dapat berdampak luas hingga 10 kilometer.
"Kalo tornado pasti dampaknya lebih dari 10 km, sedang kemarin saya rasa 3 sampai dengan 5 kilometer deh dampaknya," jelasnya.
Selain itu, Rahayu mengungkapkan, masyarakat Indonesia lebih mengenal istilah puting beliung ketimbang tornado. Padahal puting beliung sendiri kata dia juga bisa dikatakan sebagai small tornado.
"Puting beliung itu adalah small tornado. Jadi kalAu masyarakat di Indonesia, small tornado sering disebut puting beliung," tutur Rahayu.
Lebih lanjut, Rahayu mengatakan, pertumbuhan angin tornado di perairan bisa dilihat dan dideteksi dari radar. Sedangkan puting beliung yang bisa kita lihat adalah pertumbuhan awan CB. "Yang kita lihat pertumbuhan awan CB. Dan, kemarin saya udah sampaikan bahwa puting beliung adalah dampak ikutan (awan CB)," pungkasnya.