Polisi mengungkap motif perajin nakal yang sengaja mengisi gula kelapa dengan bata merah. Selain menambah berat, perajin tersebut juga memiliki utang piutang dengan pengepul.
Hal itu dijelaskan Kapolres Sukabumi, AKBP Tony Prasetyo kepada detikJabar, Kamis (22/2/2024). Tony mengatakan kasus tersebut kini sudah berakhir damai.
"Kami sudah melakukan penyelidikan, kejadian diduga dilatarbelakangi ada utang piutang antara pihak pelaku dan pihak yang dikirim atau pengepulnya," kata Tony melalui sambungan telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal perdamaian antara kedua belah pihak, Tony menjelaskan personel Polsek Tegalbuleud, Koramil Tegalbuleud dan pihak kecamatan serta desa setempat sudah memfasilitasi hal itu.
"Pelaku sudah meminta maaf disaksikan semua pihak, penanganan selanjutnya akan di evaluasi terlebih dahulu kang," imbuhnya.
Terpisah, Kapolsek Tegalbuleud, AKP Aap Saripudin mengatakan kasus itu terungkap ketika pengepul berniat mengambil gula kelapa di perajin. Ia sengaja membelah gula kelapa dan akhirnya modus atau akal-akalan perajin tersebut terungkap. Aap juga memastikan gula-gula tersebut belum beredar.
"Gula kelapa itu tidak sempat beredar, karena sebelum dikirim gula dibelah dulu oleh pengepulnya. Jadi belum sempat ke mana-mana, "terang Aap.
Aap menyebut, perajin tersebut memiliki utang piutang kepada pengepul. Karena ingin cepat lunas akhirnya gula kelapa tersebut dibuat lebih berat untuk mempercepat pelunasan.
"Si perajin, penyadap ini punya utang, supaya cepat lunas akhirnya begitu. kemarin sudah ada perdamaian, ada mediasi melibatkan semua termasuk kecamatan dan koramil," ujar Aap.
Soal hubungan antara perajin dan pengepul sebelumnya diungkap oleh Kades Tegalbuleud, pengepul atau dikenal dengan sebutan borsom di daerah setempat memberikan modal kepada para petani penyadap dan perajin. Syaratnya, mereka wajib menjual hasil kepada Borsom.
"Kampung itu memang kawasan kebun kelapa sampai ke wilayah Puncak Jengkol. Jadi itu petani, penyadap, ke borsom ngejualnya. Sebelumnya sering tapi enggak sampai ke media sosial, hal ini tentunya merugikan petani lain. Positifnya para borsom ini nanti akan lebih hati-hati ketika mengambil barang dari petani," kata Ramdan.
(sya/sud)