Jawa Barat Memerangi Penyakit Tuberkulosis

Jawa Barat Memerangi Penyakit Tuberkulosis

Bima Bagaskara - detikJabar
Rabu, 21 Feb 2024 14:03 WIB
Direktur P2M Kemenkes Imran Pambudi
Direktur P2M Kemenkes Imran Pambudi (Foto: Bima Bagaskara/detikjabar).
Bandung -

Penanganan penyakit Tuberkulosis atau biasa disebut TBC masih jadi tantangan besar di tanah air. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menduduki urutan kedua kasus TBC di dunia pada 2023.

Sementara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat, kasus TBC di Indonesia menembus angka 809 ribu kasus sepanjang 2023 lalu. Kemenkes pun meluncurkan program Bersama Menuju Eliminasi dan Bebas dari TB (USAID Bebas TB), termasuk di Jawa Barat.

Direktur P2M Kemenkes Imran Pambudi mengatakan, Jabar termasuk daerah yang aktif menelusuri kasus TB. Sepanjang tahun 2023 Imran menyebut, ada 160 ribu kasus TB di Jabar yang ditemukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau dilihat dari capaian, Jabar itu cukup bagus dalam hal programnya, penemuan kasus, mulai pengobatan. Untuk penemuan kasusnya sudah di atas 100 persen," kata Imran di Bandung, Rabu (21/2/2024).

Namun Imran menuturkan, masih ada PR besar yang dihadapi Jabar untuk melepaskan diri dari penyakit menular ini. Menurutnya PR tersebut adalah bagaimana menyadarkan para pengidap TB jika pengobatan harus dilakukan hingga tuntas selama enam bulan.

ADVERTISEMENT

"Tetapi PR besarnya di bagaimana yg sudah diobati sampai selesai pengobatan, karena pengobatan TBC itu 6 bulan, ini yang mungkin ada yang terputus, jadi ini harus butuh perhatian. Tetapi secara overall Jabar 2 tahun ini sudah sangat bagus dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

Dia mengungkapkan, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan TBC. Imran memaparkan, satu pasien memerlukan biaya sekitar Rp3,2 juta untuk mendapat obat TBC. Belum lagi, ada biaya untuk pengecekan laboratorium.

"Paket pengobatan itu kalau obatnya saja sekitar Rp3,2 juta per orang. Jadi tinggal dikalikan saja (totalnya). Jadi itu untuk biaya pengobatan, kemudian untuk laboratorium itu sekitar Rp3,2 jutaan," ujarnya.

Lebih lanjut, Imran mengungkapkan, TBC adalah penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja. Menurutnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini bisa menjangkit manusia karena beberapa faktor, di antaranya karena rokok dan alkohol.

"Jadi ada beberapa faktor resiko orang yang bisa kena TBC, kalau di Indonesia paling besar itu karena merokok, kemudian ada malnutrisi, ada juga alkohol. Jadi orang yg minum alkohol itu juga akan sangat berpengaruh terkena TBC," jelasnya.

"Jadi multi faktor dan orang yang gizinya jelek itu akan lebih mudah terkena TBC. Makanya kalau ekonominya kurang bagus, tinggal di rumah yang tidak sehat, dia akan lebih mudah terkena TBC," pungkasnya.

Sementara itu, Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Dodo Suhendar menambahkan, untuk mengentaskan TBC diperlukan kolaborasi dari berbagai instansi. Sebab, banyak faktor yang membuat TBC diidap masyarakat.

"Faktor yang mempengaruhi TBC itu perilaku, status gizi, kondisi ekonomi, rumah tidak layak itu menimbulkan cenderung terkena TBC. Makanya dengan program ini kita coba untuk mengintervensi faktor tadi, diharapkan nanti ada perbaikan rumah tidak layak, dan supaya bisa meningkatkan pendapatan itu harus ada program pemberdayaan sosial," paparnya.

Dodo menuturkan, untuk mengobati 160 ribu kasus TBC di Jabar, diperkirakan membutuhkan biaya hingga Rp6 triliun. Jumlah yang tidak sedikit itu kata dia bisa dimanfaatkan untuk pemberian beasiswa bagi 48 ribu siswa.

"Di Jabar 160 ribuan (kasus) kurang lebih mendekati Rp6 triliun (untuk pengobatan), kalau untuk beasiswa bisa 48 ribuan siswa itu bisa," ujarnya.

Dodo juga mengatakan, upaya menekan kasus TBC akan diawali di lima daerah yakni Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung dan Kota Bekasi yang memiliki kasus TBC tertinggi di Jabar.

"Di Jabar itu permasalahannya ketika sudah ditemukan, itu yang berobat hanya setengahnya. Sehingga mungkin pendekatan, sistem informasi, pendampingan, itu dilakukan dan harus dibahas, harus bersama-sama," pungkasnya.

(bba/mso)


Hide Ads