Pj Gubernur Jabar Ungkap Ada Pasien di RS Tak Bisa Salurkan Hak Pilihnya

Pj Gubernur Jabar Ungkap Ada Pasien di RS Tak Bisa Salurkan Hak Pilihnya

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Rabu, 14 Feb 2024 15:44 WIB
Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin usai menggunakan hak suara di TPS 15 Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (14/2/2024).
Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar).
Bandung -

Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin melakukan pantauan ke beberapa TPS di Kota Bandung, Rabu (14/2/2024) siang. Salah satunya TPS Mobile di RS Santosa Bandung.

Dalam kunjungan yang ikut serta didampingi Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono, ia menemukan fakta bahwa TPS Mobile tersebut tak bisa digunakan pasien untuk mencoblos. Diketahui ada 300 pasien yang tengah rawat inap di RS Santosa dan 80 persennya memiliki hak pilih.

Namun rupanya TPS yang buka pukul 08.00-13.00 WIB tersebut, hanya bisa jadi tempat memilih untuk ribuan tenaga kesehatan (nakes) yang sedang bertugas. Keluhan ini pun diterima oleh Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada 52 ribu jumlah kasur Rumah Sakit di Jawa Barat, tapi kalau jumlah pasien yang ada kita belum tahu. Memang pasien di Rumah Sakit tidak bisa memilih, kami sudah laporkan ke KPU. Beberapa pasien itu tidak difasilitasi langsung, KPU berharap pasien kembali ke rumah dulu untuk mencoblos, tapi kan itu tidak memungkinkan," kata Bey saat ditemui di Gedung Sate.

Bahkan, pasien rumah sakit tak bisa mencoblos juga terjadi di Kota Cimahi dan daerah lainnya di Jawa Barat. Temuan lainnya, yakni di Kabupaten Sumedang, pada salah satu Rumah Sakit dari 144 pasien, hanya 10 pasien yang bisa mencoblos di RS tersebut.

ADVERTISEMENT

Meskipun belum bisa dipastikan ada berapa banyak warga Jabar yang sakit dan tak bisa mencoblos, Bey mengatakan telah melaporkan persoalan tersebut ke KPU RI.

"Ada RS yang bisa ada yang nggak. Kami masih menunggu (solusinya). Apakah mungkin pemilu susulan, tapi kami minta legalitasnya diperhatikan. Minimal ini jadi perbaikan ke depan. Pantauan tadi di RS Santosa tidak bisa, yang nyoblos hanya nakes. Kemudian kami minta ke seluruh RS agar insiatif," lanjut Bey.

Sementara itu Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Provinsi Jawa Barat Adie Saputro menyampaikan, bahwa sebetulnya sosialisasi sudah diberikan pada tahun lalu ke RS dan Lapas. Namun ada miss komunikasi dan regulasi yang menyulitkan proses ini.

"Ada potensi loksus (lokasi khusus), memang ada RS yang merespon dan membuat Loksus. Tapi salah satunya di RA Santosa dan beberapa lainnya tidak ada. Ada data pemilih yang ditetapkan terdaftar di TPS asal, tapi hari H tidak bisa memilih dan pasien pulang-pergi ke RS, padahal kita butuh data tetap. Nama mereka juga nggak dicoret di TPS asal," kata Adie.

"Jadi ada misskom juga, di RSHS direkturnya berganti jadi informasi tidak sampai ke sana. Ya kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa dan memang akhirnya semua tenaga nakes kita layani dengan baik," lanjutnya.

Sehingga, kata Adie, TPS Mobile yang diharapkan bisa mewadahi para pasien untuk mencoblos malah tidak berjalan seharusnya. Hal ini rupanya diakui Ketua Bawaslu Jabar, Zacky Muhammad Zam Zam sudah diprediksi dan disampaikan ke KPU RI.

"Jadi kan ada aturan baru DPTb diurus 30 hari dan 7 hari, saya kira aturan seperti ini ya outputnya seperti ini, hanya karena kendala proyeksi apakah yang bersangkutan akan dirawat di RS atau tidak," kata Zacky.

"Tadi ada mis persepsi juga di RS Santosa misalnya, hanya bisa khusus nakes. Ini sesuai prediksi kami, banyak yang tidak bisa memilih karena administrasi yang tidak terpenuhi. Tapi ini sudah regulasi KPU, sebelumnya sudah kami rekomendasikan. Kita kan hanya pelaksana ya, tapi regulasi ada di KPU ya seharusnya bisa lebih lentur lah," kritiknya.

(aau/mso)


Hide Ads