Alvian (10), pelajar SDN Pasir Pogor terlihat melepas pakaian dan celana, kemudian kaus kaki dan sepatu di Tepi Sungai Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.
Setiap hari sejak kelas 1 SD dia bergelut dengan aktivitasnya melawan arus sungai demi menuntut ilmu di kampung seberang. Sungai itu menjadi perbatasan antara dua desa. Antara Kampung Cikadaka, Desa Cidadap dan Kampung Naringgul, Desa Loji.
"Setiap hari berenang, biasanya diantar mamah. Sudah terbiasa jadi nggak takut," kata Alvian kepada detikJabar, Senin (5/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alvin juga bercerita, ketika air besar maka dia memutuskan untuk tidak sekolah. Hal itu terpaksa dilakukan demi keselamatannya karena air berubah jadi deras dan dalam ketika meluap. Ketika surut lebar sungai hanya sejauh 10 meter, namun ketika air meluap lebar sungai bertambah menjadi 15 sampai 20 meter.
"Dari kelas 1 sudah biasa menyeberangi sungai, setiap hari berangkat jam 06.00 WIB pagi. Kalau airnya besar nggak sekolah, kadang meliburkan diri selama satu minggu," tuturnya.
Alvin terlihat berjalan menyeberangi sungai dengan hati-hati. Ia terlihat hanya mengenakan kaus dalam. Kedua tangannya mengangkat tinggi-tinggi tas sekolah dan sepatu miliknya agar tidak basah terkena air sungai.
![]() |
Senada dengan Alvian, Citra dan Jihan pelajar kelas V SDN Pasir Pogor itu juga setiap hari menyebrangi sungai. Tidak adanya jembatan penghubung membuatnya sudah biasa berenang melintasi sungai. Beruntung hari ini, kondisi aliran sungai sedikit dangkal.
"Kalau pagi diantar mamah, kalau pulang sendiri. Ya kadang suka takut, apalagi kalau airnya besar. Takut palid (hanyut) karena airnya besar," lirihnya.
"Inginnya ada jembatan, biar tidak takut kalau mau sekolah setiap hari," imbuhnya.
Asa para pelajar untuk mendapatkan jembatan sempat viral di media sosial. Video itu memperlihatkan situasi aliran Sungai Cidadap yang deras. Sejumlah pelajar terlihat melepas seragamnya untuk naik ke ban yang dijadikan sarana penyebangan.
"Assalamuallaikum, inilah salah satu rutinitas warga Desa Cidadap khususnya Kampung Cikadaka. Setiap hari ibu-ibu dan bapak-bapak selalu begini ketika anak-anak sekolah. Keadaan seperti ini memakai ban bekas supaya anak-anak bisa nyeberang ke sana untuk sekolah dan aktivitas tani. Alatnya pakai tambang buat ban bekas supaya tidak hanyut. Ini kegiatan tiap hari ketika banjir datang, kalau kemarau tidak, berhubung ini musim hujan, setiap hari masyarakat kegiatannya seperti ini," suara pria yang ada dalam video berdurasi 1 menit 30 detik. Ada 3 video yang memperlihatkan kondisi warga tersebut.
Entik (30), warga setempat mengatakan sudah puluhan tahun warga menyeberang dengan cara berenang melintasi sungai. Ketika arus deras dan kedalaman sungai bertambah, warga terpaksa menggunakan seutas tali tambang yang diikatkan ke ban dalam mobil.
"Sudah puluhan tahun tidak ada jembatan, pakai tambang pakai ban. Ini kan berbahaya, namanya air enggak ketahuan takutnya saat menyeberang malah kena banjir bandang," tutur Entik.
Entik mengatakan terkadang para pelajar terpaksa meliburkan diri bahkan sampai satu pekan ketika cuaca buruk.
"Kadang sampai libur satu minggu kalau air sungai deras, kalau besar. Kebanyakan anak sekolah yang melintas bersekolah di SDN Pasir Pogor yang berada di seberang sungai," ujarnya.
"Menyebrang dari Desa Cidadap Kampung Cikadaka, ke Desa Loji Kampung Naringgul. Setiap hari ada 30-an pelajar, selain itu warga juga ada yang menyeberang dengan berenang," pungkasnya menambahkan.
(sya/mso)