Skema pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) berbuntut panjang. Mahasiswa protes dengan kebijakan kampus yang menawarkan pembayaran UKT dengan cara dicicil via pinjaman online (pinjol).
Protes dilakukan lantaran pembayaran UKT via pinjol dianggap memberatkan. Padahal banyak mahasiswa ITB yang sedang kesusahan karena memiliki tunggakan UKT dan terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan.
Seperti yang dialami Deovie Lentera Hikmatullah (21), mahasiswa Teknik Biomedis STEI ITB. Deovieo termasuk salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial saat berkuliah di ITB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditemui di sela-sela aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung Rektorat ITB, Senin (29/1/2024), Deovieo mengungkapkan alasannya yang memilih berkuliah di ITB, dengan maksud agar biaya yang dikeluarkan tidak begitu besar mengingat ITB merupakan kampus negeri.
"Dari awal masuk ITB mikirnya ya sudah masuk dulu bayar bisa nanti, ga bakal di DO. Tapi prasangka saya salah, karena walaupun udah apply keringanan, udah jelaskan lewat esai, selalu saja ditolak," ucapnya.
Deovieo mengungkapkan, meski telah dibantu program beasiswa, namun saat ini dia masih memiliki tunggalan sebesar Rp18,75 juta. Dia mengatakan tetap bisa berkuliah setelah mendapat penangguhan pembayaran meski ada hak-haknya yang dibatasi.
"Selama 4 semester belakang ini ada opsi penangguhan, jadi tetap bisa kuliah tapi aksesnya dibatasi sedikit, tapi minimal bisa kuliah. Masuk semester ini opsi penangguhan diganti, saya tidak bisa kuliah lagi," katanya.
"Kalau tunggakan saya tidak dibayar kebetulan tunggakan saya sisa Rp18,75 juta, ini sudah dibantu beasiswa dan sumber lain," imbuhnya.
Saat ini, Deovieo yang sudah memasuki semester 8 mengaku kebingungan mencari uang untuk membayar UKT dengan batas waktu pengisian Formulir Rencana Studi (FRS) hingga 30 Januari 2024 nanti.
"Jujur saya sudah tidak tahu harus bagaimana lagi, finansial saya sendiri di kuliah cari duit sendiri, ngajar dan bisnis, tapi ini belum menutupi UKT Rp12,5 juta," ujar Deovieo.
Lebih lanjut, Deovieo menuturkan dirinya mengetahui adanya tawaran pembayaran UKT dengan dicicil via pinjol. Menurutnya skema itu ditawarkan langsung di website kampus. Namun dia enggan memilih cara tersebut lantaran bunga yang dianggap terlalu besar.
"saya disarankan oleh website akademiknya. Jadi pas ada tunggakan Rp18,75 juta ini apabila tidak bisa bayar mohon cuti, kemudian turun jadi hanya semester berikutnya ini jadi Rp12,5 juta (yang harus dibayar)," jelasnya.
"Kemudian berapa hari kemudian muncul apabila tidak bisa bayar langsung bisa pinjam ke Dana Cita (platform pinjol), cuti juga bayar Rp6,25 juta lagi atau 50 persen," lanjutnya mengeluhkan.
Masih kata Deovieo, dirinya beberapa kali mengajukan penurunan besaran UKT. Namun sejak semester awal, permohonan tersebut tidak pernah disetujui sehingga dia harus terus membayar UKT Rp12,5 juta tiap semester.
"Belum pernah walaupun tiap semester mengajukan dan banyak temen saya juga ajukan, karena susah tapi ini tidak dapat juga. Saya sudah 8 kali ajukan," pungkasnya.
(bba/sud)